"O sengaja aku berpuasa esok hari untuk menunaikan fardu puasa pada bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala" ucapnya selepas imsak memeluk waktu yang berlalu.
"Dan tak lama lagi: lantunan azan magrib akan merajai lamunan beberapa manusia; malam-malam akan berdesakan, memanjangkan pasaknya; masjid-masjid mewadahi sisi-sisi pertobatan siapa-siapa yang hendak menyucikan jiwa.
Al-Baqarah ayat seratus delapan puluh tiga bertebaran, memenuhi ruang-ruang dunia tak terkecuali fiksi dan maya juga lubuk hati si pendosa; tak lupa iklan-iklan sirup dan kurma yang meraksasa serupa amarah sandal kulit yang bertukar rupa dengan sandal jepit sesudah salat isya.
O Ramadhan, bulan yang penuh penaklukkan; menaklukkan hawa nafsu; seperti menundukkan hasrat untuk berbuka puasa tepat di siang hari, yang dengan garangnya mencoba mempecundangi iman melalui warung-warung setengah terbuka.
O betapa syahdu, mengembarai ruang dan waktu; menembus getirnya lapar dan haus dengan memburu takjil; disempurnakan dengan berbuka puasa bersama keluarga, kawan dan si cinta, tentunya.
O bulan yang penuh anugerah segera datang; Bulan Ramadhan, betapa aku benar-benar merindukan-Mu!" tutupnya, mengakhiri monolog, sebelum merakit sarung samping yang akan digunakan untuk berjihad melawan anak kampung tetangga, di jalan martabat dan gengsi selepas ibadah tarawih, yang tak pernah dituntaskannya itu.
(2021)