Mungkin Dia Jatuh Cinta (2)
Naskah Drama
Kutipan Naskah Drama Mungkin Dia Jatuh Cinta (2)
Karya wulanhamid
Baca selengkapnya di Penakota.id


Kita menapaki aspal jalan yang panjang, sampai wanita itu bertanya

“berapa lama lagi perjalanan kita?”

“tunggu saja, sebentar lagi”


Mentari tepat pada porosnya di tengah hari, panas terik tak begitu menyengat, hanya terasa hangat dan benar-benar menyentuh daging di bawah kulit, tapi tetap terasa hangat, walau kulit luar sudah mulai basah oleh keringat. Wanita itu sangat menyukai sentuhan terik mentari, ia selalu memuji mentari di saat semua wanita kesal karena panas mentari akan merusak dandanan mereka. Tapi bagi wanita ini panas mentari, sungguh hal yang luar biasa, ia selalu memuji mentari setiap kulitnya tersentuh hangatnya.


Sepanjang perjalanan berbatu, dia hanya terdiam, menatap tajam jalanan berbatu, entah jalanan ini sedang dalam perbaikan atau memang jalan ini dibiarkan berbatu sehingga menyulitkan orang luar dari daerah asal datang ke sini untuk berkunjung. Kembali dia menatap wanita dari balik spionnya seraya memulai percakapan kembali.

“warga di sini banyak yang membuat emas, coba kamu perhatikan tulisan-tulisan bercat merah yang ditulis di atas selembar papan berukuran segiempat itu”

“ohyah? Maksudmu mereka pengrajin emas?”

“iyaa, mereka mencari sendiri mentahannya, lalu mengolah sendiri juga”


Wanita itu tidak membalas dengan pertanyaan lagi, hanya diam memandangi sekeliling, tak memperdulikan jawaban lelaki yang memboncengnya dan mengamati papan-papan yang terpampang di depan rumah warga, banyak perempuan-perempuan yang menggunakan kain (jika di kota biasa disebut rok), yang berkerumun seolah mata mereka memandang ke arah kita. Jalanan berbatu tiada habisnya, sampai pada turunan yang terjal, dia memulai lagi percakapan dengan wanita tersebut.


“coba kamu liat ke depan deh”


Wanita itu langsung syok dan berkata “gila! Ini keren banget”


Laut biru didampingi beberapa pulau-pulau kecil, dia hanya tersenyum dan berkata “kamu gak mau ambil foto?”


Segera saja wanita ini, turun dari motor tua dan mengambil telphone genggam dan memotret beberapa kali, “susah, tidak jelas.. telphone genggamku tidak bagus jika perbesar gambar” seraya berkata sambil merenggut. “ayo naik kembali ke motor”. Menuruni turunan terjal, akhirnya kita benar-benar sampai di pantai. Luas dan megahnya tiada banding, wanita yang berboncengan denganku mengembangkan senyumnya, lalu turun dari motor dan berjalan menuju bibir pantai. Ia melepas sendalnya begitu saja, angin pantai seraya memanggilnya seperti mengajak menari.


Hamparan pasir menghangatkan kaki, kita benar-benar telanjang kaki. Beberapa pulau yang terlihat sangat kecil dari turunan terjal tadi, sekarang terlihat sangat besar dan hijau gelap, awan-awan putih menemani hangatnya mentari siang ini, riak ombak bergulir menari-menari, suara angin seperti bernyanyi lagu kesenangan, ketika mata memandang dari ujung ke ujung. Dia hanya menemui satu dua orang saja, sepertinya mereka nelayan.


Wanita itu terlihat bahagia, selama ini ketika kupandang matanya, hanya kesedihan yang terlihat, kali ini aku dapat melihat binar matanya, rona pipinya, pupil mata yang melebar, bibir kecil yang mengembangkan senyum lebar, beberapa helai rambut yang tertiup angin pantai menutupi wajahnya. Ia duduk di atas pasir, mengenggam pasir dengan tangannya, seraya memanjakan dirinya, memandang hamparan luasnya laut tepat di depan matanya, melepas segala penat yang mengelabui mimpinya, melempar segala duka pada ombak yang mendekatinya. Bagi dia mungkin ini bukan perjalanan pertama dengan seorang wanita, tapi bagi wanita itu, ini adalah perjalanan paling indah, setelah segala duka ia genggam seorang diri, kini ia dapat melempar semua duka terselubung dalam dada. Kini ia mencoba mengenggam asa, membuang trauma.


Kita berada di ujung selatan lombok, sambil dia menunjuk ujung sebuah pulau. wanita itu hanya memanggutkan kepala dan berjalan, meresapi angin yang menembus tubuhnya, rongga dadanya terasa luas saat menghirup nafas panjang, ia memejamkan mata dan mendengar suara halus debut ombak dengan angin, lalu berjalan, kata-kata selalu beredar dalam pikirannya. Ini adalah hal indah yang akan ia ingat selalu, sama halnya dengan ia merasa bahagia bersama kucing-kucingnya. Kata-kata saling berbenturan lalu membuat barisan dan berbunyi :


biar gugur menjemput diri

biar deburan menjadi saksi

biar angin melawan mati

hingga lelah kehabisan kata

tinggal asa datang menyapa


Barisan demi barisan membuat bunyinya sendiri dan beredar dalam otak wanita itu.

Dia hanya tersenyum, ketika wanita itu berjalan kembali menuju kepadanya.

16 Apr 2018 16:42
125
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: