Bintang Jatuh
Cerpen
Kutipan Cerpen Bintang Jatuh
Karya secangkirkopi01
Baca selengkapnya di Penakota.id
Bukankan kamu indah? Terjatuh lalu berenang pada lautan langit malam. Kamu mencoba menarik fokus di bawahmu. “Hanya saya yang pantas untuk dipandang wahai makhluk!” teriakmu bersiratkan sinar. Halah tak perlu kamu bercakap seperti itu, toh semuanya akan memandangimu. Seharusnya alhamdulillah kamu, langit sedang tidak murung. Tetapi sungguh, sia-sia langit riang menerimamu, tapi kamu hanya mampir sejenak. Aku mengharapkan kamu datang lebih, lama lagi. Seperti kebahagiannya.
Aku melupakannya! Lebih dahulu aku memotret dirimu ketimbang harus mengoceh bersamamu. Lantas, apa yang akan aku berikan kepadanya malam ini? Bulankah? Atau gelapnya malam? Lekaslah aku mengejarmu.
Kamu menuju ke selatan. Tahu saja lokasi favoritku dengannya. Jangan belok arah, selagi aku berlarian pada aspal sekitar gudang-gudang pabrik tua. Jangan pula memberi tersirat lagi! Itu akan menghilangkan fokusku. Hampir tersandunglah aku pada batu tertanam di tanah merah. Malah membawaku melewati proyek pembangunan pabrik! Puji Tuhan tidak ada pekerja yang melihat remaja delapan belas tahun berbudi bocah. Tapi kamu harus mencuci sandal jepitku yang dipeluki oleh tanah. Lagi, kenapa kamu membawaku kepada gang sempit? Bersyukurlah kamu tidak punya hidung untuk menghirup aroma polusi. Sayanglah kamu berhenti, disini. Tunggu, itu tidaklah kata yang tepat! Harusnya: pantaslah kamu berhenti, disini.
Lapangan rumput. Bersebelahan dengan lingkungan pabrik. Sangat sepi bahkan belumlah tengah malam. Hanya aku dan kamu, saling menantap. Sengajakah kamu mengajakku berlarian untuk mengingatkanku, tentang memori indah kami? Tunggu! Aku akan memotretmu sebelum kamu lekas pergi.
JEPRET!
Hatur nuhun Bintang jatuh! Aku akan memberikan selembar foto ini kepadanya. Eh tunggu? Kamu mau ikut? Te-Tentu saja boleh! Kamu dan aku akan memeriahkan ulang tahunnya yang kesembilanbelas tahun.
Sekarang akulah yang menuntunmu ke sana. Kamu tidak tahu ‘kan lokasinya dimana? Kamu hanya mengetahui lokasi kami bermain, bukan kediamannya. Kamu harus mengikuti tiap sepetak jalan dalam gang sempit pemungkiman kumuh. Kamu mewajarkannya, toh ini sekitar pasar. Kamu juga tidak merasakan harumnya sampah pasar yang masih ramai. Kamu lihat tidak ruko kumuh yang menjulang di timur? Yap! Kita sebentar lagi sampai.
Dengan cahayamu, bersiratlah kamu menunggu di lantai dua. Lekaslah aku ke dalam. Menaiki deretan kayu lapuk. Mengabaikan tikus-tikus bernyanyi. Aku menuju kepadanya, kekasihku.
Ah, dia sudah lama menantikanku. Sejenak membiarkan dia mengobrol denganmu, mengeluarkan kertas foto dari kamera polaroidku selagi belum sampai di bibir lantai dua. Dia menengok, mengetahui derap langkah kakiku menepuk lantai kayu. Senyumnya seperti sinarmu, bedanya dia terikat oleh salah satu tiang. Jangan lupa wajahnya, aku tahu. Dia mantan pengobat ditinggal oleh kewarasannya. Masabodo! Ketulusanku mengalahkan subjeknya. Kamu juga mendukungku bukan?
Tidakkah kamu melihatnya? Dia bahagia sekali. Tersenyum lebar menutupi kehancurannya. Angin juga mengusap rambut kusutnya. Ternyata angin mendahuluiku sebagai pengucap kedua. Sebelumnya kamu yang pertama. Yah, ketiga tidaklah buruk, tidak terlalu indah jua. Setidaknya, akulah manusia pertama yang mengucapkannya, dan memeluknya.
“Selamat ulang tahun, kasihku.".
06 May 2018 13:49
206
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: