NASIONAL
27 Jul 2019 06:55
966
Menakar Eksistensi PRD Bangun dari Tidur Panjang

Penakota.id - Partai Rakyat Demokratik (PRD) berencana akan bangun dari tidurnya selama ini. Partai bersejarah yang lahir medio 1996 dan sempat dikukuhkan sebagai partai terlarang oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri 1997. Setelahnya, PRD kini mulai memupuk kembali amunisi untuk meramaikan kancah perpolitikan tanah air.

Keinginan membangunkan lagi PRD sendiri dilatarbelakangi oleh persolan polarisasi politik di Indonesia yang diangap mereka kurang mengedepankan sebuah gagasan. Menurut Sekretaris Jendral (Sekjen) PRD Dominggus Oktavianus, saat ini banyak partai politik (parpol) atau polarisasi politik hanya memunculkan kecenderungan-kecenderungan liberalisme dan konservatisme.

"PRD dalam hal ini ingin bisa menghadirkan satu alternatif politik bagi rakyat yang bisa memberikan solusi-solusi. Jadi politik yang diusung oleh PRD ini kurang lebih bisa dikatakan ingin memberikan satu jalan ketiga, yaitu jalan yang baru di luar daripada gagasan liberalisme dan konservatisme," tegas Dominggus di Kantor KPP PRD, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (22/7).

Oleh sebab itu PRD ingin kembali bangkit sebagai parpol yang dapat alternatif bagi rakyat tersebut. Hal itu juga dibarengi dengan aspirasi kuat dari anggota dan kader-kader PRD. Banyak massa yang masih tergabung dalam PRD ingin partai ini dapat maju dalam Pemilu 2024.

Dikatakan Dominggus, aspirasi dan rencana ini tengah dipertimbangkan oleh pihaknya secara seksama. Apapun yang menjadi syarat dan tantangan telah mereka harmonisasi dan akan disimpulkan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimas) PRD yang rencananya akan diselenggarakan pada Agustus mendatang.

Diakui Dominggus, hingga kini masih banyak tantangan-tantangan yang dihadapakan oleh PRD. Hal yang paling urgensi ialah bagaimana menghilangkan stigma atau labelisasi sebagai partai ilegal di masa lalu dan sayap Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Yang pasti itu sangat membutuhkan kekuatan dari kita sendiri untuk dapat melakukan satu sosialisasi, itu pertama. Sosialisasi bahwa PRD itu memperjuangkan pancasila dan akan memenangkan pancasila," tegas dia.

Masih banyak tekanan-tekanan yang juga mereka dapati. Dominggus menyebut tekanan-tekanan secara politis dan militer masih kerap terjadi bagi anggota PRD di berbagai daerah. Namun ia menganggap hal tersebut sebagai hal yang wajar lantaran memang belum ada pendekatan dan klarifikasi yang dilakukan oleh PRD.

Berangkat dari itu, Dominggus mengungkapkan, pihaknya akan melakukan pendekatan atau strategi jemput bola terhadap kekuatan politik atau institusi-institusi yang selama ini memiliki pandangan keliru ihwal berdirinya PRD di era Orde Baru (Orba). Baik itu di kalangan TNai-Polri maupun di institusi-institusi pemerintahan atau keagamaan yang masih belum melakukan pembaruan pandangan terhadap partai berlambang bintang dan padi tersebut.

Selain stigma negatif, PRD juga mengakui bahwa tantangan yang mereka hadapi adalah masih belum lakunya politik gagasan di tanah air. Dominggus menegaskan, politik Indonesia nyatanya masih dikuasai oleh pragmatisme.

"Artinya orang memilih sesuatu, pilihan politik bukan berdasarkan gagasan melainkan pertimbangan yang sangat pragmatis. Seperti politik uang dan sebagainya," lanjutnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan PRD tengah melakukan beberapa hal menuju 2024, di antaranya merapihkan kembali struktur organisasi, membangun akses politik, dan evaluasi logistik. Hingga kini, Dominggus mengaku, basis struktur PRD telah kuat dan sudah tersebar dalam 31 Provinsi.

"Yang belum ada itu hanya ada di Sumatera Barat, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah," pungkasnya.

Apalagi, banyak juga mantan aktivis PRD di masa lalu tengah melakukan pendekatan kembali untuk sama-sama berjuang dengan PRD menuju 2024. Akan tetapi ia enggan membeberkan siapa saja senior PRD tersebut.

Sejauh ini Dominggus mengaku PRD sebenarnya masih aktif dalam menangani masalah-masalah kerakyatan. Walau organisasi tersebut masih mendapat hambatan akan stigma yang mereka peroleh, PRD masih melakukan beberapa hal seperti advokasi di tingkat basis rakyat, terutama dalam isu pertanian, konflik agraria, pendidikan dan kesehatan. 

"Itu yang paling besar yang kita lakukan iti adalah yang suku anak dalam dari Jambi. Itu kita melakukan long march sejauh 1000 km dari Jambi ke Jakarta untuk memperjuangkan agar suku anak dalam mendapatkan kembali lahannya yang direbut oleh perusahaan sawit," ujarnya.

