Di sudut kedua mata itu, terdapat keindahan yang bisu.
Percayalah, kekasih...
Karena hampir tidak mungkin kau akan melihat keindahan itu
Mungkin tidak hanya aku yang mengungkapkannya
Tapi mungkin hanya aku yang bisa membuatnya berbicara
Tentu dengan bahasa kalbu dan di dalam rentang frekuensi yang hanya mampu ku tangkap dan ku mengerti
Setelah itu, kau akan mengerti bahwa ada keindahan yang telah menjadi keanggunan



Di antara lisan yang terucap dari bibir itu, terdapat keteduhan yang hangat
Percayalah, kekasih...
Keteduhan yang menghangatkan untuk segala kondisi yang ber paradoks
Laksana senja dengan radiasi matahari sebelum menyambut malam
Bagiku, hangatnya tidak hanya meraba dan terhenti sampai permukaan kulitku saja
Tentu saja mengalir hingga ke dalam aliran darah nadiku
Setelah itu, kau akan mengerti bahwa teduh yang menghangatkan itu adalah dekapan maya namun terasa nyata



Percayalah, kekasih...
Bukannya aku mengagungkan semua yang nyata dan maya tentang dirimu
Namun, nyata nya inilah rasa yang mungkin telah tercampur kala cinta singgah dalam kesan pertama
Aku hanya ingin mengungkapkan sesederhana mungkin
Bila kelak kau tidak mengerti, setidaknya pahamilah tulisan ini dengan menggunakan hati
Kala logikaku tak sanggup mengubahnya menjadi arti yang bermakna
Namun, aku akan tetap berusaha mewujudkannya menjadi nyata



Meski kau bilang kau tak indah
Percayalah, kekasih...
Biarlah menjadi urusanku untuk membuatmu percaya bahwa kau lah yang terindah



Jakarta, Maret 2018