Sunset Was You
Cerpen
Kutipan Cerpen Sunset Was You
Karya misterkid
Baca selengkapnya di Penakota.id
Cobalah kau ingat. Saat mentari senja menatap dengan cemburu bersamaan dengan warna jingganya. Tapi kau tetap tersenyum. Seolah aku takut untuk kehilangan. Kini kau benar-benar telah pergi. Masihkah kau rasakan rindu disana? Masihkah kau mengingatku disana? Katakanlah. Katakan lewat mimpi dan firasat. Buatlah semua ini berhenti. Buatlah semua ini tak pernah terjadi. Kembalilah, kasih, seperti dulu.


Hujan telah usai, namun tak begitu gundahku. Aku disini, diteras ini, duduk di bangku panjang tempat kita biasa bersenda gurau. Ditemani secangkir kopi yang hanya berakhir dipandangan, tanpa sempat sekalipun bibir ini merasakan pahitnya. Sebab hujan tadi membawa rasa yang lebih pahit, kenangan, dan rindu untukmu.


Lamunanku terhenti sesaat kenangan mampu menyentuh angan yang berlarian saling mengejar khayalan. Sesaat harum nafas tubuhmu menyelimuti bersamaan dengan dinginnya senja yang mulai pergi berganti malam. Aku memang masih mengenangmu lewat imaji-imaji yang terindah. Namun, walaupun semua itu tak lagi bisa aku nikmati. Sedetikpun risalah ini selalu mengantarkan lamunanku padamu. Bersama seonggok rasa yang ingin kembali aku peluk dan rasakan. Aku rindu.


Rindu ini, sayang, tak indah seperti kata pujangga. Rindu ini perih, seperi luka baru yang masih menganga. Tajam, seperti ujung jarum dan mematikan, seperti menghujam pisau tepat ke jantung. Begitu perihnya dada ini, hingga air mata pun sungkan untuk keluar. Namun, aku bisa apa? Rindu ini tak kuasa ku ungkap. Aku harus bagaimana?


Lalu ku biarkan lamunan ini mulai mengerogoti pandanganku pada keadaan sekitar. Semakin jauh, sampai menyentuh peluhku. Sampai aku berada di suatu titik dimana aku mampu menyusun kembali kepingan-kepingan kerinduanku akan keanggunan tentangmu. Lelah aku mencari sebuah rasa yang baru. Ketika aku harus bersandiwara di hadapan senja bahwa aku bisa tanpamu. Percayalah, senja pun tahu bahwa aku hanya bohongi diriku sendiri. Tutur nuraniku tak pernah diam untuk menanti kau kembali. Inikah pertanda, kasih?


Mungkin memang benar, mungkin rasa ini masih untukmu. Mungkin harga diri yang sedikit demi sedikit membangun tembok demi menutupi apa yang sebenarnya ada di dalam kalbu. Pernah aku mengelak, aku bisa tanpamu, kataku. Namun, di penghujung hari ini, bersamaan dengan hilangnya matahari dari pandangan, hilang pula seluruh harga diri dan perlawananku. Masih mungkinkah kita bersua di satu takdir yang sama?


Bayangmu yang selalu hadir ditiap mimpi malamku. Siluet dirimu yang selalu terstimulasikan dalam imajinasiku kala surya mulai tenggelam. Hingga sisi ruang batinku hampa rindukan gelak tawamu. Aku coba tapaki jejak pagi tanpa ucapan ada “selamat pagi” darimu. Aku coba merepih siang tanpa ada senyuman yang meneduhkanku dari sang penguasa siang. Aku coba menggenggam senja tanpa ada pesona binar cahaya anggun tentangmu sebagai cahaya mimpi nanti malam. Aku coba menghangatkan malam tanpa hadirmu disisiku yang mendekap tenang dari dingin yang mencabik ragaku. Semua seolah sia-sia, tanpamu. Dirimu, laksana perpaduan kesemuanya, masihkah tak kau sadari?


Taukah kau? Hati ini kini gundah diselimuti rasa penasaran. Bagaimana agar aku tau isi hatimu? Apa yang kau rasa? Masihkah kau simpan sedikit rindu untukku? Masihkah sesekali bayangku menghantui malammu?


Begitu beruntungnya aku sempat memilikimu. Mencintai duniamu. Menjelajahi duniamu. Menikmati setiap kata yang kau ucapkan. Merangkai kata-kata yang ku tangkap bersama suasana senja. Menghias dunia imajiku dengan warna-warna yang kau beri dalam wadah pelangi. Semua begitu indah dan berarti. Hingga khayalku beranak-pinak membentuk sebuah memori-memori kecil. Tentangmu yang tersimpan didalamnya, rasa nostalgi. Sampai kini, masih tersimpan. Kau lah cintaku, tiada yang lain, yang sanggup membuatku rela dan ingin menyimpan ini semua, kasih.


Hanya kau, yang mampu mengeluarkanku dari celah gelap. Membawa senyum, tawa, bahagia, seakan aku sudah terbiasa dengan semua itu. Denganmu, kulihat dunia dari kacamata lain. Dunia yang sebelumnya kurasa semrawut, tak beraturan, dan penuh dengan orang-orang egois. Seketika kau buat aku mengerti, bahwa koin punya dua sisi, begitupun sebagian besat hal lain didunia ini. Kau, yang tanpa kau sadari mampu mengusir sepi hati ini dulu, sudikah kau melakukannya lagi?


Tetapkan kembali kepadamu, rinduku. Bahwa sesungguhnya dunia itu yang selalu membuat aku ingin kembali dan mengulanginya lagi, denganmu. Detik-detik waktu yang seolah menjadi tiada sia karena terisi dengan rekaman kisah romansa, tentangmu. Tercipta sebuah nelangsa yang merenggut sukma, jiwamu. Terwujud keinginan yang mungkin akan terwujud kembali, bersamamu. Aku yang tak bisa pindah ke lain hati, sejujurnya, rindu ini hanya ingin kembali membentuk kenangan-kenangan manis, duniamu. Boleh kah lagi ku minta hatimu kembali seperti dulu, kasih?


Namun, semua rasa ini, segala pengakuan yang kuungkap, aku sendiri pun tak tau harus bagaimana mengatakannya. Ingin ku jabarkan sgala gundah dalam hati, tapi, bagaimana bila kau tak merasa yang sama? Bagaimana bila kau semakin jauh dari jangkauan? Aku tak sanggup jika harus membayangkan. Kau tak lagi bisa kusapa. Jika sosokmu tak lagi tampak dipelupuk mata. Sebab hanya dengan melihat kau baik-baik saja, sudah cukup melukis senyum dibibirku.


Malam ini, diantara gemerlap perak para bintang, ku pasrah kan segala rasa ini. Meski itu berarti aku tak memilikimu. Mungkin nanti akan tiba saatnya kau jadi milikku. Sebab, jalannya takdir adalah misteri. Dan, sayang, kalaupun angan tinggal angan, maka biarlah. Kalaupun ingin ini pupus, maka ku ikhlaskan ia bersama sang waktu. Semoga kelak, ku temukan senyum yang telah hilang. Semoga bahagia menuntun kita kepadanya. Meski tak berjalan berdampingan.


Bilakah memang tidak mungkin semua itu terjadi kembali. Bilakah memang waktu tidak mengijinkan semua itu hadir kembali. Aku akan menunggu. Hati ini akan menunggu. Pintu hatiku ini akan menunggu. Menunggu seseorang untuk datang dan membuka pintu tersebut, lalu menguncinya dan mengisi ruang didalamnya hingga membentuk sebuah takhta istana untuk ku tempati bersamanya. Selamanya. Terima kasih, masa laluku. Kau.




Jakarta, Maret 2018
06 Mar 2018 08:41
152
Jakarta Selatan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: