Ber-plesiran
Cerpen
Kutipan Cerpen Ber-plesiran
Karya ichsannurseha
Baca selengkapnya di Penakota.id



Minggu tiba. Di saat orang-orang rumah seperti Bapak, Ibu, dan Adik bersiap-siap untuk pergi berlibur dan bersantai di bawah naungan cuaca yang cantik, Lopis masih terkapar di kamarnya. Kebiasaan ini memang selalu demikian adanya.





"Pisss...Ibu, Bapak, dan Adik kamu ini berangkat yaa" teken suara Ibu yang nyaring di hadapannya.




"Iyaaa, Bu. Opis kan biasa kalau minggu ya pasti jaga rumah, hoooaamm..." tanggap Lopis yang masih dalam posisi nyamannya.




"Kunci Ibu taro di tempat yang biasa, Piss!!"




"Iya, Buuu"




"Nanti kalau bangun jangan lupa bersih-bersih rumah, Piss!!"




"Iyaaa, Ibuuu!!!"




Kemudian pintu ditutup dengan dentuman yang lumayan keras. Lopis dikunci dari luar rumah, dan Ibunya pun seperti biasa meletakkan kunci yang lain untuk Lopis di sekitar gantungan baju.




**




Sekitar jam 12 siang, saat matahari sedang tepat bertengger pada posisinya, akhirnya Lopis terbangun. Kemudian dengan cekatan ia rapihkan segala bentuk yang tidak pada tempatnya; merapihkan rumah beserta isi kamarnya, mencuci piring, menyapu lantai rumah, kemudian mengepel lantainya. 




Meskipun Lopis termasuk pemuda yang malas, tetapi apa saja yang datang dan lahir dari perkataan Ibunya, Lopis tidak akan bersikap setengah hati dan segan-segan melenyapkan dan menundukkan rasa malasnya itu untuk melaksanakan apa-apa saja -- yang semuanya berasal dari perkataan Ibunya. Baginya, seorang Ibu merupakan manusia luhur yang diturunkan oleh Tuhan langsung ke bumi, sehingga secara tidak langsung seorang Ibu bagi Lopis ialah wakil dari suara Tuhan itu sendiri. Apabila seorang Ibu merasa sedikit saja kulit hatinya tergores oleh setitik jarum yang itu berasal dari perbuatan Lopis, maka tinggal tunggu waktu yang tepat untuk nantinya Lopis akan mendapatkan suatu teguran keras yang datang dari Sang Maha. Maka dari itu, selain Lopis merasa takzim kepada Ibunya, ia juga sangat menyayangi dan mencintai perempuan itu segenap darah yang mengalir di nadi.




Ketika urusan rumah dan merapikan segala perabotan yang sebelumnya tampak seperti suasana kapal pecah sudah selesai. Maka, ini waktunya Lopis untuk berleye-leye, nangkring di beranda dengan es susu coklat dan beberapa kue gemlong kesukaannya. Tak jarang pula, ketika selesai menikmati aneka kudapan yang ada, Lopis melakukan tradisi cuci mulutnya dengan menyulut rokok barang satu-dua batang.




Tiba di batang rokok yang kedua, ketika selesai menyulutnya dengan api yang menjadi bara. Lopis merasa bahwa "Heem, di saat orang-orang sibuk pergi menghibur diri dan bertamasya dengan penuh suasana suka-cita di hari minggu, masa aku ya hanya terus-terusan nge-jogrok di sekitar rumah?? Heeemmm..."




Maka akhirnya, untuk di hari minggu yang satu ini, Lopis ingin membuatnya lebih berbeda dari hari minggu yang sebelumnya. Ia sudah mantap dan memutuskan untuk pergi ke suatu tempat, yang mana perjalanan ini bisa ia nikmati tanpa harus merogoh kocek yang terlalu dalam. Meski tempat itu berada tepat posisinya di tengah kota, Lopis tak segan dan tidak ragu. Setelah merapihkan setelan out-fitnya untuk minggu yang berbeda kini, ia siap untuk berangkat dengan kuda mesin yang sudah menemaninya selama delapan tahun itu, untuk pergi ke toko buku.




**




Setelah sampai di suatu tempat pusat pembelanjaan kota yang dikemas begitu angkuh dan sombong, Lopis memarkir kendaraannya terlebih dahulu. Jenis parkir yang terdapat pada tempat-tempat seperti ini biasanya memakai sistem yang agaknya tidak jauh dari sifat dan bentuk kapitalisme, ketika siapa saja yang ingin menikmati suasana di tempat pusat pembelanjaan seperti ini, mau tidak mau, suka tidak suka harus menerima aturan seperti itu. Ongkos parkir akan bertambah sesuai dengan durasi lamanya kendaraan tersebut diparkir. Tapi untungnya, Lopis sudah memperhitungkan segala alur pergerakkannya, sehingga apapun konsekuensinya ya tentu akan diterima dan akan dengan siap ditanggung.




Jalan untuk menuju ke tempat buku agaknya harus melewati beberapa tangga berjalan untuk bisa sampai di tempat buku yang berada di lantai sembilan. Dari perjalanan menuju ke tempat buku, Lopis memerhatikan betapa rakusnya kita sebagai manusia; gemar dan sangat suka kita terhadap hal-hal yang kemilau, dengan menenteng barang bawaan yang menyesakkan pergelangan tangan sebelah kanan-kirinya. Ratusan etalase dari toko-toko yang berdekatan menawarkan kerlap-kerlip kepongahan, dengan mode dan desain yang disesuaikan dengan jaman. Lampu-lampu yang tidak kalah nyaringnya sampai membuat mata Lopis kerapkali sakit akibat pantulan cahayanya yang luar biasa. 




Dengan melewati beberapa tangga berjalan yang cukup panjang, akhirnya Lopis sampai pada tempat tujuannya: toko buku. Ketika baru pertama kali masuk ruangan ini kita akan disambut oleh bau ruangan yang wanginya nampak khas, dan begitu sulit dijelaskan. Tetapi, siapapun yang datang ke tempat ini pasti tahu bahwa ini adalah wangi dan aroma yang dihasilkan oleh buku. Cukup banyak orang-orang yang datang di ruangan ini; mulai dari usia yang muda sampai tua, ataupun mereka yang betul-betul berbelanja dan juga mereka yang hanya cukup untuk melihat-lihat saja.




Lopis berjalan-jalan di setiap lorong buku, mulai dari lorong buku sejarah, filsafat, sastra, dan buku-buku lainya telah ia lalui, dan hanya ia lalui. Karena harga buku-buku yang telah masuk dalam toko ini membuat kantong Lopis tidak berdaya, bahkan untuk membeli barang satu-dua buku. Meski kerapkali di tempat ini mengeluarkan kebijakan potongan harga, tetapi sama saja ia tidak sanggup untuk membelinya.




Kemudian, ketika Lopis menyusuri lorong buku yang di depannya terdapat spanduk dengan bertuliskan “best-seller”, ia agak berhenti cukup lama untuk memerhatikan buku-buku apa saja yang masuk dalam kategori “best-seller” tersebut. Setelah ia perhatikan lamat-lamat, buku-buku yang masuk ke dalam kategori tersebut biasanya buku-buku yang menawarkan kisah cinta picisan, buku-buku motivasi, dan buku-buku pengembangan diri.




Karena lorong buku “best-seller” itu membuat Lopis berdiri cukup lama, ia pun sempat kepikiran untuk mengobrol dengan orang-orang yang tertarik dengan lorong buku tersebut. Kebetulan, ada satu Perempuan remaja yang baru datang menuju lorong buku tersebut, ia sedang melihat-lihat juga tumpukan buku-buku yang dikemas rapi dan bersusun itu.




"Ekhem, bukunya bagus ya, Dik?" iseng-iseng Lopis membuka obrolan.




"Iya, Ka buku ini bagus. Selain jalan ceritanya yang menarik, buku ini juga masuk dalam kategori best-seller. Itu artinya, banyak sekali yang tertarik untuk membeli buku ini, Ka!!" sambil menunjukkan buku itu pada Lopis.




"Hmmm, kamu termasuk orang yang suka baca buku, ya??"




"Iya bisa dibilang begitu sih, Ka. Memangnya kenapa ya??” tanya Perempuan itu.




"Nggapapa juga kok, bagus-bagus musti dipertahankan kalau begitu, heheheh.."




"Kalau Kaka pasti juga suka buku ya? Whaa, kalau begitu Kaka pastinya harus baca buku ini nih, ini salahsatu recomend aku buat Kaka!!" unjuk buku yang ia sarankan.




"Waduh, saya ke sini cuma mau lihat-lihat aja, hehehe.."




"Lho, kirain saya Kaka juga mau beli buku, hehehe"




"Kalau kamu datang ke sini ya tentu jelas tujuannya untuk membeli buku, Dik. Tapi, kalau aku datang ke sini hanya sekadar ngobrol sama orang yang senang belanja buku, heheheh" tanggap Lopis sambil mengusap-usap bagian belakang kepalanya.





Tangerang, 8 Oktober 2019




11 Oct 2019 22:51
356
Jl. KH. Ahmad Dahlan, RT.002/RW.003, Petir, Kota Tangerang, Banten, Indonesia
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: