Tidak ada lagi yang sama,
~
Warung lotek favoritmu sudah pindah entah kemana. Warung berderet di belakang kampus dulu sudah habis digusur. Jalan kabut makin ramai, Angkringan makin sedikit, tongkrongan makin banyak.
~
Kampus sudah beda. Semua tanaman kering, maklum sedang musim kemarau. Telaga hijau kini direnovasi habis-habisan. Parkiran dekat kantin penuh ojek online.

Kalau warung Mbok Jum sih masih sama. Rasanya masih begitu-begitu saja, tapi suasananya yang beda. Tidak ada kamunya.
~
Manahan sekarang macet. Wedang ronde laris-manis, batagor dan siomay di sebelahnya tetap sepi. Jadi aku beli, satu porsi. Tentu tidak habis karena aku terbiasa hanya makan setengah. Sisanya buat kamu, biar tidak kurus melulu.
~
Jalan Slamet Riyadi sekarang penuh kendaraan. Ada kedai kopi baru di salah satu ruas sisi jalannya. Tempatnya bagus, tapi lampunya terlalu terang. Oh iya, penjual kacang rebus keliling yang biasa kamu beli sudah tidak ada lagi.
~
Aku sudah bisa makan nasi liwet di Solo Baru. Dulu aku tidak bisa menelannya karena rasanya aneh, tidak cocok dilidahku. Sekarang aku bisa. Meski menelannya harus pakai minum banyak air dulu, haha!
~
~
**
~
~
Tidak ada lagi yang sama.
~
Aku jarang berkeliling dan lebih senang berhenti. Di kedai kopi, yang tidak terlalu kamu suka, yang tidak biasa kamu minum.
~
Tidak ada lagi yang sama
~
Tidak ada yang bisa aku rayu supaya mau menemani pergi ke kedai kopi. Tidak ada lagi yang bisa repot-repot aku bujuk agar rela ngopi bersama.
~
Karena aku sudah menemukannya, yang tidak perlu repot ku bujuk rayu terlebih dahulu. Tidak perlu aku minta dua kali, ia akan duduk mendengarku meracau semalaman dari pukul tujuh hingga satu pagi.
~
Dia tidak pandai berkelakar
~
tapi
saat dia tertawa
ada gelitik musim semi
yang riuh terdengar
dari seberang ke seberang
dari ujung ke ujung
ah seru sekali.