Lelaki yang Membenci Wajah
Cerpen
Kutipan Cerpen Lelaki yang Membenci Wajah
Karya ariqyraihan
Baca selengkapnya di Penakota.id

Apa gunanya wajah jika hanya menjadi siluet kemunafikan?



Pada suatu waktu, Nizam mempertanyakan Tuhan mengapa dia diberi wajah. Alasannya sederhana, jika memang dia diberi wajah untuk bisa menarik perhatian wanita, dia akan bersyukur. Jika dia diberi wajah agar orang-orang tahu Nizam adalah seorang yang baik hati tanpa berbuat suatu kegiatan amal, dia akan bersyukur. Tapi kali ini, Nizam muak jika semua orang berpaling darinya.



Dua hari yang lalu, Nizam mendatangi Lasri. Gadis desa yang menjadi incaran semua lelaki yang ada di sini. Badannya aduhai, Nizam selalu menelan ludah ketika dia lewat. Matanya biru walaupun kulitnya sedikit legam. Rambutnya panjang dan sedikit ikal. Sesepuh bilang, tiga puluh tahun lalu pernah ada beberapa orang asing, berbahasa asing pula, dan berkulit putih tinggal di sini.



Katanya, mereka hendak mengajarkan sebuah bahasa baru. Entahlah apa itu. Namun kegiatan itu urung dilakukan, alih-alih
mereka memohon tinggal di sini untuk beberapa bulan. Pada suatu waktu, seseorang di antara mereka yang paling tampan jatuh cinta pada seorang gadis di desa ini. Mendengar kisah itu Nizam tergelak. Mana ada orang asing bisa menyukai gadis desa ini.



“Hai, Lasri. Mau ikut ambil air ke sungai? Aku butuh teman,” ucap Nizam.



Lasri menatap Nizam dengan enggan. Gadis itu sedang memeluk ember berisi kain cucian.



“Tidak, kau pasti ingin memerkosaku.” Lasri berlalu tanpa memperhatikan Nizam. Siapa pun saat ini pasti menghindari wajah Nizam. Kebanyakan dari mereka takut.



Dan ucapan itu membuat Nizam naik darah, tapi kemudian dia memilih bersabar. Lasri adalah gadis yang dicintainya. Apa yang dia lakukan tiga tahun lalu memang sebuah kehinaan, tetapi Lasri terus mengingatnya hingga kini. Kenangan yang sampai kapan pun takpernah dilupakannya. Nizam kembali teringat cerita sesepuh.



Kata Sesepuh, ia pun tidak tahu soal kisah percintaan terlarang itu. Warga desa terlampau senang dengan kehadiran orang-orang asing itu dan mereka tidak acuh pada sebuah titik mati; percintaan orang asing dan gadis desa ini. Peraturannya jelas, desa Nizam yang terletak jauh dari hingar bingar kota, melarang untuk adanya pernikahan di luar desa. Mereka hanya boleh saling menikah jika sama-sama penduduk desa ini. Jelas- jelas apa yang mereka lakukan salah. Tetapi keduanya tak acuh.



Cinta adalah segalanya. Mengusir titik buta dari sebuah kesempitan pikiran demi ruang rasa yang luas. Bukan begitu? Kata Sesepuh mengutip perkataan gadis itu.



Sampai-sampai Sesepuh menemukan mereka sedang bercinta di dalam rumah milik gadis itu pada suatu malam, dan ia marah besar. Keesokan harinya dia mengusir para orang asing itu, dan bersumpah takkan ada satu pun dari mereka dan kaum sejenisnya bisa menginjakkan kaki di tanah ini. Lalu gadis desa itu hamil dan akhirnya melahirkan seorang gadis, yang kemudian dikenal sebagai Mirnah, kakak kandung Lasri.



Nizam membayangkan bagaimana rasanya berbuat sesuatu hal yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah menikah itu. Dia membayangkan jika dia melakukan itu dengan Lasri. Dan kemudian pantulan wajahnya di sungai membuyarkan lamunannya itu.



***

Tiga tahun lalu, Nizam adalah seseorang yang dipandang di desa. Wajahnya adalah impian para kembang desa, badannya tegap dan tangguh, semua wanita menyukai Nizam. Orangtuanya sudah meninggal, dan atas dasar adat desa yang menghormati orangtua Nizam sebagai Sesepuh, tepat ketika Nizam berusia dua puluh satu, dia menjadi salah satu anggota dewan desa. Tugasnya pun sederhana, mengatur keuangan yang berasal dari penggarapan tanah desa itu.



Selain hasil kebun, desa Nizam terkenal dengan aturan- aturan tradisionalnya yang melindungi harga diri penduduknya. Jika ingin uang maka berusahalah dan jadi jujur, jika ingin bercinta maka dekati dan dapatkan persetujuannya untuk menikah. Jangan sampai, sekalipun seorang tersohor punya kuasa, dia bisa bebas berbuat kehendaknya.



Nizam berbeda dengan penduduk lainnya yang minim pengalaman hidup di luar desa. Karena merantau bukanlah kebiasaan dari mereka. Hanya saja, ayah Nizam yang dulunya Sesepuh desa selalu percaya bahwa dunia di luar sana sangatlah bebas dan luas.



Nizam seorang yang cakap. Berbekal tiga tahun tinggal di kota besar sebagai buruh, Nizam mencoba menerapkan ilmu- ilmu yang sudah didapatkannya. Tapi di balik itu, Nizam sangat menyukai kebebasan hidupnya. Lelaki itu seorang pembelajar ulung. Dia selalu mengikuti atasannya yang kerap mengunjungi kelab malam dan menggandeng seorang gadis ke luar kelab, entah ke mana.



Nizam suka keluyuran malam hanya untuk mengamati. Setelah dua tahun hidupnya menjadi lebih baik. Dia naik jabatan. Dan sekarang, dia pun melakukan hal yang sama seperti atasannya. Persetan dengan harga diri, selama bisa menikmati hidup, ujar Nizam.



Setelah kembali karena orangtuanya meninggal, Nizam masih suka membawa kebiasaan barunya itu. Nizam seringkali
menjebak gadis-gadis yang menyukainya untuk memuaskan hasrat dirinya. Tidak ada yang tahu. Nizam mengancam jika ada yang membocorkan, dia akan membunuh mereka. Itu yang dia pelajari dari atasannya di kota dulu.



Hingga akhirnya, seseorang sudah muak acap dijadikan mainan oleh Nizam, dia nekat melapor pada Sesepuh. Tak disangka oleh Nizam, dia kedapatan sedang mempermainkan seorang wanita lain di tengah hutan. Sesepuh marah besar.



Desa tak menoleransi. Nizam dihukum cambuk di hadapan warga desa. Nizam menangis. Nizam malu. Seorang Nizam berubah seperti bayi yang rapuh! Rasa sakit yang taktertandingi membuat Nizam ingin mati saja karena tidak mungkin dia pergi. Pada saat itulah, Nizam kemudian merobek wajahnya sendiri.



***



Nizam mengambil sebuah pisau dari dapur miliknya dan bergegas ke danau di sisi kiri desa. Dia membuhul kail pancing di punggung, dan meletakkan pisau itu di saku celananya. Di danau takjauh dari belakang rumahnya, Nizam memancing beberapa ikan. Menyeruak ilalang, lalu mengambil ember berisi umpan yang sudah disiapkan tadi malam.



Di sana ada pantulan wajahnya. Rusak. Hidung yang bengkok, mata sedikit juling, dan wajah acak-acakan, benar- benar membuat sesiapa pun tidak aneh untuk menghindari wajahnya. Selalu ada emosi yang memanjat di tebing hatinya,



karena Lasri kian membencinya, walaupun kejadian tiga tahun silam yang membuat dia selalu membakar dadanya setiap kali bertemu Nizam.
Tidak ada lagi Nizam yang dipandang desa. Karena tindakan buruknya itu, Nizam dicopot dari posisinya sebagai anggota dewan. Nizam pun mendatangi satu per satu rumah warga untuk meminta maaf. Dia mengaku jika kehidupan kota dulu turut memengaruhi kebiasannya. Dia melihat apa yang atasannya acap lakukan. Walaupun buruh, dia tahu segalanya. Itulah Nizam.



Warga desa hanya diam saja. Mereka masih menganggap Nizam sebagai seorang monster. Ya! Nizam adalah monster dengan wajah seperti itu dan perbuatannya. Mereka hanya mengiyakan dan tidak benar-benar tulus memaafkan. Sejak saat itu Nizam memutuskan untuk membunuh rasa malunya dan kemudian hidup selaiknya dia dulu, takpeduli seperti apa reaksi penduduk desa padanya.




Kejadian tiga tahun lalu tak pernah bisa hilang dari pikiran Nizam. Kejadian itu terus menghantuinya. Apalagi kemudian dia menyukai Lasri. Dan hal ini sungguh mustahil. Gadis yang Nizam permainkan ketika tertangkap basah itu adalah kakak kandung Lasri sendiri: Mirnah. Gadis itu kini sudah dinikahkan dengan lelaki dari desa lain. Semua gadis yang dipermainkan oleh Nizam, tujuh orang, diberi pengecualian adat demi menyelamatkan hidup mereka.



Tidak ada lelaki di desa ini yang mau menerima gadis yang pernah digunakan Nizam. Bagi ketujuh gadis itu, Nizam sudah menghancurkan hidup mereka. Tinggal jauh dari desa mereka sendiri dan kemudian menghabiskan sisa hidupnya dengan bayangan masa lalu.



Nizam memindahkan pandangannya dari pantulan di air ke pisau dapur yang meletak di sampingnya. Terbesit sesuatu pikiran di kepalanya. Kemudian Nizam menampar pipinya sendiri, menepis pikiran-pikiran aneh, lalu kembali melanjutkan kegiatan memancingnya.



Setelah satu jam, Nizam beranjak dan kembali ke rumahnya. Dia memasak ikan itu dan menyantapnya dengan lahap. Sobekan demi sobekan pada daging lembut itu. Dengan cara seperti itulah dia bisa bertahan hidup. Dia tak bisa meminta tolong kepada orang lain. Siapa yang mau bertemu dengan seseorang yang wajahnya sudah tak keruan?



***



“Lasri, jangan menghindar dari aku terus, dong!”



Nizam berusaha mencegat Lasri yang baru saja tiba dari hutan membawa beberapa batang kayu. Dia tahu gadis itu mungkin tidak akan mencintainya, tapi Nizam terus mencoba. Lelaki itu bisa membayangkan bagaimana tubuhnya kelak berada di atas tubuh gadis itu.



“Aku tidak mau dicambuk karenamu!” ketus Lasri, meletakkan kayu itu di depan rumahnya. Hari ini terik karena sudah siang. Dia tak mau menatap Nizam.



“Aku sudah berubah, Lasri, hei, mengapa kamu tak mau melihatku? Kamu terus melakukannya selama tiga tahun ini.”



“Pergi sana, biadab!”



“Aku mencintaimu, Lasri!’



“Dasar munafik. Kau hanya ingin tubuhku! Itu saja!” Nizam terdiam. Lasri ada benarnya. Tetapi, lebih dari itu.



Dia benar-benar mencintai gadis itu. Mata hitam Nizam berkilat-kilat. Lasri tidak pernah memaafkan Nizam karena Mirnah memutuskan bunuh diri setelah tahu akan dikeluarkan dari desa, tepat satu hari sebelum pernikahannya itu. Hanya Lasri yang dimilikinya di hidup ini. Mengakhiri hidup lebih baik daripada menjalani hidup tanpa bisa melihat Lasri lagi.



“Aku benar-benar mencintaimu, Lasri! Sampai kapan kau mau membenciku? Aku akan melakukan apa pun untuk itu.”



“Kembalikan kakakku! Dan kauenyah dari desa ini!” suara Lasri kian meninggi. Desa sedang sepi. Hanya mereka berdua yang berdiri di dekat jantung desa. Rumah Nizam terletak di pinggiran desa.



“Kau tahu itu tidak mungkin. Dan aku sudah menyesali perbuatan itu. Kaupikir seperti apa rasanya penyesalan? Aku
merobek wajahku untuk itu! Aku merobek wajahku untuk membuang semua masa lalu dan menjadi orang yang baru, Lasri! Okelah aku memang menginginkan tubuhmu, tetapi karena aku mencintaimu. Dan kakakmu ....”



Lasri kini berangsur mulai mencoba menatap Nizam. Napasnya sedikit tersengal dikejar emosi dan ada bulir air mata sedikit meluap di celung matanya.



“... aku mencintai kakakmu, Lasri. Kami menjalin hubungan yang ... tetapi, suatu waktu dia berubah pikiran dan aku marah ... dan orang lain yang pernah menjalin hubunganku tidak suka dan dia akhirnya melaporkan kami. Mirnah melakukan apa pun untuk mempertahankan hidupnya di situasi itu. Demi terus bersamamu, Lasri!”



“Kau bohong!”



“Ayo hidup bersamaku dan aku akan menebus semua kesalahan masa laluku.”



“Enyah saja kau munafik biadab!”



Lasri pergi meninggalkan Nizam dengan air mata berjatuhan mengaliri pipinya. Nizam mematung saja sampai Lasri menghilang dari pandangannya. Kemudian dengan wajah merah padam dia pergi.



***



Bagi warga, hukum cambukan dan robekan wajah Nizam sudah cukup bagi mereka untuk percaya jikalau Nizam sudah bisa berubah setelah tiga tahun. Tetapi di beberapa benak warga, tidak. Terutama orangtua dari gadis-gadis yang dulu pernah menjadi korban Nizam. Termasuk Lasri. Dia tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi pada kakaknya.



Di suatu malam, Lasri seperti tidak tenang. Dia baru saja bertemu dengan Nizam dan menyebut lelaki itu seorang munafik. Merobek wajah tidak semerta mengubah kenyataan bahwa Nizam adalah jelmaan iblis. Di depan orang banyak, dia tampak lelaki tampan dengan ilmunya yang luar biasa. Sementara di baliknya, Nizam adalah iblis yang merenggut nyawa.
Terdengar suara berisik di luar rumah Lasri. Dia meraih pisau di dapur dan perlahan membuka pintu. Pandangannya gelap, hanya ada penerangan dari beberapa lampu di sekitar rumah Lasri. Jantungnya berdegup kencang. Dengan ragu Lasri melangkahkan kaki keluar dan memeriksa keadaan sekitar.



Pelan ... pelan ...



Lasri menengok ke kiri dan kanannya tidak ada apa-apa.



“Mmph ....” seseorang mendekap Lasri dari belakang dan menutup mulutnya dengan sebuah kain. Lasri meronta-ronta tapi orang itu lebih tangguh darinya. Dia pun sekuat tenaga
menahan diri tapi gagal. Lasri tahu malam ini bisa saja dia mengalami kejadian serupa kakaknya dulu.

“Mmph ....” Lasri terus mencoba melepas bungkaman mulutnya, namun tenaga Nizam masih terlalu kuat dibanding tubuh kurus nan lemahnya itu. Entah apa yang dipikirkan Nizam. Matanya memerah, memperkeruh air wajahnya. Mungkin kini iblis menguasai dirinya. Lasri terus berontak, sempat sedikit terlepas, namun dengan sigap Nizam menangkapnya lagi. Lelaki itu membawa Lasri yang masih berontak dari rumahnya, menghilang ke dalam pekatnya kegelapan dalam hutan.



Lasri mencoba lagi untuk memukul-mukul siapa pun orang yang mendekapnya ini tetapi sia-sia. Yang dia bisa lakukan hanya mengingat jalan, berjaga-jaga dia nanti bisa kabur. Tetapi bagaimana caranya kabur dari seorang Nizam yang tubuhnya lebih besar dan kuat?



Karena terus berontak, Nizam membenturkan kepalanya ke batang pohon dan kemudian pandangan Lasri menjadi gelap hingga dia tak sadarkan diri lagi. Darah mengucur dari dahinya.



***



Beberapa hari kemudian, tersiar kabar mengenai hilangnya Lasri. Berbagai spekulasi bermunculan. Lasri hilang diculik jin, Lasri hilang diculik siluman buaya dan dikorbankan sebagai bagian dari ritual, atau ada yang bilang Lasri kabur. Tapi yang



paling kuat adalah Lasri kawin lari dengan Nizam. Atau Nizam memaksa Lasri kawin lari. Warga tidak memercayai ini tapi sepertinya harus.
Nizam menghilang bersamaan dengan Lasri. Desas-desus muncul sana-sini. Semuanya buruk. Semua orang tahu bagaimana Nizam memperlakukan kakaknya Lasri dan betapa besar dia mencintai Lasri itu sendiri. Sesepuh pun kebingungan. Namun yang tidak semua orang tahu adalah jika mereka mau menyeruak gugur dedaunan kering menuju tengah belantara, mereka akan menemukan sungai kecil.



Sungai itu meriak hingga ke sebuah hilir yang tenang. Di sana mereka akan menemukan seseorang, tepatnya tiga hari kemudian mereka menemukan seseorang. Disinyalir, seseorang itu sama seperti rupa Lasri. Hanya saja tubuhnya sudah pucat dan kaku. Ada bekas cabikan di bagian pipinya.



Hanya Nizam yang tahu apa yang terjadi dengan Lasri. Hingga cerita ini dibuat, tak ada seorang pun yang tahu keberadaan Nizam.
Bagi Nizam, wajah adalah sesuatu hal yang tidak diperlukan. Karena baginya wajah bukan identitas, tapi sebuah cerminan masa lalu yang ingin dihilangkannya. Nizam sudah menghilangkannya.



-END-

22 Jan 2019 18:03
264
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: