Otok dan Tiang Eksekusi
Cerpen
Kutipan Cerpen Otok dan Tiang Eksekusi
Karya dewarahwana
Baca selengkapnya di Penakota.id
Bagaimana rasanya mati di tiang eksekusi? Pertanyaan itu terus berkecamuk di kepala Otok. Bagaimana tidak, beberapa jam lagi ia akan dieksekusi. Dibayangkannya tubuhnya yang kurus itu tergantung-gantung di tiang eksekusi tepat di alun-alun kota. Ia tidak habis pikir, sebentar lagi kulitnya yang penuh borok, mukanya yang berjerawat, rambutnya yang gondrong tidak karuan akan menjadi tontonan warga kota tersebut. Namun, tidak lagi dalam kondisi sehat dan bugar melainkan sudah menjadi mayat.

Beberapa jam lagi sejarah baru kota tersebut akan tercatat dan Otok adalah sebab musabab sejarah itu tercipta. Ia akan menjadi manusia pertama yang tergantung di tiang eksekusi kota tersebut. Sebelumnya, tidak pernah ada warga kota tersebut yang dihukum mati. Hanya Otok seorang, di dalam hati tentu selain rasa takut dan panik yang hanya sedikit, ada banyak pula rasa bangga dalam diri Otok, dirinya yang selama ini selalu dicemooh, dihina, diejek, bahkan diludahi itu akan menjadi tontonan warga dan namanya akan tercatat di buku sejarah manapun. Otok tidak menyangka, hidupnya yang selama ini menyedihkan di akhir hayatnya malah sungguh membanggakan.

“Saudara Otok, sudah waktunya saudara akan dieksekusi. Apa saudara sudah siap? Kalau sudah, mari ikuti saya!” Suara yang gagah dan berwibawa itu seketika memecah keheningan dan lamunan Otok di sel penjara. Dari gelagat dan gaya bicaranya, sepertinya lelaki yang mengganggu lamunan Otok itu adalah petugas yang disiapkan untuk mengantar Otok sampai ke tiang eksekusi.

Sekadar informasi saja bahwa sel penjara tempat Otok selama ini ditahan sebelum eksekusi tidak begitu jauh dari alun-alun kota. Akhirnya, setelah merasa siap dan mantap, Otok pun mengikuti langkah lelaki tersebut, kedua tangan Otok diborogol jadi ia tidak leluasa menggaruk-garuk pantatnya yang terkadang suka gatal karena borok-borok yang bernanah dan menjijikan. Dengan pengawasan seadanya Otok digiring menuju tiang eksekusi. Ia hanya berjalan kaki dari sel penjara ke tiang eksekusi. Sesampainya di depan pintu gedung penjara, langkah Otok tiba-tiba terhenti. Otok takut. Kalian pasti berpikir Otok takut menghadapi kematiannya atau pun dicibir ratusan warga kota, kalian salah besar! Otok takut ketika ia keluar dari gedung penjara dilihatnya warga kota sepi alias tidak ada yang menyaksikan detik-detik kematiannya, itulah yang ia takuti. Otok merasa sia-sia mati jika tidak mendapat perhatian, karena selama ini dalam hidupnya ia selalu terkucilkan.

“Woi, goblok! Sudah mau mati bukannya cepat malah memperlambat, dasar bedebah! bikin susah saja!” Terdengar keras sekali suara petugas di belakang Otok menghardik. Berbeda dari petugas yang berwibawa tadi. Kali ini menurut pandangan Otok, petugas ini sangat kekanak-kanakan. Menurut Otok, petugas ini sepertinya habis dimarahi oleh kepala sipir atau pun dicerai istrinya sehingga marah-marah ke Otok adalah pelampiasan.

“Memang aneh-aneh saja petugas sipir di sini.” Gerutu Otok. Untunglah sebentar lagi Otok sudah tidak berurusan dengan mereka, karena ia sudah muak dengan berbagai tingkah aneh sipir dan napi di penjara ini. Pernah sekali waktu saat Otok masih mendekam di sel beberapa hari sebelum eksekusi ia melihat seorang sipir yang kerjaannya hanya tidur seharian, perutnya buncit, giginya tonggos, kepalanya besar, persis seperti di komik-komik karikatur. Setelah tau bahwa sipir tersebut ternyata menjaga tahanan kasus korupsi, Otok sudah tak heran. Ia paham betul, pantas saja perutnya buncit, pasti ia sering disogok dengan uang haram dan makan dari uang tersebut. Memang, bukan lagi rahasia umum kalau koruptor di kota ini sering berkeliaran keluar–masuk penjara seenak jidat mereka. Ada yang keluar penjara menonton pertandingan tenis, ada yang ke tempat prostitusi menyewa pelacur untuk memuaskan hasrat hewaninya, ada pula yang keluar penjara dan apes, yaitu sepeda motor yang dikendarai koruptor itu tidak sengaja malah menabrak tiang listrik dan membuat seluruh giginya rontok. Aneh memang, tapi kurang lebih begitulah penjara di kota ini dan walaupun tidak begitu lama, tapi Otok merasa gembira sekaligus bangga pernah menjadi bagian dari keanehan penjara tersebut.

Setelah cukup lama berdiri di depan pintu gedung penjara dan melamun membayangkan keanehan-keanehan penjara. Otok pun memberanikan diri melangkahkan kakinya keluar gedung. Ia berjalan dengan langkah mantap, matanya dipejamkan karena ia tidak berani menerima kenyataan kalau sampai tidak ada warga yang menonton saat-saat ia akan dieksekusi. Dada dibusungkan, lalu pantatnya menjorok kebelakang persis seperti bebek berjalan. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah. Hati Otok berdebar-debar, ia panik, keringat sebesar biji jagung mengucur dari seluruh pori-porinya bahkan kemaluannya pun sampai berkeringat. Setelah beberapa langkah keluar dari gedung, Otok mendengar sayup-sayup suara riuh ramai warga kota. Dengan perlahan ia buka matanya dan betapa terkejutnya Otok. Ia melihat ratusan bahkan ribuan. Ah, mungkin seluruh warga datang menyaksikan Otok. Ia sangat bangga dan terharu. Air mata tidak sengaja bercucuran membasahi pipi Otok. Ia tidak menyangka, ternyata ramai warga yang ingin menyaksikannya bahkan walikota pun ikut datang menyaksikan detik-detik kematian Otok. Ia merasa seperti artis papan atas ibu kota yang disambut para fansnya. Di samping kiri dan kanan Otok ramai warga yang ikut mengiringi jalan Otok dan kerennya ia berada di tengah-tengah menyusuri jalan menuju tiang eksekusinya. Persis seperti film-film Yunani atau Romawi kuno yang sering ditonton Otok. Namun, lain Otok lain pula warga kota. Semua warga kota yang hadir melihat air mata Otok mengira bahwa Otok menyesal dan sedih karena sebentar lagi akan dieksekusi mati. Kalimat-kalimat umpatan berulang kali terdengar dari mulut warga, tidak ada yang merasa simpati kepada Otok. Semua warga benci kepadanya. Bahkan, mereka menganggap lahirnya Otok merupakan kutukan bagi kota tersebut. Otok mendapat nominasi sebagai orang paling menjijikan di muka bumi, ia lebih menjijikan dari babi-babi yang berendam di lumpur atau pun pantat kera yang kemerah-merahan. Ketimbang mencium Otok, perawan-perawan di kota tersebut lebih memilih mencium anjing bulldog milik Pak Sukab yang terkenal dengan mukanya yang aneh dan air liur berceceran. Ya, begitulah warga kota, selalu membenci Otok, selalu menganggap Otok sebagai sebuah kutukan.

Setelah menyusuri jalan setapak menuju tempat kematiannya, Otok pun sampai. Ia tatap dalam-dalam tiang eksekusi tempat tubuhnya akan tergantung-gantung. Di benaknya ia bayangkan dirinya seperti Yesus yang perkasa menebus dosa-dosa umat-Nya, ia lihat pula dengan saksama tali tambang yang akan mengikat dan mencekik lehernya hingga tewas. Ia tidak dendam dengan semua itu. Otok menaruh hormat sebesar-besarnya dengan semua benda ataupun peralatan yang akan membunuhnya, selain karena benda-benda tersebut berjasa demi ketenaran Otok, benda-benda tersebut juga berjasa karena setelah sekian lama akhirnya dalam beberapa menit lagi Otok bebas dari rasanya sakit dihina dan dicaci-maki. Setelah puas melihat dan mencium aroma benda-benda tersebut, Otok tanpa disuruh algojo langsung tahu diri, ia mengalungkan tali tambang di lehernya yang penuh dengan borok dan bernanah. Sistem hukum mati di kota ini memang terkesan aneh dan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang disahkan internasional dalam menghukum mati seseorang. Hukuman mati di kota ini terkesan nyeleneh dan seenak jidat, persis seperti kelakuan para koruptor. Setelah mengalungkan tali tambang di lehernya, perlahan Otok naik ke kursi. Kalau kalian tidak tahu, cara hukum mati di kota Otok, persis seperti cara orang bunuh diri. Mula-mula narapidana dikalungkan sebuah tali tambang yang tebalnya bukan main, lalu menaiki kursi, setelah itu sang terhukum mati boleh menyampaikan sepatah-duapatah kata, jika dirasa sudah cukup barulah kursi diambil oleh seorang petugas dan tubuh sang terhukum mati akan tergantung-gantung dengan kayu yang menjulang tinggi sebagai penopang. Kalau kau masih bingung seperti apa, bayangkan saja Yesus di salib, kurang lebih begitulah Otok akan mati, hanya saja ia dijerat tali. Lalu, setelah terjerat tali dalam hitungan detik sang terhukum mati akan tewas tercekik dengan mata yang melotot seperti sedang menonton kucing kawin. Begitulah nasib Otok akan berakhir.

Otok tahu persis apa yang akan terjadi, tapi salah satu keinginan Otok adalah ia ingin mati dengan senyum dan mata tertutup. Ia ingin terlihat tampan dan menawan di depan ratusan warga yang menyaksikannya. Otok yakin betul, bahwa ia akan di foto oleh warga kota tersebut dan fotonya akan viral, jadi ia ingin terlihat menarik di akhir hayatnya. Detik-detik kematian Otok akan tiba, di atas kursi tersebut Otok memandangi seluruh warga kota, tidak pernah selama hidupnya ia berani menatap mata orang, baru kali ini saja. Dengan saksama ia lihat satu persatu warga kota, menyeluruh, hingga ke sudut-sudut tersempit sekalipun. Otok kaget, tidak dilihatnya Pak Sukab. Padahal, Otok ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Pak Sukab dalam pidatonya. Pak Sukab yang melaporkan Otok ke kantor polisi hingga Otok ditangkap dan dihukum mati seperti sekarang ini. Otok merasa Pak Sukab adalah pahlawan di hidupnya, Pak Sukab yang membebaskan Otok dari kejamnya kehidupan yang fana ini.

