Suto Birawa
Cerpen
Kutipan Cerpen Suto Birawa
Karya Ahmad_Ibrahim15
Baca selengkapnya di Penakota.id

SUTO BIRAWA DAN CAMBUK PERAK

Karya: Muhammad Lutfi


Angin mendesah di pegunungan. Bukit yang gelap penuh hijau. Malam semakin gelap memekat. Burung kenari dan alap-alap terbang kembali ke rumah. Angin berlarian mengejar rindu dan gelisah. Kegelisahan malam mulai menyelimuti anak manusia. Dia yang sedang duduk di atas batu hitam dan kelam. Menunggu kesadaran datang memeluknya.

“Suto Birawa, sudahi pertapaanmu. Kini kau memperoleh apa yang kau maksud. Lihatlah ke depanmu!”

Sebuah suara menelan suara gelap malam. Tebing semakin kejam dan ngeri. Ombak menggerakkan tangannya yang sedang mendorong tebing semakin menakutkan. Sebuah cambuk perak berhias aksara jawa kuno berada di depan mata lelaki itu.

Diambilnya pusaka yang datangnya entah darimana. Diiringi derap langkah kaki kuda. Menghentak perut bumi. Dipecutkannya pada batu cadas di sebelahnya. Leburlah sudah menjadi abu tanpa sisa batu semula.

“Hiahaaaahhaaaa, sekarang, kau akan mendatangi ajalmu Suro Ening.”

Suara itu menggema di langit. Angkasa jadi pudar dan pucat. Dipenuhi dendam dan ambisi seorang lelaki muda. Gairahnya memuncak dengan pedas dan membuatnya semakin dibakar api amarah. Ombak memecah tebing-tebing. Karang disapunya juga dengan pecut perak itu.

“Suto Birawa, jangan tumpahkan darah. Ingatlah, kau tak boleh terbawa dendam!”

Suara itu semakin larut pelan-pelang hilang tinggal keheningan. Hanya beberapa ekor wallet hitam memekik dicuramnya tebing yang menjulang. Lelaki itu meninggalkan tempatnya. Dadanya yang lebam dan bahunya yang miring itu berjalan terpincang. 

Sementara itu, di antara beberapa ekor kuda yang sedang duduk. Lima lelaki sedang terbahak-bahak menertawai hidup. Hidup adalah dunia yang mereka taklukkan. Salah satu manusia itu, matanya putih seputih kristal. Dipinggangya tersimpan keris Amokgeni. 

Menurut beberapa orang, keris itu adalah jelmaan dari siluman yang hebat tiada tanding. Hanya beberapa orang saja yang mampu untuk membawanya. Siluman buto ijo yang hebat dan tak terkalahkan itu selalu menjaga pemiliknya dari benda-benda yang membahayakan pemegangnya.

“Suro Ening, kini tiba ajalmu. Mari kita tentukan, ajalmu atau ajalku yang sudah datang.”

“Jangan keburu-buru, kalau sudah mati tak bisa menikmati dunia ini.”

“Mulutmu terlalu tinggi.”

Suto cambukkan cemetinya. Tanah mengeluarkan api dari dalam. Beberapa kendi pecah. Kuda-kuda bergerak dan memekik. Meloncat-loncat dan menjadi-jadi. Suto kembali menyambuk. Kali ini kembang hancur. Jadi patah rantingnya.

“Duhai Suto, kamu termakan dendam dan benci kepadaku.”

“Hanya manusia laknat sepertimu yang menindas orang.”

Angin turun seperti rambutku

Bau malam menghilangkan kegelisahanku

Dari berkelana kutemukan sisa dendam

Benci mengoyakku jadi hancur

Dara dan bidadari hanya mimpi penidur senja

Bagiku hanya kekuatan yang dapat mengguncang dunia

Suto menyanyikan syairnya. Orang ini sangat keburu nafsu. Omongannya ngelantur dan mulai tak karuan. Dipecutkannya cemeti miliknya itu ke tanah. Seperti Suto, Ening mencabut kerisnya. Dua pusaka itu bertarung di langit. Penunggunya saling menerbangkan tajamnya pusaka, saling menunjukkan ampuh dua pusaka.

Malam semakin memikat kita

Biarlah kini kita digelayuti dengannya

Mati atau hidup ada pada pusaka

Yang berkuasa adalah yang ampuh dan kuat

Menjalani derita, mengunyah kesengsaraan

“Suto, syairmu selalu mengganggu telingaku. Hentikan, Suto!”

“Inilah Syair Berdarah. Mendidih di dalam dadaku ini menuntut balas keluargaku. Biadab tetap biadab. Anjing tidak bisa membersihkan air yang diminumnya. Terimalah ajalmu.”

Suto menggoyangkan cemeti pusaka. Dikoyak-moyak angkasa dengan memutar cambuk perak. Udara semakin panas. Hembus daun bambu berisik sekali. Duar, mengenai mata Suro Ening yang satu yang masih dapat melihat. Mau dikeluarkannya lagi ajian badar wesi biru.

“Suto, jangan terbawa dendam. Bersihkan hatimu Suto!”

Suto teringat suara itu. Suara yang selalu membayanginya tiap berhadapan dengan Suro Ening. Suro Ening dan pasukannya berkuda meninggalkan Suto Birawa. Di hadapan lautan yang pasang, Suto mengangkat tangan. Dilepaskannya pusaka itu. Hilang terbawa ombak yang gelap.


Pati, Mei 2023


07 May 2023 23:32
7
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: