GAYAHIDUP
17 Apr 2019 13:25
1259
Menilik Motivasi Bookstagrammers Pajang Buku di Instagram

Penakota.id – Hujan deras sekali pagi itu. Sesekali rintik kecil. Sesekali seperti keran bocor menyeka. Melihat cuaca yang sedemikian rupa, Sir Pentoel pada akhirnya memilih untuk bermalas-malasan di sebuah apartemennya. Ia tidak ingin ke mana-mana, ia ingin sejenak melupakan kesibukan yang acap kali ia lakukan, yakni datang ke kantor untuk menengok kami para juru tulis yang ia pekerjakan. 

Bagaimana ia ingin datang ke kantor? Berdasarkan pengakuannya kepada kami, hari itu apartemennya saja ia biarkan berantakan bukan main. Padahal Sir Pentoel merupakan pribadi yang kami kenal cukup sensitif ketika melihat sedebu pun kotoran di sekitarnya.

Serpihan bekas camilan di malam hari, botol-botol plastik, bungkus rokok, hingga puntung-puntung yang lesap dari asbak membanjiri lantai apartemen Sir Pentoel. Tidak ada gairah hari itu dalam dirinya. Sekali lagi, ia hanya ingin bermalas-malasan. Hal yang dilakukannya hanyalah memandang hujan dari jendela sambil sesekali memindai gawai pribadi.

Namun, hari itu. Ketika ia hendak mengotak-ngatik salah satu platform media sosial yang ia punya, yakni instagram–Sir Pentoel risi sendiri. Senyum kecil lahir pada bibirnya ketika ia menengok banyak rekannya yang menurutnya sangat niat dalam menata feeds Intagram masing-masing. Setiap feed yang ia lihat pada banyak Instagram rekannya terkesan memiliki tema dan diatur sedemikian rupa. Beberapa rekannya memenuhi feed Instagramnya dengan tema travelling (memajang foto-foto alam), makanan, sepatu, gambar-gambar gedung bertingkat, kopi, hingga buku.

Awalnya Sir Pentoel agak bingung dengan motivasi rekan-rekannya tersebut. Tapi, balik lagi, semuanya itu merupakan sebuah kebebasan dalam berekspresi di era kiwari bagi dirinya.

Di antara feed Instagram yang bertebaran pada akun rekan-rekan Sir Pentoel, ia begitu tertarik dengan mereka yang mengunggah foto-foto buku. Bahkan Sir Pentoel sendiri, jika memang ia harus memutuskan untuk mengatur feed Intagramnya, ia memilih untuk melakukan kategori yang demikian. Karena selain ia begitu mencintai buku, ia memiliki banyak buku-buku bercokol di rak besar pada apartemennya.

Akan tetapi sebelum itu, Sir Pentoel ingin mengetahui terlebih dahulu bagaimana caranya mengunggah foto-foto buku agar lebih menarik ketika dilihat oleh orang lain. Untuk itu ia menghubungi salah satu rekannya yang memang kerap melakukan aktivitas tersebut.

Dari rekannya itu, Sir Pentoel baru mengetahui bahwa para pengunggah buku dalam Instagram ternyata memiliki julukan tersendiri. Mereka disebut Bookstagrammers. Bookstagrammers merupakan istilah bagi mereka para pecinta buku atau bookworms yang ingin berbagi kegiatan membaca lewat unggahannya di instagram. Biasanya para Bookstagrammers ini akan memposting foto-foto buku yang sudah atau sedang mereka baca.

Setelah menghubungi salah satu rekannya, Sir Pentoel baru mengetahui, bahwa sebenarnya Bookstagrammers bukan lagi hal yang baru di dunia Instagram. Hanya saja, di Indonesia akun seperti ini belum begitu masif sebagaimana di luar negeri. Di luar negeri, bahkan sudah ada akun-akun Bookstagrammers terkenal seperti @WellReadBlackGirl, @BookishMadeleine, @elizabeth_sagan, @penguinrandomhouse, @ThisGirlHasn0name, @SubwayBookReview, @NYTBooks, dan sebagainya. Akun-akun ini dikelola baik secara komunitas maupun pribadi.

