Permen Susu
Kutipan Cerpen Permen Susu
Karya pulangpulangpagi
Baca selengkapnya di Penakota.id


Bani bersumpah untuk menebus kesalahannya pada keluarga Hermanto. Tekad sudah bulat sekeras baja. Tidak ada yang bisa menghadang keinginannya. Rasa bersalah yang menghantui dirinya lebih besar dari rasa takutnya pada kematian. Dan hanya Tuhan yang tahu cara menghentikannya.


Permen susu yang ia genggam sedari tadi terasa melunak. Melunak mengikuti pijatan yang ditekan. Jika memijat ke kiri, maka kanan menggembung. Begitu pula sebaliknya. Pikirannya berkecamuk bercampur kenangan yang tak henti-hentinya bertamu.


Pagi itu, seperti biasa, ia mengganti botol susu baru dengan yang kosong di rumah Hermanto. Ada yang berbeda. Rumah Hermanto yang dihuni istri dan seorang anaknya biasanya riuh, terlebih pukul 7 pagi. Tapi, tidak kali ini. Begitu hening. Ia mencoba melihat jendela yang tertutup. Tetap tak dapat menemukan tanda apapun. Tepat ketika ia melangkah pergi, ia menemukan permen susu dalam kotak tempat menaruh botol-botol kosong.


Permen itu ditempeli kertas. “Tolong aku!” begitu tulisan yang tertera. “Apa-apaan ini, paling anaknya hanya ingin bercanda denganku,” gumamnya dalam hati. Anak tunggal Hermanto yang telah remaja, Tia, memang senang sekali mengganggu Bani. Mereka berdua kerap kali bersenda gurau hingga kadang begitu berlebihan membuat Bani terpojok. Bani tidak ambil pusing. Menyalakan motor lalu ia kembali mengantar susu ke rumah-rumah lainnya.


Selesai sudah pengantaran sektor 1, saatnya istirahat. Saat tiba di gudang ia bertemu atasannya.


“Ehh kau Bani si kidal, sudah kau antar susu ke rumah Hermanto?”


“Sudah pak bos, ada apa?”


“Sebaiknya nanti selepas rehat ambil kembali boto-botol itu.”


“Hah? Apa dia berhenti langganan hari ini pak bos?”


“Bukan. Keluarga Hermanto ditemukan tewas ditembak. Pukul 7 pagi tadi tetangganya dikejutkan suara tembakan bertubi-tubi, ketika lari ke rumah Hermanto, pintu terbuka lebar dan ketiganya telah ditemukan tak bernyawa. Sialya, pelaku telah berhasil kabur lewat pintu belakang.”


Bani hanya terdiam. Kembali ia teringat permen dalam sakunya yang ia temukan tadi. Merogoh kantong celana dan ia menemukan permen itu. Dilihatnya kembali. Tulisan itu dibuat dengan tergesa-gesa dan menggunakan tangan kiri. Seperti tulisan ceker ayam. Permen susu itu memberikannya kengerian aneh yang ia rasakan menjalar dalam pikirannya.  


Selepas delapan bulan pelaku pembunuhan belum pula tertangkap. Polisi kesulitan menemukan pelaku. Televisi telah lupa mengabarkan kejadian ini. Bahkan para tetangga Hermanto telah menyimpan kisah ini dalam buku sejarah kompleks perumahan Citra Asri yang tergeletak di dalam gudang. Enggan disentuh lagi, pun dibuka.


Kicauan burung menambah syahdu suasana pagi ini. Matahari menembus kaca jendela membuat bayangan pepohonan yang terukir dalam Kasur Bani. Bani belum tidur semalaman. Pikirannya berkecamuk. Dan ia kembali menatap permen susu yang ia taruh di atas meja di samping kasurnya. Bungkus permen berkilau ditempa cahaya. 


Bani sudah bertekad bulat hendak menebus kesalahannya pada keluarga Hermanto. Tekad sudah bulat. Sekali lagi, sudah bulat. Bani bangkit lalu mengenakan jaket jeans, keluar rumah. Bani berjalan menyusuri pusat perbelanjaan dengan menggengam permen susu itu. Berjalan dengan pasti dan tidak terburu-buru. Berjalan dan terus berjalan hingga sampai pelataran atas. Sekali lagi berjalan, hingga ujung pangkal pelataran atas, menatap ke bawah dengan yakin. Dan terjun bebas.


14 Jun 2021 17:26
201
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: