1
Ini akan jadi peristiwa penting yang mampu menidurkan kecemasanku—sekaligus mengimani rinduku. Yakni: ketika kutulis sebuah sajak ingatan tentangmu, pada suatu sore seperti sore yang sekarang, suara guruh berdentung di jantungku dan menyanyikan namamu—sebagai sajakku.
2
Lalu segala jenis kepergian yang pernah kukenal itu hadir sebagai takdir. Dan guruh itu, guruh yang berdentung di jantung dan menyanyikan namamu, ada sepanjang hari dan masih terdengar sampai hari ini.
3
Kadang-kadang, aku ingin kau menyaksikan sendiri apa yang menyiksa hari-hariku, ketika kata rindu tak juga cukup jadi pintu darurat untuk minggat dari bencana mengingat—manis pahit asam asin atau hambarnya (pernah) bersamamu.
4
Seandainya bagimu memang tak ada yang istimewa di antara kita, aku akan tetap iman pada banyak hal indah yang layak dicatat: entah akan cacat atau tidak, sungguh itu bukan wilayah kita.
Bukankah memang segala yang “akan” itu memang wilayah Tuhan?
Yogyakarta, 2020.