Mendengar hal tersebut, Sir Pentoel semakin bergairah dan penasaran. Ia ingin mengetahui apakah ada perkumpulan Bookstagrammers di Indonesia yang cukup eksis dan apa saja yang biasanya mereka lakukan ketika mereka berkumpul. Apakah ada kiat-kiat jitu atau syarat untuk seseorang dapat disebut sebagai Bookstagrammers.

Dari rekannya, Sir Pentoel kemudian direkomendasikan untuk menghubungi seseorang. Ia adalah pendiri Komunitas Bookish Indonesia, Kumaila Hakimah. Bookish Indonesia sendiri merupakan komunitas para Bookstagrammers Indonesia yang didirikan pada tahun 2016.

Menurut Kumaila, Bookstagrammers merupakan sebutan untuk orang-orang yang menggunakan tema buku untuk konten Instagramnya. Isinya bisa review buku, opini tentang buku, atau untuk mengekspresikan kesukaannya atau ketidaksukaannya ke buku atau penulis, ide, tipe alur, atau karakter fiksi. Ada juga yang merangkap suka koleksi merchandise buku. Instagram semakin lama jadi tempat untuk menata koleksinya.

“Menurutku berkembangnya tren estetik di feed Instagram beragam ya, mulai lifestyle, kuliner, fashion, make-up, travelling, nah yang pecinta buku ini memilih mengeksplor buku sebagai konten foto dan medium untuk review,” tutur Kumaila saat dihubungi Sir Pentoel, Minggu (7/4).

Sebagai bonusnya, dikatakan Kumaila, para sesama Bookstagramers bisa saja berjejaring. Mereka juga dapat berkolaborasi dan mendapatkan teman baru yang memiliki kesukaan sama. Sebab, lanjutnya, tidak terlalu mudah untuk menemukan teman dengan selera bacaan yang sama antara satu sama lain.

Hingga sekarang, perkembangan Bookstagrammers sendiri semakin beragam. Baik itu dalam konteks genre mapun dari segi estetik. Dikatakan Kumaila, sebagai contoh ada yang suka jenis minimalis atau dengan banyak properti, teknik, tema dan tone warna. Dari segi konten juga beragam, kita bisa melihatnya pada profile para Bookstagrammers tersebut.

“Ada yang konsentrasinya di genre non-fiction, atau science-fiction, fantasi, romace, kita bisa lihat kecenderungan genre favoritnya dari pagenya. Dan dari banyaknya Bookstagramers kita juga yang sebelumnya belum tahu dan belum tertarik dengan genre-genre lain jadi lebih pada eksplorasi untuk membaca tipe-tipe buku yang belum pernah kita coba sebelumnya,” sambungnya.

Kumaila mengatakan, tidak ada suatu hal atau syarat khusus untuk seseorang ketika mereka ingin menjadi seorang Bookstagrammers. Selama tema kontennya seputar buku, mereka bisa dikatakan demikian.

Lebih lanjut, ketika disinggung mengenai komunitasnya, Kumaila memberitahukan bahwa mereka para Bookstagrammers yang tergabung pada Bookis Indonesia biasanya melangsungkan kopi darat di beberapa fasilitas publik. Misalnya di sebuah perpustakaan, atau terkadang di sebuah kafe. Biasanya ketika berkumpul mereka hendak berdiskusi mengenai buku-buku favorit mereka dan saling merekomendasikan bacaan.

Kumaila berharap, dengan adanya perkumpulan Bookstagrammers di Indonesia, ia dapat menularkan minat baca kepada orang lain dan menormalkan gaya hidup, terutama pada masyarakat Indonesia sendiri. Karena negara-negara yang tinggi tingkat literasinya ternyata juga tinggi dalam bidang pendidikan, keamanan, kebahagiaan dan lain-lain.

“Aku yakin secara tidak langsung, masyarakat yang suka dan banyak baca berpengaruh positif ke kualitas hidupnya secara umum,” tutupnya.

(Penakota.id – afl/fdm)