GAYAHIDUP
25 Apr 2019 22:00
898
Fast Fashion, Gaya Trendi yang Cepat Berganti

Penakota.id – Sudah terlalu lama Sir Pentoel disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. Berminggu-minggu dihadapkan dengan berita yang menyebalkan plus mengerutkan dahi. Kepalanya terlalu mumet. Maka dari itu, pada hari yang cerah ia memilih untuk bertemu dengan handai tolannya di sebuah kafe. Sekali-sekali ia mengenakan pakaian yang sedang trendi, kebetulan memang gaji kemarin ia pakai untuk membeli kemeja. Barangkali dia akan terlihat lebih flamboyan.

Di gawai miliknya, berseliweran pakaian-pakaian yang hampir serupa dari segi motif dan bentuk. Berangkat dari itu, tubuhnya telah terbungkus rapi lewat preferensinya di media sosial. Dengan kemeja flanel kotak-kotak kombinasi hitam dan hijau pinus serta kaus berlogo kecil di tengah dada, plus ditambah celana yang ujungnya ia gulung sampai terlihat mata kaki, tubuhnya siap berjumpa dengan publik.

Ketika ia melihat dunia luar, tak dapat dielak anak-anak muda kekinian menggunakan pakaian yang sedang trendi. Apa yang sedang ia pakai ternyata juga tidak jauh beda dengan yang dipakai oleh orang lain. Ia coba melirik baju yang dipakai salah satu anak muda di suatu sudut, tampaknya memang tak jauh berbeda dengan anak muda di sudut yang satunya lagi.

Beberapa merek ternama yang sering terdengar di telinga Sir Pentoel seperti Uniqlo, Zara, dan H&M mengeluarkan model pakaian yang tak jauh berbedasetelah ia menelusuri katalog masing-masing merek tersebut. Kemudian saat ia membahasa hal tersebut dengan salah satu handai tolannya yang merupakan penikmat garis keras fesyen kekinian menyebutkan kalau ini adalah fenomena Fast Fashion.

Robert Swinney, dalam jurnalnya The Value of Fast Fashion: Quick Response, Enhanced Design, and Strategic Consumer Behavior” menjelaskan, sistem busana tersebut mengandung dua komponen dalam identifikasinya. Komponen yang pertama adalah teknik quick response. Teknik ini merujuk pada proses produksi dan distribusi yang supercepat dalam rangka memenuhi permintaan konsumen yang tidak pasti secara maksimal. Proses supercepat ini dapat dicapai dengan memproduksi barang di wilayah lokal, sistem informasi canggih yang mengawasi inventaris secara up-to-date, dan penyingkatan metode distribusi. Zara dan Uniqlo, misalnya—walau berbasis di Spanyol dan Jepang, memiliki pabrik di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Komponen yang kedua adalah teknik enhanced design. Teknik ini, sesuai namanya, memilih model pakaian yang modis dan trendi. Yang membuat teknik ini spesial adalah upaya produsen memonitor konsumen dan industri busana secara amat teliti. Pengamat tren merupakan salah satu bagian yang amat penting dalam teknik ini karena data tren yang menyeluruh—mulai dari masyarakat awam hingga kalangan desainer—berperan penting dalam produksi dan penguasaan pasar.

Kedua komponen ini menghasilkan produk yang mampu memengaruhi perilaku konsumen secara signifikan. Produk-produk ini dipandang memiliki nilai yang lebih tinggi sehingga konsumen rela merogoh kocek lebih dalam. Namun, rupanya nominal yang lebih besar tidak berarti keuntungan berpundi-pundi. Intensnya upaya monitor teknik enhanced design membutuhkan lebih banyak tenaga kerja—staf desain, pengamat tren, hingga produksi prototipe—melahap banyak biaya.

Di sisi lain, walau kombinasi kedua komponen tersebut terdengar ideal, perubahan harga dapat terjadi secara dinamis. Munculnya produk baru secara begitu cepat menyebabkan nilai produk yang baru dikeluarkan beberapa waktu sebelumnya jatuh. Potongan harga diberikan dan muncul pula tren di kalangan konsumen, yakni menunda membeli produk. Hal ini dilakukan secara sengaja dalam rangka menunggu potongan tersebut.

Sayangnya, industri busana tak menyukai fast fashion. Walau kini menguasai dunia, fesyen ini dianggap memiliki nilai fesyen yang rendah. Hal ini terkait erat dengan kedua komponen yang disebutkan di atas. Cepatnya perusahaan ritel fast fashion memunculkan produk, membuat pakaian yang baru dirilis di peragaan busana dapat diakses oleh konsumen dalam jangka waktu yang jauh lebih singkat—tentu dengan harga yang jauh lebih murah.

 

EDITOR: Destriyadi Imam Nuryaddin.