Kutipan Cerpen
Sebuah Hasrat Melenyapkan
Karya
nnsnvprtw
Baca selengkapnya di
Penakota.id
Namanya Rapuh. Anggap Ia perempuan--atau laki-laki. Rapuh tidak punya nama tengah, pun nama belakang. Hanya Rapuh. Rapuh tinggal di kota Kepala. Kota besar yang bising, sibuk dan dinamis. Rapuh hidup diantara para Pikiran, yang kerjanya tak pernah berhenti. Para Pikiran selalu sibuk.
Sibuk berbincang.
Sibuk bergunjing.
Sibuk bercumbu.
Sibuk menuntut.
Sibuk memaki.
Tapi, Rapuh tidak sama dengan para Pikiran. Ia lebih senang menyusup ke pemukiman kecil dan sempit bernama Hati. Pemukiman kecil namun sangat damai dan indah. Walau terlihat tenang, namun pada kenyataannya pemukiman Hati memiliki banyak hal rumit dan pelik. Bahkan terkadang, malam akan berlangsung sangat lama apabila pemukiman Hati sedang meradang.
Di pemukiman Hati, elemen yang tinggal lebih beragam. Diantara para elemen, yang paling disukai adalah si Bahagia. Ia selalu menjadi yang paling dicari. Rasanya semua elemen menggantungkan hidupnya pada si Bahagia. Apa artinya hidup tanpa Bahagia?
Rapuh belum pernah berbicara dengan Bahagia. Ia hanya tau kalau Bahagia selalu datang dengan senyum tersungging dan suaranya sangat unik. Suaranya tidak lembut, tapi juga tidak lantang, namun suaranya mampu menenangkan semua elemen. Sehingga segala carut marut yang sedang dialami terasa jauh lebih ringan. Setiap hari, Bahagia selalu terlihat bersama elemen lain. Kadang dalam bentuk kelompok besar, kadang hanya segelintir elemen, atau bahkan hanya berdua sambil saling tertawa.
Sekian lama Rapuh melihat pemandangan itu dari kesunyian. Ia tau, ada yang tidak beres dalam dirinya ketika melihat pemandangan itu. Ia selalu mengabaikan rasa aneh itu, tapi semakin Ia mengacuhkannya, rasanya justru semakin besar. Rasa ini juga berebeda dengan apa yang Ia rasakan terhadap para Pikiran. Setiap hari Ia melihat para Pikiran yang sibuk, Ia muak. Karena itu Ia melarikan diri untuk berdiam di pemukiman Hati.
Sekarang, setelah satu persatu elemen bermunculan, Ia tau ada hasrat yang ingin Ia wujudkan. Hasrat yang semakin lama semakin besar, nyaris meledak. Satu hasrat terpendam yang tak pernah Ia ungkapkan dan tunjukkan kepada siapapun: melenyapkan Bahagia.
---
Dunia elemen ini dimulai saat Semesta menghancurkan isinya sendiri. Ada yang bilang Semesta murka karena mereka yang culas, angkuh, dan gila mulai bermunculan satu persatu dan saling membunuh. Ah, ya, Manusia namanya. Para Manusia yang berbondong-bondong berbuat kerusakan dan membuat murka Semesta, pelan-pelan musnah. Lalu, berjuta tahun cahaya kemudian di masa depan, dari tubuh Semesta yang begitu besar, muncullah elemen-elemen yang berdiri sendiri.
Yang tertua tentunya adalah para Pikiran. Mereka yang menggerakkan seluruh elemen yang tertidur panjang setelah penghancuran Manusia.
Para elemen hidup masing-masing dengan kelompoknya, tapi ada beberapa yang memang hidup menyendiri tanpa berdampingan. Rapuh adalah salah satunya. Sejak dulu Ia tak pernah memiliki kelompok. Hanya Ia dan isi tubuhnya. Awalnya Rapuh tak keberatan dengan itu semua, namun ketika Ia melihat Bahagia dengan berbagai macam elemen yang mengelilinginya, ada yang menjalar di dalam tubuhnya. Ya, Ia ingin menjadi Bahagia.
---
Malam itu, Rapuh menyusun strategi untuk menyingkirkan Bahagia. Diracuni atau ditikam? Ah, sulit diputuskan. Tapi, jika Ia menikam Bahagia, itu akan jelas sekali menarik perhatian. Dan Ia tak mau itu terjadi. Jadi, meracuni adalah opsi terbaik. Lalu tubuh mati Bahagia akan Ia buang ke jurang atau dikubur di tempat terpencil. Satu masalah lagi yang kemudian muncul adalah bagaimana cara membuat Bahagia bisa berdua saja dengannya di tengah malam gelap? Rapuh kemudian ingat salah satu perkataan elemen yang kerap berbincang dengan Bahagia, katanya tinggalkan saja pesan di loker para elemen pemukiman Hati, tuliskan kalau kau sedang meradang dan ingin mengecap kebahagiaan.
Biasanya cara itu selalu berhasil membuat Bahagia terpanggil.
Tanpa basa basi, Rapuh mulai menulis kata-kata indah untuk Bahagia dan betapa Rapuh menginginkan Bahagia berada di sampingnya sebagai pelipur lara:
“Aku kacau. Ada sebuah lubang besar di bagian tubuhku yang sepertinya hanya bisa tertutup dengan kehadiranmu, Bahagia.”
Tulisan itu dimasukkan ke amplop putih dan dituliskan “Teruntuk Ia yang menentramkan: Bahagia”. Sempurna, pikir Rapuh. Malam itu Ia tidur dengan nyenyak, sekaligus berpikir kesenangan dan kegilaan yang akan Ia lakukan ketika Bahagia sudah lenyap.
---
Pagi buta, Rapuh sudah menuju loker tempat para elemen pemukiman Hati menerima dan mengirim pesan. Rapuh mencari loker bertuliskan “Bahagia” di pintunya. Tak sulit pula mencari lokernya karena Bahagia memiliki loker dengan warna kuning cerah dan berkilau. Indah sekali, Rapuh yakin sebentar lagi loker itu akan jadi miliknya seorang. Setelah terburu-buru meletakkan surat, hanya satu yang bisa dilakukan Rapuh: menunggu.
Takdir mungkin sedang berpihak pada Rapuh, dua hari sejak Ia meletakkan surat untuk Bahagia, tiba-tiba Ia menemukan balasan surat di lokernya:
“Kiranya hanya aku yang dapat menutup lubang di tubuhmu, maka kutunggu kau di sudut pemukiman pukul tujuh malam”.
Tanpa dituliskan siapa nama pengirimnya, Rapuh langsung tau kalau surat itu pasti dikirim oleh Bahagia. Akhirnya, semakin dekat masa-masa kemenanganku, pikir Rapuh.
---
Rapuh segera menyiapkan beberapa racikan racun yang akan Ia gunakan untuk membunuh Bahagia. Rapuh sudah akrab dan terampil dengan racun, karena beberapa kali Ia bereksperimen untuk membunuh dirinya sendiri dengan meminum racun. Tapi, semakin sering, Ia semakin kebal dengan segala jenis racun buatannya. Ia pun bisa mengenali dengan baik jika ada racun dalam makanan atau minumannya. Jika Bahagia memiliki bakat untuk menebarkan kesenangan ke semua elemen, mungkin itulah yang menjadi bakat si Rapuh sejak lama.
Setelah selesai meracik, Rapuh memasukkan racun itu ke dalam sebuah minuman berwarna gelap. Lalu, Ia memasukkan minuman itu ke dalam botol kecil cantik dengan ukiran hati pada tutupnya. Botol dan jenis minuman ini biasa digunakan di pemukiman Hati untuk merayakan sesuatu. Perayaan apapun tak akan lengkap tanpa adanya minuman ini, sehingga minuman ini dikenal dengan nama Minuman Perayaan. Dan semua sudah setuju akan hal tersebut.
Rapuh membawa dua Minuman Perayaan. Ya, keduanya Ia campurkan dengan racikan racunnya. Rapuh tidak takut mati. Sudah berkali-kali Ia ingin mati dengan racun tapi tak pernah direstui. Kedua minuman ini akan menjadi Minuman Perayaan untuk pertemuannya dengan Bahagia. Pertemuan pertama sekaligus yang terakhir.
---
Tepat pukul tujuh Bahagia muncul dengan senyum khasnya. Rapuh membalas senyumnya dengan canggung. Rapuh sudah lupa kapan terakhir kali Ia tersenyum saat bertemu elemen lain. Di kota Kepala, senyum adalah hal yang amat sangat langka. Bahkan banyak para Pikiran yang membeli senyum dari sebuah toko loak berisikan benda-benda aneh peninggalan para Manusia. Tapi syukurlah, Bahagia sepertinya memaklumi senyum jelek Rapuh.
“Terima kasih atas suratmu yang begitu indah, Rapuh”, ujar Bahagia membuka percakapan.
“Ah tidak. Surat itu tak seindah kebaikan dan kesenangan yang kau bawa, Bahagia”, balas Rapuh. Ia segera berpikir kapan sebaiknya menyodorkan minuman perayaan yang Ia bawa sedari tadi.
“Aku? Membalas suratmu saja membutuhkan waktu dua hari penuh agar terlihat sepadan. Karena membawa kesenangan dan kebaikan saja tak cukup untuk menuliskan kata-kata indah. Kau terkadang membutuhkan hal sebaliknya seperti derita dan kemuraman”, jawab Bahagia. Aneh, senyumnya sedikit menghilang. Tidak biasanya Bahagia seperti itu, pikir Rapuh.
“Jangan bicara tentang derita atau kemuraman denganku, Bahagia. Aku tau persis kedua hal tersebut seperti aku mengenali ruas-ruas jemariku. Aku sudah hidup seperti itu sejak dulu. Tapi apa yang bisa dibanggakan dengan hidup seperti itu?”, ujar Rapuh sambil menatap keheranan. “Setidaknya, itulah dirimu sebenarnya. Kau jujur pada dirimu, Rapuh. Aku sedikit iri. Dan kau tau, jujur adalah hal terbaik untuk bertahan hidup”, ujar Bahagia sambil menatap langit malam. Hening. Rapuh bingung dengan apa yang terjadi di antara mereka. Bahagia iri? Hei, bukanlah tugas Bahagia untuk iri, kan?!
“Iri tak pantas untukmu, Bahagia. Lihat dirimu. Selalu didambakan semua elemen. Senyummu selalu dinantikan untuk membuat pemukiman Hati menjadi tentram”, ucap Rapuh. Rapuh mulai mengeluarkan dua buah minuman perayaan yang Ia siapkan sejak kemarin. “Terima kasih atas pujianmu. Tapi kemarin, aku menyadari ada hal yang dilewatkan semua orang. Kau tau kasus si Sedih yang nyaris bunuh diri kemarin? Aku sudah berbincang dengannya. Dan Ia bilang, Ia lelah menjadi si Sedih dengan segala hujan air mata”, jelas Bahagia. Kali ini raut wajahnya sedikit berubah, Ia terlihat nelangsa. Dan Ia tak berusaha menyembunyikannya.
“Kau ingat peristiwa ketika para Pikiran menginvasi pemukiman Hati? Peristiwa yang sangat terkenal sepuluh tahun cahaya silam, bukan?”, lanjut Bahagia.
“Ya, aku jelas mengingatnya. Ketika seluruh elemen dipaksa hanya menggunakan err..apa itu? Ah iya, logika!”, jawab Rapuh.
“Ingat saat itu ada penyakit bernama Frustasi? Saat semua dipaksa hanya menggunakan logika dan tak jarang banyak yang mati karenanya. Sejak saat itu, si Bijak muncul dengan ilmu baru yang Ia sebarkan bernama: sembunyikan perasaan”, jelas Bahagia, kali ini Ia menatap Rapuh dengan tajam. “Hmm..ya aku paham saat itu. Tapi apa hubungan itu semua dengan sikap anehmu sekarang yang bilang kalau kau iri terhadapku?”, tanya Rapuh, penuh dengan heran.
“Dari sekian banyak elemen setelah peristiwa naas itu, tak ada satupun yang benar-benar menunjukkan dirinya. Semua ilusi. Semua tak seperti kelihatannya. Si Sedih misalnya, Ia lelah untuk selalu menghujankan air mata. Ia muak dan frustasi menjadi si Sedih di sepanjang hidupnya”, kata Bahagia menjelaskan dengan hati-hati. “Lalu kau muncul di hadapanku dan mengakui hidupmu yang muram dan menderita. Itu kejujuran yang kulihat dari ucapan dan matamu. Dan hal itu pula yang tak kulihat dari elemen lain. Bahkan aku tak melihatnya ada pada diriku sendiri”, kali ini suara Bahagia sedikit bergetar. Bahagia menahan tangisnya.
Rapuh kaget. Ia tak pernah melihat si Bahagia, kecintaan seluruh elemen, begitu terpuruk malam ini. “Kau...baik-baik saja Bahagia?”, tanya Rapuh pelan-pelan. Ia masih tak percaya melihat keadaan lawan bicaranya saat itu. “Ya. Aku baik-baik saja hanya sedikit lebih renta. Dan akan selalu menjadi si Bahagia yang dikenal semua elemen”, ucap Bahagia dengan nada getir.
“Terima kasih atas percakapan ini, Rapuh. Seharusnya aku lah yang menutup lubang sedih di hatimu, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kau lah yang ternyata mengisi lubang sedihku yang sudah nyaris bernanah karena tak ada satupun elemen yang mau mendengarkan keluh kesahku. Dan bagiku, kau tidaklah rapuh”.
Bahagia pergi begitu saja. Tapi ada senyum tulus tergambar saat Bahagia beranjak pergi. Rapuh bergeming.
---
Keesokan hari, Rapuh melamun. Lamunan yang sangat panjang. Sejak pertemuan ganjilnya dengan Bahagia malam tadi, Ia mulai merasa hasrat yang dulu nyaris meledak, kini sudah jinak. Entah kenapa Ia menjadi lebih sedikit lega. Tapi ada yang mengganjal dalam dirinya. Sesuatu yang aneh, yang muncul sejak Ia melihat Bahagia nyaris menangis. Mungkin hal itu pula yang membuat Rapuh mengurungkan niat untuk melenyapkan Bahagia.
Bagaimana bisa elemen dambaan semua orang menangis di hadapannya? Bahkan dengan gamblang Bahagia bilang Ia iri dengan Rapuh. Lelucon macam apa itu? Tapi, Bahagia terlihat yakin ketika mengatakannya. Terlihat tulus.
Seketika muncul sebuah rasa yang bernama Iba dirasakan Rapuh terhadap Bahagia. Bagaimana bisa sebuah hasrat untuk melenyapkan menjadi hilang dan berganti dengan iba dalam waktu semalam? Apa yang harus aku lakukan sekarang? tanya Rapuh pada dirinya sendiri. Seketika Ia ingat: Minuman Perayaan! Mungkin ini saat yang tepat menemui Bahagia di tengah pemukiman dan memberikan Minuman Perayaan. Kali ini tanpa racun tentunya. Konon Minuman Perayaan bisa membuat elemen menjadi lebih percaya pada dirinya sendiri. Dan mungkin itu yang dibutuhkan Bahagia, agar Ia bisa lebih mempercayai dirinya lagi seperti dulu.
Rapuh segera keluar rumah. Ia berlari ke pusat pemukiman Hati. Namun tiba-tiba hujan deras. Amat sangat deras. Rapuh tak bisa terus berlari dan memutuskan untuk berteduh di salah satu kedai kecil tak jauh dari rumah. Hujan kali ini sangat dahsyat. Anginnya pun begitu kencang. Rapuh tak pernah merasakan hujan sehebat itu di pemukiman Hati. Lalu Ia merasakan firasat buruk. Tapi Ia enggan mengikuti firasatnya. Tiba-tiba Ia melihat sebuah informasi penting muncul di televisi kedai itu. Informasi yang menjawab kemunculan hujan hebat dan firasat buruknya:
“Bahagia Ditemukan Tewas di Dasar Jurang”.
Langit menjadi gelap. Malam akan berlangsung sangat lama. Bahkan, mungkin, selamanya.
***
Unduh teks untuk IG story