GAYAHIDUP
23 Jun 2017 11:00
824
Gus Mul dan Tukang Sayur yang Terlupakan

Penakota.id - Pada serial film komedi, mungkin peran utama adalah sorotan yang paling terang di mata penonton. Peran tersebut sudah menjadi simbolik serial komedi dalam menarasikan alur cerita yang ingin dibangun. Tidak jarang, apapun yang dilakukan peran utama selalu memancing gelak tawa walaupun masih banyak adegan yang ia peragakan tidak lucu-lucu banget. Para pemeran utama seolah menyihir kepala penonton menjadi domba-domba yang kapanpun manggut saat penggembala menuntunnya berjalan.

Misalnya pada serial Warkop DKI. Apapun yang dilakukan Almarhum Kasino cs selalu membuat kerak-kerak di gigi penontonya terlihat walau sedikit. Mungkin kita keheranan, mengapa para penonton begitu terpukau dengan setiap peran atau pun adegan yang tiga orang komedian tersebut mainkan, ketika mereka hanya memukul bokong wanita, berlari-lari tidak jelas, cuap-cuap yang menjijikan (terlepas begitu menghormatinya saya pada karya belio-belio). Mega peran utama bagaikan matahari yang senantiasa menerangi gelap-gelap di hati penontonnya.

Sesungguhnya peran utama pada serial komedi bukan berarti mereka yang memiki kecerdasan melucu. Kita ambil contoh sinetron komedi 3 Semprul. Pembaca tentunya bisa melihat atau merasakan gaya bermain Gading, Andhika, Narji (sekarang Uus) tidak begitu lucu-lucu banget, jauh dari kata cerdas ketika kita mendengar humor-humor yang ingin mereka sampaikan. Memang, mungkin kecerdasaan dalam berkomedi adalah poin utama selain muka yang rada absurd dan karakter yang garing, maka kita tidak ada kapasitas untuk menilai gaya bermain para komedian tersebut. Tapi, dapat dilihat imbas dari superiornya peran utama dalam serial komedi membuat para cameo menjadi tidak ada nilainya. Padahal adegan-adegan lucu dalam serial komedi jika diperhatikan lebih banyak datang ketika adegan peran utama bertemu salah satu cameo. Malahan akibat ulah cameo itulah yang menciptakan kelucuan bagi para penontonnya.

Berbagai adegan yang di dalamnya terdapat cemeo tidak jarang menggugah tawa terbahak. Misalnya ketika ada cameo yang memerankan menjadi tukang sayur, divisualkan ia beserta gerobaknya jatuh tercebur sungai, terbentur tangga kayu, atau jatuh dari pohon jengkol. Karena cameo tersebut kalah populer dibanding peran utama, kita sering melupakannya begitu saja, menyepelekan mereka seperti angin lewat. Padahal tokoh cameo itu secara tidak langsung sebab akibat hati kita menjadi lupa dengan galau diputusin mantan.

Cameo seperti superhero tanpa jejak. Begitu pun Agus Mulyadi dalam Mojok. Jika namanya tidak sering disebut-sebut oleh kepala suku (baca: Puthut EA, gambar wajahnya yang tampan tidak diunggah (sampai banyak cabe-cabean yang mengidolakan), mungkin nama Agus Mulyadi akan terus ndeso di mata pembaca, tidak pernah dikenal sekalipun kalau posisinya di Mojok menggeser Arlian Buana sebagai pimpinan redaksi. Pasalnya Gus Mul (begitu panggilannya) terhimpit oleh beberapa nama yang sudah memilik banyak penggemar sebelum Mojok lahir. Katakan sang kepala suku, kemudian penulis macam Mahfud Ikhwan, Arlian Buana, atau Armandani dan kawannya yang sejuta umat itu. Walau buku Diplomat Kenangannya laku keras sampai ke pelosok, tetap saja Gus Mul kalah pamor. Huft kesel.

Gus Mul adalah tukang sayur yang tercebur ke dalam sungai, terkena tai kebo dan membuat orang-orang lupa akan pertunangan Hamish dan Raisa. Mungkin Mojok akan garing jika tidak ada penulis macam orang ganteng dari Magelang tersebut. Bagaimana tidak? selain tulisannya yang imut-imut, wajahnya juga demikian. Kita mungkin tidak akan tertawa saat melihat konten terbaru Mojok, Movi ketika yang ada di dalamnya bukan Agus Mulyadi. Saat ia menegak kopi seperti berkumur-kumur dan memutarkan gangsing receh.

Semoga Gus Mul sehat selalu, tidak terlupakan seperti tukang sayur di serial komedi atau pun tukang sate yang mengurangi ketakutan penontonnya di film Susana.

 

*ilustrasi: http://www.agusmulyadi.web.id

(penakota.id - fdm/fdm)