Kisah Gadis Bernama Kia dari Utara
Cerpen
Kutipan Cerpen Kisah Gadis Bernama Kia dari Utara
Karya hilmanhar
Baca selengkapnya di Penakota.id

Kia berlari, dari dahinya terdapat darah yang mengucur seperti dari lubang keran bocor membasahi pipi. Gadis empat belas tahun itu menjerit meminta pertolongan. Hanya saja tidak ada seorangpun selain dia di tengah gang itu. Setelah merasa semakin jauh dari bahaya. Si malang itu bersembunyi.  Dengan amat ketakutan Kia berjongkok memeluk lutut di sebelah tank sampah. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hidup. Tatapan kosong dan air mata yang tidak mau berhenti mengalir di pipinya berlomba-lomba dengan kucuran darah.


Bagaimana tidak, Kia lari meninggalkan seorang wanita yang sengaja mengorbankan dirinya sendiri. Rela dijamah dan direnggut kehormatannya demi melindungi putri tercinta. Dengan dress kuning lusuh gadis itu tidak henti-henti memikirkan nasib ibunya. Dingin dan gelapnya malam menyelimuti Kia. Tanpa sadar dia tertidur dengan posisi yang tidak berubah.


Anak-anak sekolah mengayuh sepeda kencang. Mereka melintasi jalanan yang becek kemudian menghasilkan cipratan yang mengenai Kia.. Sontak saja gadis itu terbangun. Kia menatap langit. Pagi datang dan dia berhasil melewati malam yang kelam. Sementara itu gadis malang itu terpikir kembali tentang ibunya. Dia kemudian berlari mendatangi rumah. Berharap menemukan dan mengetahui kabar terbaik. Gadis itu sadar wajah penuh darah yang mengering dan dress kuning lusuhnya mengundang banyak perhatian.  Kia tidak peduli dan terus berlari sambil mengingat-ingat kejadian semalam.


***


Di negeri Bambu Kia tidak memiliki siapa-siapa selain ibu tercinta dan paman Zing yang telah menolongnya. Dia dan Ibunya lari dari Utara, Negara asal mereka. Dia lari karena Negara mereka bukanlah sebuah Negara yang dimana rakyatnya diberi kebebasan hidup. Rumah yang seharusnya disebut rumah oleh Kia justeru terasa bak penjara. Bahkan lebih parah lagi sampai-sampai tatanan rambut pun harus dibuatkan peraturan.


Segelintir orang yang memiliki keberanian memutuskan untuk lari. Bertebaran mencari perlindungan ke negara-negara tetangga. Status mereka adalah pengungsi yang dianggap imigran ilegal. Alasannya karena negara itu tidak sedang dalam konflik peperangan ataupun masalah ekonomi. Utara adalah negara dengan pemerintahan yang mengharuskan warganya agar taat dan tidak melirik keluar. Pemimpin mereka menganggap dirinya Tuhan dan rakyat harus mematuhi segala perintah yang telah ditetapkan. Itulah masalah utama Amami membawa Kia pergi.


Warga tertekan utara umumnya tertekan karena tidaak ada internet, siarn berita luar negeri, baju-baju modis, bahkan di Utara diwajibkan hanya melihat saluran TV milik pemerintah saja. Pekerjaan dengan sistem perbudakan yang kental. Makan sekali sehari tidak jarang mereka lakukan untuk mencukupi pengeluaran dari hasil gaji. Siapa sangka ternyata Negara dengan lambang bintang merah merupakan pencitraan dari darah dan kesengsaraan warganya.


Ibu Kia berencana untuk lari dari Utara menuju negeri Bambu.


“Apa yang terjadi, Mom?” Tanya Kia yang kebingungan saat melihat ibunya sibuk berkemas.

“Cepat kemasi barang-barangmu!” Perintah Amami.

“Kita akan pergi kemana?” Kia tetap penasaran.

“Cepat! Waktu kita tidak banyak” sambil melempar tas ransel kearah Kia.


Dalam keadaan bingung Kia mengambil ransel dan menuruti perintah. Sedikit pakaian yang ia bawa. Dia tidak tahu bahwa Amami akan membawanya jauh. Wanita empat puluh tahun itu ingin segera pergi sebelum mata-mata pemerintah memergoki mereka berdua.


Warga yang memiliki keberanian sudah berencana melakukan hal yang sama dengan apa yang Amami lakukan. Hal ini mendasari keberanian Ibu single parent ini untuk pergi. Tanpa suami tidak menjadikannya lemah dan pasrah dengan keadaan. Dia tidak mau melihat gadis kecilnya menderita di kampung halamannya sendiri. Dia bertemu dengan teman lama ayah Kia. Dia adalah Zing, seorang nelayan dari negeri Bambu yang sering menepi di pantai sebelah selatan. Disana tidak banyak polisi atau mata-mata pemerintah. Sehingga bisa dibilang lubang kecil yang terlupakan.


Zing menunggu Amami dan Kia di atas kapalnya. Amami menyelinap di malam hari. Jarak dari rumah menuju pantai sekitar empat kilometer. Amami harus berlari agar mempercepat waktu keberangkatannya.


“Mom, aku tidak kuat lagi untuk berlari” keluh Kia yang kelelahan.

Amami pun merasakan hal yang sama. Akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat sejenak. Beberapa saat kemudian ada sorot lampu mobil yang berjalan kencang melintas di hadapan mereka. Amami terkejut setelah melihat bahwa itu adalah mobil patroli polisi. Dia bangkit dan menggendong Kia di punggungnya. Berlari kembali menyusuri jalan sepi.

beruntunglah tidak sampai terlihat hingga mereka sampai. Ibu Kia langsung mendatangi Zing yang sejak tadi sudah bersiap-siap di kapalnya.


“Kalian sudah siap?” Tanya Zing.

“Siap!” Jawab Amami yang hampir kehabisan nafas.


Kia hanya menatap curiga ke arah Zing.


Zing menyadari tatapan Kia. “Hi, cantik! Aku Zing teman baik papamu” Dia mencoba menghangatkan suasana. Memperkenalkan dirinya kepada gadis cantik itu.


“Paman kenal papaku darimana?” Tanya Kia.

“Ceritanya panjang, sebaiknya kamu makan dan minum dulu” sambil menyodorkan sepiring nasi dan ikan bakar serta air minum. “Paman ingin mengangkat jangkar dulu. Setelah itu kita berangkat pergi dari Utara menuju Negeri Bambu.

“Baiklah. Kebetulan aku lapar” Menyeringai.


Amami tersenyum melihat anaknya tidak kehilangan semangat setelah diajak lari tanpa tahu arah tujuan. Setelah sampai di negeri Bambu. Zing menyewakan rumah untuk mereka berdua. Ironis, mereka bertetangga dengan pria yang terkenal suka menjual wanita. Keluar dari kandang singa masuk kelubang buaya. Itulah yang dialami oleh mereka. 


Seorang Pria paruh baya mengawasi Kia setiap saat. Gerak-geriknya membuat Kia merasa terancam. HIngga di suatu malam pria bejat itu menjalankan rencana jahatnya. Dia mengetuk pintu dan berpura-pura meminjam sendok kepada Kia. Sementara Amami saat itu sedang keluar untuk membeli sayuran. Setelah pintu terbuka dari dalam Pria itu seketika masuk begitu saja sehingga membuat dahinya terluka cukup lebar dan Kia terpelanting cukup jauh dari pintu. Dalam keadaan seperti itu Kia merasakan bahwa dia tidak lagi bisa berbuat apa-apa. Kia hanya mampu menangis memanggil-manggil Amami.


Tidak lama kemudian Amami datang, langkah pertama yang Amami lakukan adalah melempari pria itu dengan sayuran yang ada di tangannya. Kemudian menyuruh Kia untuk lari sejauh-jauhnya. Untuk sesaat Kia merasa bahwa lari meninggalkan Ibunya sendirian bukan hal yang benar. Tapi Amami terus meneriakinya untuk pergi sehingga Kia tidak punya pilihan selain menuruti perintah Amami.


***


Sampailah Kia di ambang pintu. Kejadian semalam membuat dia takut untuk membuka. Memori itu menyisakan bekas mendalam. Saat melihat keadaan dia tidak lagi menemukan sosok ibu di sana sorot matanya kembali redup. Pipinya kembali basah. Tiba-tiba seseorang dengan bau alkohol yang menyengat memeluknya dari belakang. Kia terkejut setelah tahu bahwa pria itulah yang mencoba memperkosanya semalam. Gadis itu ketakutan. Tetapi bagi pria hidung belang itu. Dia adalah mangsa yang empuk.


Kia tidak bisa lari lagi seperti sebelumnya. Dia terjebak di rumahnya sendiri tanpa Amami. Gadis itu berteriak sekencang-kencangnya dan berlari menuju dapur. Sedikitnya dia tahu apa yang harus dia lakukan. “Membela diri”. Dia mengambil sebilah pisau. Dia menghampiri pria tersebut. Untungnya Si hidung belang itu dalam keadaan mabuk, sehingga dia tidak memiliki pertahanan yang cukup ketat.


“Dimana ibuku?” Bertanya Kia sambil dengan sengaja menusukkan pisau itu ke perutnya.


