NASIONAL
29 Apr 2019 01:11
2128
Mengamati Setiap Sisi Pandang Pro-life dan Pro-choice

Penakota.id - Saat awan mulai gelap dan rintik hujan turun, Sir Pentoel bersandar dengan malas di apartemen sepi miliknya. Ia menggerutu kesal karena tak jadi keluar untuk membeli kopi kesukaannya. Sudah satu minggu lebih kawasan apartemennya selalu dilanda hujan besar saat menjelang sore. Akibat bosan dan kesal, akhirnya Sir Pentoel memilih untuk berselancar saja lewat gawainya.

Saat asyik berselancar di dalam dunia siber, Sir Pentoel menemukan sebuah artikel tentang besarnya presentase anak yang terlantar dan dibuang di Indonesia. Hal itu cukup membuat dirinya mulas. Menurut Kementerian Sosial (Kemensos) Indonesia, terdapat lebih dari 4,1 juta anak terlantar dan jumlahnya terus bertambah. Sir Pentoel menghembuskan napas prihatin terkait hal itu.

Dengan rasa keingintahuan tinggi, Sir Pentoel lantas terus menelisik laman berita tersebut hingga bagian komentar. Bagian komentar tersebut penuh dengan berbagai pendapat warganet. Ia mengernyitkan dahi saat melihat suatu komentar yang bertuliskan ‘Makanya, seharusnya Indonesia itu menjalankan aksi pro-choice dibandingkan pro-life yang berakhir seperti ini!’.

Pro-choice? Pro-life? Apa ya Itu?” tanya Sir Pentoel dalam hati, lalu tak lama kemudian ia mengetik kata kunci tersebut pada mesin pencari.

Setelah melakukan selancar di dunia maya, Sir Pentoel akhirnya mengerti apa itu pro-choice dan pro-life. Pro-choice merupakan pro-pilihan yakni perlakuan pro terhadap tindakan aborsi jika kehamilan memang tidak diinginkan. Sedangkan Pro-life merupakan pro-kehidupan di mana jika ada kehamilan yang tidak diinginkan, maka mau tidak mau bayi yang berada dalam kandungan tersebut harus dilahirkan. Pro-life sangat menentang besar adanya tindak aborsi karena disebut sebagai tindakan pembunuhan.

Para pemegang prinsip pro-choice mendeklarasikan bahwa mereka menginginkan adanya hak wanita untuk menggugurkan kandungan. Pasalnya, tidak semua kehamilan diinginkan dan tidak semua orang sanggup untuk membesarkan seorang anak. Mereka berpikir bahwa anak yang akan lahir ke dunia memiliki hak untuk berbahagia dan difasilitasi secara moral oleh kedua orang tuanya.

Jika nantinya anak yang lahir akan ditelantarkan serta tidak diberi dukungan moral-psikis yang baik, maka kaum pro-choice ini tidak menemukan letak sisi baik mengapa anak itu harus lahir. Daripada lahir dan ditelantarkan, bahkan ada yang hingga dibuang, lebih baik anak tersebut tidak lahir sama sekali.

Sedangkan sisi yang berkebalikan, kaum pro-life menginginkan sang anak untuk dilahirkan karena bayi yang masih berada di dalam kandungan memiliki hak untuk hidup dan membunuh kandungan tersebut merupakan sebuah tindakan yang sangat immoral. Pro-life menginginkan kesadaran diri setiap manusia untuk tidak melakukan hubungan seksual jika memang tidak menginginkan adanya kehamilan yang tidak diinginkan dan vice versa.

Di Indonesia sendiri, aborsi merupakan sebuah tindakan kriminal yang dikenal dengan Abortus Provocatus Criminalis. Tindakan ini telah diatur oleh KUHP pada pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349. Serta dalam UU Kesehatan tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014. Aborsi di Indonesia tidak dapat dilakukan kecuali adanya alasan darurat medis dan pemerkosaan. Tindakan aborsi ini pun harus dengan adanya konseling psikis oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang.

Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Sir Pentoel cukup tercengang saat melihat data tersebut. Ternyata, presentase atas anak terlantar dan kasus aborsi sama-sama berada di jumlah yang fantastis.

Dengan mendesah pelan, Sir Pentoel lalu berjalan menuju pantry apartemennya dan mengambil segelas air es dari kulkas. Pembicaraan mengenai pro-choice dan pro-life ini membuat Sir Pentoel pusing tidak karuan.  Pikir sir Pentoel, pro-choice dan pro-life sama-sama bertitik tumpu dari kejadian kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan tidak diinginkan ini biasanya dipicu oleh kurangnya pendidikan seks, seks pranikah yang terlalu bebas, terlupakannya fungsi alat kontrasepsi, hingga yang paling parah yakni pemerkosaan.

Di negeri kita sendiri, berbagai kejadian tersebut dapat banyak ditemui. Contoh saja kasus-kasus kehamilan anak di bawah umur, banyak anak yang bahkan tidak tahu mereka hamil dan tidak tahu bahwa perlakuan yang pernah mereka lakukan merupakan suatu hal yang tabu. Kurangnya edukasi seksual ini dapat membawa bahaya kepada anak dan memunculkan kurangnya penjagaan terhadap organ vital diri sendiri.

Itu juga membuat para pelaku kriminal pemerkosaan mudah untuk mengiming-imingi mereka dengan suatu hal. Maka, untuk mengurangi perbedaan pendapat dari pihak yang saling bertentangan ini, akan lebih baik mencegah tindakan yang memicu adanya tindakan aborsi atau kehamilan yang tidak diinginkan sebelumnya.

Hujan mulai reda, Sir Pentoel berjalan keluar menuju balkon. Tak jauh dari apartemennya, terdapat sebuah panti asuhan yang cukup besar. Beberapa anak terlihat berada di halaman belakang dengan baju yang basah kuyup akibat kehujanan. Anak-anak itu terlihat sangat senang bermain dengan satu sama lainnya, dengan pakaian sedikit lusuh dan kotor akibat terkena lumpur dan air hujan.

Sir Pentoel tahu pasti, walaupun anak-anak panti asuhan tersebut terlihat sangat senang bermain bersama, pasti ada sisi psikis mereka yang sedikit terganggu akibat tidak adanya peran orang tua. Ia memegang kepalanya sendiri lalu bergumam dengan suara lirih, “Ah, pusing saya memikirkan hal seperti ini.” Ah, Ia memang suka overthinking jika terlalu serius membaca.

 

Editor: Destriyadi Imam Nuryaddin.