Kalau kalian belum kenal siapa Pak Sukab, baiklah akan aku ceritakan singkatnya siapa Pak Sukab dan bagaimana kronologi Otok bisa dihukum mati seperti sekarang ini. Pak Sukab adalah lelaki biasa, perawakannya biasa saja, tidak rupawan tidak pula jelek, hidupnya pun biasa-biasa saja, untungnya ia kaya raya. Selain harta, tak ada yang bisa dibanggakan ataupun diistimewakan dari Pak Sukab kecuali anjing bulldong kesayangannya. Anjing itu seringkali dibawanya jalan-jalan di pinggir pantai kota tersebut, Pak Sukab memang sangat menyukai senja di pantai saat matahari akan tenggelam. Walaupun umurnya sudah menyentuh kepala lima, tetapi jiwanya masih jiwa muda yang menyukai senja kemerah-merahan. Kembali ke anjing itu, sebenarnya yang jadi sebab-musabab Otok di hukum mati bukanlah Pak Sukab, tetapi anjing itu. Rumit memang kasus Otok, aku pun tidak tau mana versi yang paling benar, karena berita diolah dengan sangat buruk dan simpang siur di kota ini. Anjing itu berbeda, seperti aku singgung di atas, bahwa perawan-perawan di kota lebih memilih mencium atau bahkan bersetubuh dengan anjing itu daripada dengan Otok. Kalian tahu kenapa? Anjing itu dianggap sebagai juru selamat di kota ini! memang gila, memang nyeleneh, dan memang tolol warga kota ini. Tidak akan aku ceritakan kenapa anjing itu bisa dianggap sebagai juru selamat, karena aku pun muak dengan ketololan warga kota. Intinya, anjing itu adalah hewan yang paling dipuja dan dipuji seisi kota, nyawanya lebih berharga ketimbang nyawa walikota sekalipun. Selain dijaga Pak Sukab, anjing itu juga di jaga oleh PASPAMJING, tak perlu aku beri tahu, aku yakin kau pasti tahu apa kepanjangannya.

Nasib buruk sekaligus nasib baik bagi Otok pun datang. Di hari baik dan di bulan baik tiba-tiba saja anjing itu menghilang secara misterius. Tidak ada yang tau kemana perginya, ia hilang tanpa jejak. Seisi kota sibuk mencarinya, PASPAMJING habis dimaki-maki walikota dan Pak Sukab. Semua sibuk dan panik, kecuali Otok. Walaupun perawakannya yang buruk, tapi otak Otok adalah salah satu otak paling waras di kota ini. Cuma ia yang tidak peduli dengan anjing itu, cuma ia yang tidak peduli dengan juru selamat dan tetek-bengek-nya. Semua curiga dan heran melihat gelagat Otok yang santai-santai saja di saat semua orang sedang sibuk mencari sang juru selamat. Tapi, karena menuduh tanpa bukti juga adalah suatu kejahatan, akhirnya dibentuklah Tim Penyelidik Otok oleh pihak yang berwajib. Tugasnya apa? Tugasnya adalah menyelidiki setiap gerak-gerik Otok, mulai dari buang air besar hingga ia orgasme, semua diselidiki. Siapa tau Otok yang ternyata menculik atau pun membunuh sang juru selamat kota, batin Pak Sukab dan antek-anteknya.

Setelah beberapa hari ditelusuri dan diselidiki, tidak ada yang aneh dari Otok, ia tetap menjalani hari-harinya yang penuh hinaan seperti biasa. Tim Penyelidik Otok pun terpaksa dibubarkan karena hanya menghabiskan duit negara. Kerjanya tidak seberapa tapi gajinya ratusan juta. Walaupun Tim Penyelidik Otok sudah dibubarkan, Pak Sukab tetap yakin bahwa Otok yang menyebabkan anjing bulldong kesayangannya menghilang, ia teguh dengan pendiriannya. Setelah mengumpulkan bukti-bukti kuat, akhirnya Otok pun dilaporkan ke pihak berwajib oleh Pak Sukab. Dan yang menjadi bukti kuatnya adalah Otok memakan daging anjing. Pak Sukab memergoki Otok makan daging anjing dan mengabadikannya dalam foto. Bagaimana Pak Sukab tahu bahwa daging yang dimakan Otok adalah daging anjing? Entahlah, kalau membicarakan semua ini sama anehnya dengan polisi yang menerima laporan tersebut dan hakim yang menghukum Otok dengan hukuman mati. Mungkin, para aparat disogok oleh Pak Sukab yang muak melihat Otok tidak ikut mencari anjing kesayangannya lalu menjadikan Otok sebagai kambing hitam dalam drama pencarian sang juru selamat, tapi, ini hanya sebatas mungkin. Aku tidak berani menuduh Pak Sukab yang bergelimang harta, bisa-bisa aku yang kena berikutnya.

Setelah melewati drama panjang dan tidak ada habisnya, akhirnya Otok ditangkap dan bersiap untuk di hukum mati seperti yang aku ceritakan di atas. Kembali ke Otok yang sedang berdiri diatas kursi dan siap tercekik oleh tali, ia kembali memperhatikan sekelilingnya, mencari-cari Pak Sukab, orang yang paling dibanggakan dan disayanginya. Sayang sekali, di saat-saat terakhirnya, Pak Sukab tak menyaksikan. Otok yang sudah menulis, mencatat dan menghafal naskah pidatonya seketika tidak punya gairah dan gelora untuk menyampaikannya. Ia rasa percuma, karena disana tak ada Pak Sukab.

“Sebelum aku mati, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih pada Pak Sukab. Terima kasih sudah membebaskanku dari pahitnya hidup dunia, terima kasih sudah membuatku jadi pusat perhatian, terima kasih untuk segala-galanya. Sebentar lagi aku bertemu Tuhan dan akan kusampaikan padaNya bahwa ada orang yang sangat baik di dunia, yaitu Pak Sukab. Sampaikan salamku pada Pak Sukab. Salam damai, Otok.” Kurang lebih begitulah kata-kata Otok, ia mati tanpa mengucapkan ayat-ayat suci atau teriakan-teriakan keagamaan lainnya, ia hanya berterimakasih pada seseorang yang sudah menolongnya. Ia bersyukur, bisa mati dengan bahagia.

Otok mati. Tubuhnya tergantung-gantung di tiang eksekusi. Matanya terpejam, bibirnya tersenyum, sempurna. Kematian Otok disambut gegap gempita kebahagiaan warga kota, Otok yang diyakini sebagai pembunuh juru selamat mereka akhirnya tewas juga. Semua bersorak-sorai, meniupkan terompet-terompet, meledakkan mercon-mercon, sejalan dengan kebahagiaan itu tiba-tiba saja hal mengejutkan terjadi.

“Sang juru selamat kembali! ia masih hidup!” terdengar suara teriakan salah seorang warga ditengah keramaian sambil menunjuk-nunjuk ke arah belakang tiang eksekusi Otok.

Semua kaget, semua terpana, semua melongo. Tidak ada yang menyangka bahwa sang juru selamat masih hidup, mereka salah menduga tentang Otok. Anjing itu entah dari mana, kapan dan siapa yang membawanya tiba-tiba muncul dari belakang tiang eksekusi Otok dengan air liurnya yang berceceran kemana-mana. Ya, terkadang Tuhan memang suka menghadirkan lelucon-lelucon dalam kehidupan, semua warga tertawa bahagia melihat sang juru selamat kembali sekaligus menertawakan ketololan mereka mempercayai Otok sebagai dalang menghilangnya sang juru selamat. Semua tertawa, kecuali Otok yang sudah terbujur kaku menjadi mayat.

Pertanyaannya adalah, di mana Pak Sukab? Mungkin, ia sedang duduk-duduk santai di tepi pantai melihat senja kemerah-merahan ditemani siluet-siluet batu karang dan burung camar beterbangan sambil membayangkan bagaimana proses eksekusi hukum mati anak haramnya hasil hubungan gelap dengan pelacur. Anak itu tidak dianggap dan dibuang dari bayi. Ia muak dan akhirnya mengkambinghitamkan anak itu agar dieksekusi mati.

Ya, begitulah. Terkadang Tuhan memang suka bercanda. Maha benar Tuhan dengan segala candanya, maha salah manusia dengan segala ketololannya!

Bogor, 2018
(Cerita untuk SGA dan Agus Noor)

04 Jun 2018 13:22
256
Bogor, Jawa Barat
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: