Ardi dan Pesta Demokrasi Pertama
Cerpen
Kutipan Cerpen Ardi dan Pesta Demokrasi Pertama
Karya msalshaalf
Baca selengkapnya di Penakota.id

Subuh yang berbeda dari biasanya di Negeri Keimajinasian Republik Indahnesia saat ini. Hawa sejuk menyelimuti orang-orang yang sedang beribadah salat Subuh, membuat tubuh segar untuk mengawali hari yang spesial. Ardi merasakan hal itu. Ia ikut melaksanakan salat subuh bersama bapaknya di mesjid dekat rumah. Suasana khidmat terasa saat ibadah berlangsung. Sang imam yang memimpin salat melantunkan ayat-ayat suci dengan begitu indah. Hingga salat sampai pada salam terakhir dan dilanjutkan doa bersama, sang imam langsung berdiri menghadap para jemaah. Kini imam salat yang menjadi perhatian para jemaah menyampaikan pesan untuk menjalani hari spesial ini. "Mungkin bukan hal aneh bagi kita yang sudah berumur dengan pemilu seperti ini. Sudah berapa kali kita mencoblos, pernah juga mencontreng kertas suara. Tidak perlu lagi kita khawatir dengan pemilu sekarang. Walaupun berjalan panas tapi tidak perlu dibawa jauh soal perbedaan pendapat. Cukup hingga hari ini saja semua ketegangan berlangsung. Jangan sampai anak dan cucu kita melihat kita bertengkar karena berbeda pilihan. Jangan sampi efek buruk menimpa anak dan cucu kita. Kita selaku orang tua harus memperlihatkan kebijaksanaan kita. Kita harus ikhlas dalam memilih, ikhlas menghadapi segala perbedaan, ikhlas menerima apapun hasilnya. Semoga kita berada dalam lindungan Allah Subhanahu wata'ala. Cukup sampai kita melubangi kertas suara dan mencelupkan jemari kita pada tinta semua ketegangan yang mencemaskan ini selesai. Kuncinya ikhlas pak, bu."


Ardi dan bapaknya pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Sepanjang jalan ia memikirkan untuk menentukan pilihannya. Walau sedari jauh hari banyak berita dan selebaran poster menghiasi televisi, media sosial, dan jalanan. Ia masih kebingungan. Orang tuanya memilih pilihan yang berbeda. Ibunya memilih calon presiden 06, bapaknya memilih calon presiden 09. Tidak mempengaruhi kepastian Ardi dalam memilih. Bukan karena tidak peduli dengan presiden mana yang akan memimpin negerinya. Justru Ardi kebingungan alasan apa yang tepat untuk memilih salah satu pasangan calon. Ardi terpengaruhi oleh orang tuanya yang jika sedang membicarakan pemilihan umum ini. Kedua orang tuanya akan saling menyerang kelemahan dari para calon presiden.


"Bu, presiden ibu itu tukang ngutang sama aseng tau ga. Gak pantes lagi jadi presiden yang pro rakyat."


"Halah, emang presidennya bapak pernah jadi pemimpin publik? Jelasin dulu ke rakyat soal nyulik anak orang."


Jarang Ardi mendengar pendapat saling memuji atau mendukung antar pendukung calon presiden ini. Apalagi di media sosial yang justru lebih panas ketimbang ruang keluarganya. Belum lagi sebuah film dokumenter yang membeberkan fakta tentang pertambangan batu bara yang menyangkut kedua calon presiden juga para wakil presidennya pun terseret. Ardi semakin bingung menghadapi segala ketidakpastian ini.


Ardi dan bapaknya sudah sampai rumah ketika ibunya juga baru selesai salat subuh di kamar. Bapaknya langsung meminta dibikinkan kopi hitam selagi menonton televisi. Tak ada acara yang seru seluruh kanal televisi, kalau bukan berita pemilu , ya, siraman rohani. Bapak memilih siraman rohani. Alasannya agar keluarganya barokah. Ardi menirukan bapaknya dengan meminta juga kopi ekstra susu kental manis. Ibunya begitu cekatan langsung bekerja di dapur. Selagi menyaksikan sang ustazah televisi menyampaikan ceramah. Bapak bertanya.


"Kamu kan baru boleh milih nih, kamu udah nentuin belum presiden mana?"

"Gak tau pak, masih bingung, abisnya gak ada yang keliatan bagus. Yang satu diberitainnya jelek melulu. Yang satu lagi sama juga yang jelek melulu. Dan satu hal bagus dikit disindir. Jadi bingungkan Ardi milih yang mana."


"Hahaha, sejak kapan kamu jadi kritis gini. Udah presidennya bapak aja udah keliatan kan gagah, berwibawa cocok jadi pemimpin negeri yang besar ini. Jangan kaya presidennya Ibu gak ada setelan pemimpin negara besar."


"E... Eee, apa bapak bilang! Ardi, kamu jangan mau ditipu tampang. Kita harusnya cari yang dekat dengan rakyat. Tampang mah relatif. Walau iya sih, tampang pilihan bapak oke, tapi wakilnya doang." Tiba-tiba Ibu yang baru menyelesaikan pekerjaan awalnya di pagi ini ikut menimpali omongan Bapak. Ardi lantas mengambil pesanannya dan beranjak ke kamar. Ia tahu apa yang terjadi selanjutnya. Walaupun tidak mengganggu keharmonisan rumah tangga, tapi membuat Ardi semakin pusing memikirkan presiden. Ia memilih bermain game online yang sempat akan diharamkan namun tidak jadi hingga matahari mulai menampakkan sinarnya.


Pagi yang cerah membuat siapapun yang sedang bergegas ke TPS sumringah. Katanya pemilu ini adalah pesta demokrasi. Benar saja di Indahnesia memang pemilihan umumnya benar-benar seperti pesta. Sebelum rakyatnya mencoblos, semua akan disuguhi dengan atraksi debus dan barongsai di setiap TPS. Tak lupa akan ada penampilan artis ibu kota. Setelah mencoblospun seluruh rakyat Indahnesia akan merayakan makan bersama dalam bentuk prasmanan. Tentu ini juga tersedia disetiap TPS. Tak hanya pagi hingga siang. Malam harinya pun akan diadakan doa bersama dan pelepasan lampion harapan ke udara secara serentak disetiap TPS. Untuk lampion sendiri tentu tidak seperti dikebanyakan negara. Lampionnya dibuat khusus agar sampai menuju pelataran sorga di langit ketujuh.


Ardi dan orang tuanya pun sudah berdandan agar bisa tampil oke saat mencoblos. Bapak menggunakan batik khas Solo, Ibu menggunakan kebaya anggun, Ardi hanya menggunakan kemeja biru tua biasa dengan sedikit motif kotak-kotak tersamarkan. Langkah orang tuanya mantap melenggang keluar rumah, Ardi masih menimbang-nimbang pilihan. Pikirnya jika ia memilih nomor 06, negara ini katanya akan begini dan jika ia memilih 09, katanya negara ini akan begitu.


Tibalah mereka di lokasi pemungutan suara. Mereka datang tepat waktu saat acara pembukaan dimulai dengan aksi barongsai diiringi penampilan artis ibu kota lalu selanjutnya atraksi debus. Seluruh warga yang datang sangat terhibur termasuk keluarga Ardi, dan Ardi tentunya. Semua orang bertepuk tangan menambah ramai dan suka cita dalam pesta demokrasi ini. Selanjutnya semua dipersilahkan mengantri untuk mencoblos. Bagi Ardi menunggu adalah hal membosankan, juga mengantri.


Orang-orang bergantian memasuki sebuah ruangan yang berisikan beberapa bilik suara, tempat menentukan pilihan terjadi. Orang tua Ardi terlihat sangat antusias ingin cepat mencoblos pilihannya. Namun Ardi masih bimbang dan ingin mengulur waktu agar bisa diberi sedikit waktu lagi untuk berpikir. Sayangnya waktu tak bisa diatur. Orang tuanya lebih dulu masuk ruangan dan segera selesai. Kini giliran Ardi, ia memberi kertas C6 dan KTP pada panitia juga ia diberi kertas suara oleh panitia. Saatnya ardi memasuki bilik suara. Dibuka kertas suara yang terlipat. Dilihatnya senyum bersahaja para calon presiden ini. Ia kembali berpikir keras, lalu teringat yang dikatakan imam salat subuh tadi. Kita harus ikhlas dalam memilih dan ikhlas menerima segala hasilnya. Ditengah pencerahan ini Ardi mantap menentukan pilihannya. Ia mengambil paku yang digunakan untuk mencoblos, perlahan ia menarik nafas panjang dan dikeluarkan berbarengan dengan paku yang mulai menusuk kertas suara. Akhirnya Ardi merasa lega. Dipandangi kertas suara yang sudah berlubang itu dengan senyum kebanggaan akhirnya ia memilih juga. Ia memilih untuk mencoblos logo KPU, lembaga yang mengurusi pemilu ini. Ardi yakin KPU sudah bekerja dengan baik dalam menyelenggarakan pesta demokrasi ini. Ardi juga sangat yakin jika KPU akan menghitung dengan jujur jumlah suara yang sah. Dan pada akhirnya KPU akan mengumumkan siapa yang menjadi pemenangnya dengan penuh kelugasan, kebersihan, kejujuran dan keadilan

17 Apr 2019 06:49
170
Perum Bumi Cempaka Indah, Jalan Gatot Subroto, Lebakjaya, Garut, Jawa Barat, Indonesia
1 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: