tubuhku menjadi makna, yang seketika dibaca bayang-bayang, secangkir senja
mungkin cukup merawat masa lalu, beranjak remaja
ketika ditemuinya kau di simpang kata-kata
kata yang mengenal dirimu seutuhnya
cermin-cermin waktu, perihal puisi yang belum dituliskan
masih tentangmu
ada hal yang lebih kau cintai di luar musim
kota yang menyibukkan diri dalam ponsel
menjelma imigran dengan koran di tangan
terpapar headline yang samar mengigau rindu
cemas menunggu.
"aku datang, menebar keping-keping frasa
para penyair yang mengubur bayang mereka lebih dulu
kelak akan kau tahu, bahwa sajak hanyalah deru
yang berkaca dari keriuhan kenduri sepasang kenangan"
aku ingin kau kembali mengurai silam pejalan yang gugup menempuh
kebeningan rima, kalimat saling sulam kepala-kepala yang gugur mengingat
lupa menimbang ujaran ibu di kitab-kitab yang koyak
beri aku riuh
agar kutafsir yang beranjak, seperti puisi
memekarkan salam perjumpaan
akan kubaca kau
sebagai cinta yang tak pernah kehilangan
banjarbaru, agustus 2019