UTOPIA LELAKI YANG SENDIRI
Cerpen
Kutipan Cerpen UTOPIA LELAKI YANG SENDIRI
Karya terumbukata
Baca selengkapnya di Penakota.id
Lelaki itu masih sejangkung dulu, hanya saja mungkin sekarang ia merasa lebih sendiri dengan jaket kumalnya berwarna coklat yang bolong di bagian siku sebelah kiri dan terlihat agak gondrong. Ia penikmat buku dan pemain gitar serta sesekali membuat puisi, yang tumbuh di lingkungan yang lebih sering memainkan dangdut koplo. Tetapi, musik yang ia petik beraliran lain hingga ia tidak ‘muncul’ dalam kelompok dangdut koplo manapun. Sesekali ia dijadikan pemain gitar cadangan jika pemain utama berhalangan dan ia terima saja pekerjaan itu sekadar menyambung hidup dan numpang tinggal. Aku yakin kau pernah mendengar bahwa ada tiga tipikal manusia yang “membahayakan” dirinya sendiri; orang yang berbeda, orang yang lebih banyak tahu, dan orang yang banyak menyimpan rahasia orang lain. Namun, ia lebih memilih resiko itu.

Bukannya ia tidak memiliki rumah tinggal, hanya saja, ia malas berada di rumah sejak bisa mencari kehidupannya sendiri walau sekadar menjadi pengamen yang naik turun angkutan umum, yang baginya, sekaligus mempertahankan akal sehat serta mimpinya. Ibunya berisik sekali dan ayahnya entah mengapa lama-kelamaan lebih senang mengganti gender sehingga ayahnya lebih sering meninggalkan acara bapak-bapak di lingkungan tempatnya tinggal. Namun, berkah yang lain datang begitu saja, ibunya tidak lagi berisik dan cenderung lebih diam sejak ayahnya berperilaku bukan layaknya seorang laki-laki.

Satu sore di akhir minggu, ia terkejut bukan kepalang disertai tampangnya yang melongo membentuk huruf O, lama sekali. Kampung yang ia tinggali kedatangan biduan baru, cantik sekali, dengan rambut panjang dan ujung kemilau keemasan. Ia melongo bukan karena kecantikan gadis itu melainkan justru ia mengenalinya. Lama sekali kejadian itu dan mereka dipertemukan kembali sejak tamparan ayah si gadis mendarat dipipinya sebelah kanan lantaran dengan sengaja ia dituduh melarikan si gadis oleh ayahnya. Cerita sebenarnya, ayah si gadis tidak suka terhadapnya karena tampangnya yang mirip residivis.

“Neyla?!,” ucapnya lirih setengah mendesis. Sementara, yang di sebut namanya hanya melambaikan tangan ke arah semua orang, dan kepadanya hanya sekilas. Gadis itu sudah tidak mengenalinya. Tampangnya memang sudah lain, setidaknya sekarang sudah tidak semacam residivis kala dulu saat di tampar ayah si gadis.

Ingatannya kembali ke kala dulu tanpa di perintah. Bagaimana ia menciptakan lagu picisan untuk menggaet gadis impiannya semasa SMA dan kini lagu itu sudah disempurnakannya dan ia nyanyikan di atas angkutan umum, manatahu ia bertemu dengan Neyla saat mengamen. Pikirnya, jika kejadian itu menjadi kenyataan, pastilah menjadi sesuatu yang mengharukan.

Sodiq, pimpinan kampung dangdut koplo yang ditumpangi Seno, segera memperkenalkan biduan cantik itu kepada semua orang yang menyambutnya. Sodiq juga mengatakan bahwa Neyla adalah bintang kelompok dangdut yang dipimpinnya untuk tahun-tahun berikutnya. Mendengar ucapan Sodiq, kepala Seno pusing tanpa sebab yang jelas. Ia segera undur dari kerumunan itu dan menuju rumah sederhana di sudut kampung itu. Soal Neyla, ia akan pikirkan itu nanti, toh ia akan tetap manggung bersama kelompok Sodiq untuk waktu yang lama.

Malam datang merambat. Seno yang tidur di beranda rumahnya dikagetkan dengan sentuhan ringan di tangannya.

“Rasa-rasanya aku mengenalimu, Seno?,”

Yang di ajak bicara kembali melongo seperti sore tadi, hanya saja kesadarannya kali ini cepat pulih.

“Ya, Ney, kukira kau sudah tidak mengenaliku lagi.”

“Hey, aku tidak sejahat itu. Kau tahu, ingatanku masih bagus. Aku sengaja menggodamu saat perkenalan tadi, lagipula aku tidak enak sama Mas Sodiq. Maafkan aku, Sen.”

Pembicaraan mengalir begitu saja tanpa terasa, hingga pada satu tema tentang mengapa Neyla dengan wajah dan suara yang begitu cantiknya, di mana kala dulu Seno menjadi gitaris akustikan amatir pengiring bagi Neyla saat acara-acara tertentu di sekolah, lebih memilih dangdut koplo sebagai aliran berkarirnya sekarang. Penjelasan Neyla membuat Seno melongo untuk ketiga kalinya.

“Dalam sebuah hubungan, aku paling benci dengan sebuah pengkhianatan. Ayahku adalah seorang yang benci dengan jenis musik ini. Dan dengan berkarir di sini aku ingin membalaskan sakit hati ibuku,” ujarnya sembari mata indahnya berkaca-kaca.

“Sebenarnya, apa yang terjadi sudah bisa kau terka dalam pikiranmu Sen, tetapi ini tidak seperti yang kau pikirkan. Ia mengkhianati cinta ibu dengan bercinta bersama seorang banci.”

Seno, selain melongo, ia tidak bisa berkata sepatah katapun. Ia ingat dengan ayahnya yang menjadi banci dan membuat ibunya mati dengan cara gantung diri merasakan apa yang terjadi pada suami satu-satunya itu. Sebenarnya sempat melintas di pikiran Saraswati, ibu Seno, untuk menggugat cerai suaminya dan kawin lagi, tetapi hal itu diurungkannya. Sebab ia bersumpah pada dirinya sendiri bahwa ia hanya akan menikah sekali seumur hidupnya.

Ayahnya seorang yang baik sebenarnya. Ia selalu menyemangati Seno setiap kali Saraswati mengumbar keceriwisannya kepada Seno, entah itu ketika Seno berada dalam kamar mandi terlalu lama, mengunyah makan malam dengan bersuara, terlebih saat Seno tidak beranjak tidur saat hari sudah semakin larut. Pernah sekali Seno mendapati keduanya ribut hanya karena dirinya lupa menggosok gigi saat mandi sore.

“Kau terlalu memanjakannya, Mas!,”

“Dan kau terlalu cerewet untuk anak seumurannya, Dik!.”

Seno menyaksikan itu dan tidak bisa lupa saat ibunya yang juga mantan atlet pencak silat mendaratkan satu tendangan di pelipis kiri Prasnowo, suaminya, dan membekas hingga terakhir kali ia melihatnya sebelum ia pergi dari rumah setelah kematian ibunya. Sedangkan ayahnya sering ia lihat menggoda lelaki atau perempuan yang lewat di luar tembok gubernuran yang beraroma kencing sebagai tempatnya mencari mangsa dengan beberapa kawannya. Semakin sering Seno melihatnya, semakin ia merasa kehilangan akal sehatnya. Dan gegara ayahnya memilih menjadi banci, dulu saat sekolah, Seno seringkali berantam dengan teman-temannya.

“Jadi apa yang kau lakukan setelah ‘kita’ tak ada lagi?,” suara Neyla membangunkan Seno dari lamunan. Sebuah pertanyaan yang berupa pengakuan dari wanita berparas kian cantik hanya karena kata “kita” berada diantaranya. Perasaan Seno membuncah. Baru kali ini hubungannya dengan Neyla diakui si gadis justru setelah sekian lama tak bertatap muka dan kini dipertemukan kembali dalam situasi yang sungguh tidak di buat-buat.

Neyla kian merapatkan duduknya pada Seno.

“Aku sering melihatmu murung dengan sebuah buku di tanganmu dan kau duduk-duduk di jembatan kota yang belum jadi, ditemani seorang anak kecil lusuh yang selalu makan nasi bungkus.”

“Ya, Ney, itu yang sering aku lakukan saat ‘kita’ tak ada lagi selain membuat beberapa lagu dan banyak puisi yang melibatkan kata-kata susah. Nama anak itu Sidiq, nasibnya jauh lebih mengenaskan dariku,” ujar Seno ringan.

Malam semakin larut saat Neyla mengutarakan alasan sesungguhnya mendatangi Seno.

“Sebenarnya aku kemari karena di minta Mas Sodiq untuk menanyakan, apa kau mau menjadi gitaris pengiring saat aku manggung nanti?. Selain aku benar-benar merindukanmu.”

“Maaf, Ney, aku tidak bisa melakukannya. Aku punya musikku sendiri dan kau tahu itu sejak dulu. Sampaikan maafku kepada Mas Sodiq. Aku sangat menghargainya.”

Neyla menggenggam tangan Seno sembari memintanya agar Seno mau memenuhi permintaannya, agar Seno tidak menjadi orang yang naif. Bagaimanapun gadis itu melihat bahwa lelaki yang dicintainya itu sekarang sedang membutuhkan pekerjaan, Seno harus tetap hidup agar Neyla bisa tetap bertahan hidup dan mimpi gadis itu bisa terwujud menjadi pendamping yang selama ini terpisah. Tanpa memikirkan perasaan dan keinginan si lelaki, gadis itu kian mendesaknya dan membuat Seno kian geram.

“Jika kedatanganmu dengan segala kecantikan dan kelembutanmu yang merampas seluruh perasaanku dan kemudian jatuh di genggamanmu hanya untuk membuatku mengingkari impian-impianku, maka aku menyesal kita telah dipertemukan hari ini, Ney, betapapun aku sangat membutuhkanmu saat ini.”

“Sejak dulu kau memang orang yang keras kepala, Sen. Seseorang butuh pahlawan untuk di puja dan aku berharap itu kau dengan gitarmu, lagu-lagumu, atau puisi-puisimu,” desis Neyla sembari terisak dan meninggalkan lelaki itu tetap berada di teras rumah tinggalnya.

Jika kau percaya bahwa takdir memiliki caranya sendiri menguak jati diri seseorang, maka itulah yang terjadi pada Seno dalam kehidupannya. Ia tidak menjadi musisi, pemain musik, ataupun pujangga. Bertahun kemudian, aku menemukannya bersama Neyla sedang menulis kisah ini. Dengan menghadap layar komputer dan ditemani secangkir kopi sambil sesekali ia terlihat sibuk berdiskusi dengan istrinya tentang cerita yang sedang ditulisnya, meminta persetujuan wanita yang parasnya kian ayu itu untuk memeriksa kata demi kata yang diketiknya. Mereka sudah dikaruniai dua orang anak, dan Seno menjadi pahlawan bagi Neyla, penyanyi dangdut koplo yang melegenda di kota ini, dengan menjadi penulis.


13 Feb 2018 08:33
417
Kediri, Jawa Timur
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: