Kegelisahan Minggu
Cerpen
Kutipan Cerpen Kegelisahan Minggu
Karya ichsannurseha
Baca selengkapnya di Penakota.id

 


 


Telah kuputar kembali lagu Gloomy Sunday untuk kesekian kalinya, tepat pada hari minggu kesekian kalinya di kamarku. Hari minggu merupakan hariku untuk mengunci dan menutup diri dari segala bau-bau kehidupan yang berada di luar dari diriku. Bahkan, sampai akhirnya ia mengerti kesepianku.


 


Seandainya, kejadian pada minggu itu tidak akan pernah terjadi. Maka sangat bisa dipastikan, aku tidak harus mengunci diriku di dalam ruang pengap ini selama berminggu-minggu.


 


**


 


Kami sudah menjalani bahtera rumah tangga selama kurang lebih—satu setengah tahun, dan itupun tanpa ada satu keturunan dari kami lahir ke permukaan. Awalnya, kami merasa ini memang suatu hal yang wajar bagi sebuah pasangan ketika menemui permasalahan seperti ini. Tetapi setelah kami berupaya lebih keras kiranya, seperti melakukan adegan ranjang secara—2 sampai 3 hari berturut-turut dalam satu minggu akan menimbulkan suatu keniscayaan dan kebahagiaan bagi kami, tetapi tetap nyatanya tidak.


 


Sudah tentu pula dalam lingkungan sekitar rumah kami giat membicarakannya; suara samar-samar ketika hendak berbelanja sayur di pagi hari, dalam acara pengajian rutin sebulan sekali, dan yang paling nyata menyayat hati ialah ketika kumpul-kumpul pada suatu acara arisan keluarga di rumah milik saudara sendiri. Betapa sangat sayang dan begitu sangat peduli orang-orang lain yang berada di sekelilingku ini, ketika menyaksikan dan dihadapkan pada seorang Istri dalam rumahtangga yang belum dikaruniai satu pun seorang anak.


 


Sampai ketika, Suamiku tidak tahan dengan semua ini, ia mencoba mengajakku untuk pergi dan berkonsultasi pada Dokter yang membuka praktiknya dekat wilayah rumah kami. Pada mulanya, aku terang menyatakan sikap, bahwa aku tidak mau.


 


Tetapi ia bersikeras untuk mengajakku pergi ke sana, bagai seperti hewan peliharaan yang berusaha mendapatkan perhatian dari majikannya ia berlaku. Hal yang seperti itu tidak akan mampu membuatku untuk meng-iyakan dan menyatakan sikap setuju padanya. Sampai akhirnya, ketika pelbagai cara yang ia tempuh tidak memerlihatkan hasil yang ia mau, ia langsung melakukan suatu cara jitu untuk membuat pertahanan pada hatiku goyah dan runtuh. Sialan! Aku tidak ingin—memberitahukan gambaran lengkap saat ini pada kalian, ketika benteng pertahanan yang semula aku buat untuk bertahan ternyata runtuh tiba-tiba dalam sekejap saja, ketika ia tahu satu titik kelemahanku. Dan tentu saja, ketika hal itu telah dilakukannya, aku langsung luluh dibuatnya.


 


Selanjutnya, kami bersiap pergi dengan menunggangi sepeda motor kesayangannya. Perjalanan untuk sampai di tempat praktik Dokter tersebut tidak jauh dari rumah kami, kami hanya memang sedang iseng saja melakukan hal yang demikian, ya hitung-hitung jalan-jalan. Kemudian ketika kami sampai, aku langsung pergi menuju loket untuk menjemput giliran. Sampai akhirnya, nama penggalan akhir suamiku dipanggil dengan sapaan “Nyonya” di depannya. Kami masuk, dan kami mendapatkan pula sambutan yang hangat.


 


“Selamat siang, silakan duduk” ucap Dokter berkacamata yang masih sibuk merapikan beberapa dokumen di sebelah meja kerjanya.


 


 


Kami duduk bersebelahan. Suhu di ruangan ini cukup membuat kulitku sampai bergidik, sampai-sampai aku menjemput tangan suamiku dan menggenggamnya di bawah meja. Setelah Dokter itu telah selesai merapikan beberapa dokumennya, ia memulai.


 


 


 


“Jadi apa yang bisa saya bantu, Nyonya dan Tuan?”


 


 


“Begini, Dok. Kami sudah berumahtangga sekitar satu setengah tahun, dan setiap kami berupaya tetap saja keberuntungan selalu tidak memihak kepada kami..” tanggap suamiku.


 


 


Jujur, ketika aku mendengar pernyataan yang baru dikatakan oleh Suamiku barusan terhadap hubungan kami di hadapan Dokter itu, ada sebuah rasa yang tidak mengenakkan menghentak di sekitar kerongkonganku. Rasa-rasanya seperti ada sebuah makanan yang sulit sekali untuk ditelan, ketika selesai memasuki mulut dan sudah habis terlumat. 


 


Dan aku tiba-tiba tertunduk, ketika Dokter itu menatapku setelah mendengar keluhan dari Suamiku. Aku tidak bisa menahan ini, rasa-rasanya ada sebuah ejekan atau umpatan yang dihadirkan oleh Dokter itu ketika menatapku dengan caranya menatap. Aku seperti dikelilingi oleh bayang-bayang hitam, dan bayangan hitam yang melingkar itu lama-kelamaan berjalan kemudian mengelilingiku.   


 


 


 


“Baiklah, Nyonya, bisa ke sini sebentar?” tegur Dokter.


 


 


 


Dokter itu pergi dan beranjak pada sebuah tirai, dan aku dimintanya untuk membaringkan badan di sebuah kasur yang telah disediakan di ruangannya. Suamiku mengikutinya dari belakang. Ketika Dokter itu tengah khusyuk memeriksa suhu tubuhku dengan peralatannya, tiba-tiba suara nada dering gawai kepunyaan Suamiku berbunyi.


 


 


 


“Oh, maaf, Dok, ini panggilan mendesak. Saya akan keluar ruangan sebentar, nanti saya akan kembali”


 


 


Dokter itu agak mematahkan lehernya ke atas dan ke bawah tanda sebuah anggukan. Ketika Suamiku pergi ke luar ruangan, pipi sebelah kiriku mengalirkan setitik air mata. Kemudian Dokter itu menyeka aliran air mata yang berada di pipiku menggunakan sapu tangan yang baru saja ia keluarkan dari kantongnya.


 


 


“Maafkan aku, Raya. Ini semua pasti sebab dari ulahku”


 


 


 


Tubuhku lemas ketika beberapa air mata keluar dan membasahi pipi. Aku sebetulnya tidak ingin mengandaikan sebuah pertemuan lama ini, untuk kembali berjumpa dengannya. Tetapi karena permintaan Suamiku, aku musti menurutinya. Dan beberapa yang pernah kusangsikan, dari lembaran-lembaran hitam di masa lalu sebagai pembelajaran, kini menghampiriku kembali hadir di sisiku membentuk suatu kolase, bagai memori yang berjalan kembali ke belakang. Aku menyaksikan beberapa bayang-bayang penyeselan semakin riuh bunyi amuknya. Lirih dadaku bergema. Hatiku kini berdegup agak kencang, sambil menahan seluruh isakan cengeng yang minta segera dikeluarkan. Dokter itu menjemput dan menggenggam tanganku. Sepertinya, ia sangat menyesali perbuatannya yang sudah kelewat batas pada waktu itu.


 


 


Lalu tiba-tiba, suara dentuman pintu mengejutkan kami berdua. Suamiku masuk, dan adegan yang sangat membingungkan bagi Suamiku terjadi. Kami segera merapikan diri kami berdua sebagai orang yang mulanya tidak saling kenal dan tidak tahu.


 


 


 


Tangerang, Februari 2020. 


 

18 Apr 2020 12:26
339
Jl. KH. Ahmad Dahlan, RT.007/RW.001, Petir, Kota Tangerang, Banten, Indonesia
3 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: