Aku melihatmu
Berdiri dengan satu tarikan napas
Mematung di antara tangan-tangan melamin
dari rak-rak sereal buah yang
mendekati kedaluwarsa
Rasa muak yang mendaki Everest lebih dari Kami Rita
lebih banyak dari umurku
dan sisanya yang misterius
yang tidak aku ketahui di atas kertas
di atas keputusanmu menyeruak
melebur menjadikanmu aku
Kation yang menggeserku klandestin
Tiba-tiba atomku berubah dan menjelma rasa baru
Aku tidak perlu mengeluh
Besok-besok polibasaku mungkin bertaubat
Mengilhami rasi bintang dan semua rangkaian di dunia
menjadi lebih lengkap,
lebih tanggap,
rangkap
Dia bahkan ada di kamarku
bersama mayat lalu-lalu
Makin hari makin menjadi
memperkenalkan diri dalam seribu bahasa yang asing
Ada satu bahasa kuno yang semua orang tahu ia katakan
Dari balik selimut bunga-bunga,
asbes bocor, dan lemari panda
ia berbisik dalam bahasa ketakutan
Menurutku, sosoknya paling tangguh di antara semua
Karena laut pernah ia tumpahkan dalam gelak tawa, —pun matahari ia padamkan dengan semangkuk kegilaan
Baginya, dunia bukan tentang apa yang kaulakukan dalam hidup
Dunia adalah orang
orang yang merasa dirinya
pusat Bimasakti dan berhak
menghakimi semuanya
semuanya
lalu aku?
Katanya, terima saja nasibmu