Kemungkinan-Kemungkinan

Sejarawan senior Anhar Gonggong turut ambil suara guna merespon rencana PRD untuk bangkit kembali. Anhar menegaskan kemungkinan PRD bangkit kembali menjadi partai adalah hal yang bisa saja terjadi. Pasalnya 'musuh' besar PRD, sistem pemerintahan Orba sudah tidak dipakai dalam pemerintahan Indonesia.

Menurut Anhar, ihwal stigma yang disematkan kepada PRD juga nampak telah larut. Labeling sebagai partai terlarang dan sayap PKI sudah bisa dihilangkan ketika mantan-mantan aktivis senior mereka nyatanya terpilih menjadi anggota DPR dan bergabung kepada partai besar sekarang.

Anhar mencontohkan nama-nama seperti mantan pimpinan PRD Budiman Sudjatmiko yang bergabung dengan PDIP dan Andi Arief di Demokrat. Bagi Anhar hal ini menjadi bukti bahwa stigma lama PRD sudah tidak berpengaruh akan kelangsungan PRD jika ingin membangun kembali sebagai partai legal.

"Kalau masih pakai ukuran Soeharto, ya tidak mungkin. Tapi jika memakai ukuran pemerintahan sekarang, sistem pemerintahan sekarang itu bisa saja terjadi. Kan itu persoalannya," ungkap Anhar.

Hal senada diungkapkan oleh Pakar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth. Diterangkan Adriana, jika PRD ingin membangun kepartaian bisa saja dilakukan. Pasalnya dalam regulasi pemerintah sekarang, sangat terbuka untuk siapapun ingin membangun partai. Hanya saja mereka harus menjalani syarat-syarat yang ada. 

"Sekarang sangat terbuka. Mungkin PRD berkaca dengan munculnya partai seperti PSI, Berkarya, dan Garuda,"

Bagi Adriana, urusan stigma juga sudah tidak berlaku bagi PRD. Stigma negatif PRD yang ada di kalangan masyarakat dan pemerintahan Orba nyatanya tidak akan berpengaruh ketika mereka mendirian partai kembali.

Adriana mengatakan, hal yang perlu disiapkan oleh PRD adalah bagaimana mereka dapat memberikan gagasan baru, tidak sama dengan parpol-parpol yang ada sekarang. Menurutnya parpol yang ada sekarang sangat kontemporer dan belum mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang ada.

Ia memberikan contoh PSI. Ketika partai yang didominasi oleh kawula muda tersebut memiliki citra yang cukup baru dalam perpolitikan, namun nyatanya mereka tidak lolos. Hal itu dikarenakan mereka masih belum mampu dipandang sebagai parpol yang bisa menjawab permasalahan masyarakat Indonesia saat ini.

"Begitupun partai baru lainnya. Jadi saya sarankan agar PRD juga dapat mampu melihat masalah baik nasional maupun global. PRD harus bisa meng-update isu internasional karena itu sangat berpengaruh," ucap Adriana

Bagi Adriana, jika PRD masih terjebak dengan gagasan lamanya pada zaman Orba, semua itu tidaklah relevan lagi. Sejatinya peristiwa yang akan dialami oleh Indonesia atau masyarakat akan terus berkembang dan semakin berat.

Tantangan dari Penguasa

Mantan aktivis PRD di era Orba, Linda Christanty mengatakan, sejatinya PRD harus konsisten berdiri membela rakyat jika ingin hidup kembali sebagai parpol. Linda menegaskan, semangat lama yang diusung PRD harus terus mengakar dan tidak hanya sekadar menjadi slogan semata.

PRD harus benar-benar memikirkan bagaiamana isu kesejahteraan rakyat dapat tercapai. Sebab sekarang rakyat sudah cerdas dan membutuhkan hal tersebut. Artinya itu tergantung dengan bagaimana praktik-praktik pembelaan PRD terhadap kesejahteraan rakyat yang dibelanya agar dapat benar-benar dirasakan. 

"Nah kalau PRD bisa menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka partai yang memang memihak kepada rakyat, memberikan kesejahteraan terhadap kehidupan rakyat, mendirikan keadilan baik itu secara hukum ekonomi maupun politik, ya tidak masalah. Masyarakat menunggu sebuah bukti," kata Linda.

PRD harus dapat menghilangka sinisme masyarakat sekarang yang cenderung tidak memercayai parpol. Hal itu dikarenakan banyak parpol yang ada di Inonesia hanya menebarkan janji-janji manis politik saja tanpa dirasakan oleh masyarakat. 

Dikatakan Linda, jika ingin menjadi sebuah partai kembali, PRD wajib memahami apa-apa yang dibutuhkan atau yang dipermasalahkan oleh masyarakat sekarang. Bagi Linda, masalah yang paling urgensi ialah bagaimana masyarakat dapat menggapai taraf hidup, kebebasan berekspresi dan berpendapat agar masyarakat dapat memiliki posisi tawar yang besar.

"Kebebasan berekspresi dan berpendapat, kemudian organisasi, ekonomi. Itu yang paling saya pihat sekarsng dan tertutupi  dengan isu-isu yang dimainkan oleh elite politik seperti intoleransi. Padahal menurut saya intoleransi itu tidak seberapa," papar Linda.

Diuraikan Linda, hingga sekarang belum banyak parpol yang berhasil mengimplemntasikan agenda-agenda atau membenahi isu ihwal kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu ia menaruh harapan pada partai yang pernah ia bangun untuk melawan hegemoni otoritarianisme di era Soeharto tersebut.

Linda mengungkapkan, PRD sendiri pada awal masa didirikan memiliki tujuan yang demikian. Keadilan dan kesejahteraan rakyat merupakan hal wajib yang patut dipenuhi dan didampingi. Maka Linda tidak ingin semuanya berlalu jika PRD dibangkitkan kembali. 

"Saya berharap PRD masih bisa memiliki semangat yang lama itu, berdiri di samping rakyat, membela keadilan rakyat karena masih ada juga teman-teman lama yang masih aktif dalam PRD sekarang," terang Linda.

Ihwal tantangan PRD, Linda menegaskan PRD harus siap dengan apapun konsekuensi atau pun resiko yang akan terjadi. Bagi Linda, sejatinya jika PRD atau partai apapun yang membawa isu kerakyatan pastinya harus siap mendapat perlawanan dari penguasa.

Diterangkan Linda, hal itu sudah menjadi seperti hukum alam. Selain itu, stigma bahwa partai tersebut adalah kiri dan dekat dengan komunis juga pasti akan terus tersemat. Linda memberikan contoh apa yang terjadi di dua negara yang memiliki serikat buruh kuat di Asia seperti Mesir dan Tunisa.

"Selalu pemerintah itu pasti akan sangat tidak menyukai. Misalnya ada sebuah gerakan-gerakan rakyat yang sifatnya politis, kritis terhadap kekuasaan, menginginkan sebuab perubahan, pemerintah tidak mau. Mereka sangat alergi dengan isu-isu yang menyentuh kehidupan masyarakat banyak," tegas Linda.

Sejatinya, lanjut Linda yang paling ditakutkan oleh pemerintahan manapun adalah gerakan kerakyatan. Gerakan kerakyatan lebih-lebih daripada muslim brotherhood.

"Makanya PRD maupun partai apapun jika membawa isu kerakyatan sudah pasti mensapatkan tantangan yang luar biasa. Dan mereka pasti akan mendapatkan stigma tidak jauh dari komunis, atau kiri," papar dia.

Intinya, Linda ingin PRD tetap konsisten dengan apa yang mereka perjuangkan walaupun akan ada tantangan besar yang akan mereka hadapi. PRD harus setia pada isu-isu kerakyatan sebagaimana dibentuknya PRD di era Orba.

Sejarah Singkat PRD

Untuk diketahui, secara historis PRD merupakan partai yang tumbuh dan dibangun sebagai alat pergerakan rakyat dalam melawan penindasan pemerintahan Orba. Pembentukan PRD sendiri resmi dideklarasikan berdasarkan Kongres Pertama PRD pada 15 April 1996 di Sleman, Yogyakarta.

Deklarasi tersebut merupakan puncak dari proses penyatuan gerakan rakyat di masa kediktatoran Orba. Proses ini dapat ditelusuri dari pembangunan komite-komite aksi pada tahun 1980an. Misalnya pembangunan organisasi pergerakan di sektor mahasiswa, buruh, tani, rakyat miskin dan seniman pada awal 1990an.

Ihwal yang menjadi program utama partai besutan Budiman Sudjatmiko cs. saat itu adalah pembukaan ruang demokrasi dengan mencabut dua tiang utama kediktatoran Suharto, yakni paket lima UU politik 1985 dan Dwifungsi ABRI.

Pada proses perjuangannya, PRD acap kali melangsungkan aksi-aksi massa dan bekerjasama dengan individu-individu serta kekuatan politik yang menghendaki bangsa Indonesia menjadi bangsa yabg lebih demokratis. PRD juga berhimpun di seputar kubu dan tokoh opisisi pemerintahan saat itu, yakni pentolan Partai Demokratis Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarnoputri.

Medio 1997, PRD sempat dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintah. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 1997, kiprah PRD dianggap sebagai sebuah pemberontakan dan wajib dijauhi oleh masyarakat. Namun Permendagri tersebut tidak berlaku pada tahun 1999, pasca runtuhnya rezim Suharto.

Medio 1999, ketika Pemilu digelar PRD berhasil ikut serta sebagai peserta pemilu. Bahkan pada saat itu PRD menjadi kelompok politik pertama yang mengankat isu neoliberalisem yang terwujud dalam kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Sebagai contoh liberalisasi perdagangan, pencabutan subsidi sosial, dan privatisasi aset-aset negara.

Akan tetapi, PRD tidak berhasil meraih kursi. Pasalnya PRD hanya meraih 0.07 persen suara. Sejak saat itulah eksistensi PRD mulai surut, mereka tidak pernah lagi meramaikan kancah perpolitikan di tanah air dalam konteks pemilu.

 

Editor: Galeh Pramudianto