Pria itu terkapar sambil tertawa. Kia kembali menusuknya dan menanyakan hal yang sama. Sampai lima kali tusukan hingga tewas tapi tak ada jawaban yang didapat. Teriakan Kia direspon warga. Sayangnya yang mereka lihat adalah mayat dan pisau. Gadis cantik itupun ada dalam tahanan polisi. Pihak keamanan meminta keterangan dari Kia. Ada dua orang petugas yang mengerti bahasa Utara. Mereka berjanji akan menyelidiki kasus ini. Mereka sementara menempatkannya sebagai saksi.


Tiga hari Kia berada dalam sel. Berduaan dengan perasaan rindu terhadap sosok ibu. Kantung matanya yang hitam menandakan dia sering menangis. Kedua polisi yang menjaganya, bergantian menghibur Kia. Mereka bertanya juga tentang orang yang dia kenal.


“Paman Zing” jawabnya.

“Baiklah nanti kita akan carikan paman Zing untukmu.”

“Kapan aku boleh keluar?” Tanya Kia.

“Sesegera mungkin kami akan memulangkanmu ke Utara”

“Tapi bagaimana dengan ibuku?”

“Tenang, kami juga akan mencarinya”


Di belakang Kia, kedua polisi itu membicarakan Amami. Berdasarkan penyelidikan bahwa pria itu telah menjual ibunya ke tempat prostitusi dengan harga dua ratus dollar. Polisi sengaja menyembunyikan kabar ini dari gadis itu. Bertujuan untuk menjaga perasaannya. Kia akhirnya dikembalikan ke negeri Utara.  Dengan dijemput oleh kedutaan Negara tersebut.


Bencana lain justeru lebih mengerikan ketimbang harus mengetahui ibunya menjadi pelacur di tempat prostitusi. Kia dinyatakan sebagai buronan Negara dan divonis hukuman mati oleh sebab tuduhan pemberontakan atas kebijakan presiden.  

            

Dari negeri Bambu dia langsung dibawa ke hadapan presiden untuk menjalani hukuman. Tangan gadis empat belas tahun itu diikat dengan tali di belakang mobil sementara dia di luar sambil berjalan. Presiden bertubuh gempal, cepak, mengendarai mobil dengan perlahan. Dengan tubuh telanjang bulat, Kia harus berjalan agar tidak terseret. Sayang, monster itu semakin lama semakin mengencangkan laju mobil. Malang, Si cantik tidak mampu bertahan. Tubuhnya terseret hingga kulit gadis cantik itu terkelupas. Dia berteriak kencang. Meski begitu rasanya Kia sudah mati sebelum menjalani eksekusi ini. Dia telah kehilangan ibu dan masa kecilnya. Dia benar-benar sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Warga hanya mampu menontonnya dan bertepuk tangan dengan terpaksa. Karna peraturan mengharuskan begitu. Kalau kedapatan ada yang tidak menepukkan tangannya. Sniper siap membuat lubang di kepala orang tersebut.


Setelah mendengar Kia kembali ke negeri Utara. Zing menyusul dan mencari ke kota. Bak ombak yang pecah menerjang karang. Zing menemukannya sedang berlumuran darah diseret dengan mobil menuju ke tempat eksekusinya. Pria itu juga menyaksikan bagaimana kepala putri sahabatnya tertembus peluru. Mayat gadis itu tergeletak tanpa pakaian sehelai pun akan tetapi seluruh badannya seolah mengenakan pakaian berwarna merah karena darah. Tidak ada perlakukan layaknya manusia. Dibiarkan dan dijadikan tontonan oleh warga sekitar.


            Monster gempal itu sengaja melakukan hal itu agar tidak ada lagi pemberontakan atas kekuasaannya. Sayang dia salah besar. Lubang kecil di Negara itu justeru membawa kehancuran. Zing pulang dan mengabarkan berita ini kepada pemerintah negri bambu. Tidak hanya sampai disitu saja. Pemerintah negeri Bambu itu merespon dengan duka. Komnas HAM pun ikut serta menyatakan kesedihan Kia kepada dunia. Aktifis-aktifis-nya kini menyuarakan keadilan bagi Kia bukan lagi untuk para gay dan kaum lesbian. Kia mencuri perhatian dunia untuk Negara Utara. Warga merasa memiliki kekuatan dan dukungan penuh. Hingga langkah kudeta Pun terjadi.


            Kisah Kia mencuri perhatian dunia. Semoga saja setelah ini mereka menemukan pemerintah yang baru dan lebih baik dari sebelumnya dan tidak ada lagi Kia-kia yang lainnya.


01 Nov 2022 10:30
67
4 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: