GAYAHIDUP
04 Aug 2017 11:00
978
Empat Buku Rekomendasi Akhir Pekan

Penakota.ID - Mungkin bagi kalian yang setiap minggunya memiliki kegiatan atau aktifitas, akhir pekan menjadi waktu yang paling istimewa. Mengapa? Kalian tentunya sudah mumet dengan kegiatan yang sehari-harinya harus dikekang oleh sebuah beban, tanggung jawab, dan tenggang waktu yang seolah berdiri di belakang kalian memegang sebuah belati atau mungkin sebuah revolver. Haha. Begitu pun kalian yang masih berstatus mahasiswa/i dan siswa/i unyu-unyu, kami dapat meramal bahwa mata kalian terkadang mengantuk saat harus berhadapan setiap hari setiap waktunya dengan pengajar berkacamata dan berkumis lebat.

Tenang guys, bagi kalian yang jiwanya musik banget, toh Endah N Rhesa sudah memberikan saran ajib di salah satu lagunya yang berjudul Liburan Indie. Begini tulis band yang dimotori sepasang suami istri yang romantisnya bikin ngiri itu:

SAAT KU BERJALAN, TANPA RAGU, TANPA BIMBANG
TAKKAN KULEPASKAN ENGKAU DARI GENGGAMAN TANGANKU…
(UUU ..UU..UU..)

MELEPAS LELAH, PERGI JAUH TUK KEMBALI LAGI
BERSAMAMU S’LALU, TAK INGIN BERAKHIR WAKTUKU

MENIKMATI PAGI, SORE, DAN MALAM
SECANGKIR KOPI PANAS, SANTAI TANPA BATAS.
LALU ADA SIR DANDY BERNYANYI, MOCCA KEMBALI LAGI
MUSIK INDIE DI TIVI

MENIKMATI PAGI, SORE, DAN MALAM
JIMI-BULUK SIARAN, OTONG “KOIL” TWITTERAN
LALU ADA KABAR TRIO LESTARI AKAN TAMPIL DI SINI
KAMI PUN HAMPIRI

MENIKMATI PAGI, SORE, DAN MALAM
DITEMANI LAGU EFEK RUMAH KACA
LALU ADA BARRY LIKUMAHUWA DI MAJALAH TERNAMA
KAMI TURUT BANGGA

MENIKMATI PAGI, SORE, DAN MALAM
NAVICULA BERTANDANG, S.I.D BERJUANG
LALU ADA GIGI, ANJI, TOHPATI
WHITE SHOES (AND THE) COUPLES COMPANY
DAN RAN TERUS BERLARI…
(UU..UU..UU..UU)

TIBA-TIBA PANGGILAN KERJAAN TAK BISA DIABAIKAN
KAMI HARUS LAKUKAN….KEMBALI…

Nah guys, kalo diliat-liat dari lirik Endah N Rhesa di atas, itu adalah beberapa referensi musik-musik akhir pekan yang mantab buat didengerin, sambil minum kopi atau baca koran, atau mungkin baca buku. Perihal buku, kami punya 4 buku rekomendasi yang pastinya ga bakal ngebosenin untuk menjadi teman di akhir pekan kalian. Muehehe.

1. Sundari Keranjingan Puisi

Sundari Keranjingan Puisi adalah sebuah kumpulan cerpen yang ditulis oleh Gunawan Tri Atmodjo. Siapa yang tak kenal dengan Mas Gun, tulisan-tulisan belio sudah tidak perlu dipertanyakan lagi baik buruknya. Gunawan dikenal dengan sejumlah karyanya berupa cerita pendek, esai kesuastraan, dan puisi yang dipublikasikan di sejumlah surat kabar antara lain Horison, Jawa Pos, Media Indonesia, Suara Merdeka, Majalah Esquire, Majalah Basis, Majalah Kartini, dan lain-lain. Mas Gun (begitu pembacanya kerap memanggil), adalah laki-laki kelahiran Surakarta, 1 Mei 1982. Belio merupakan alumni Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Surakarta dari program studi Sastra Indonesia. Memenangkan beberapa kali lomba penulisan sastra, antara lain: Juara 2 Lomba Cerpen Solopos (2011), Juara 3 Lomba Cerpen Femina (2010), Cerpen Terbaik Majalah Horison (2004), dan lain-lain. Saat ini ia tinggal di Solo dan bekerja sebagai editor buku pelajaran. Pada kumpulan cerpen Sundari Keranjingan Puisi ini, Gunawan Tri Atmodjo memasukan 17 cerpen. Cerpen yang paling tersorot adalah cerpen yang memiliki judul sama dengan judul buku ini, Sundari Keranjingan Puisi.

2. Endorphin

Seorang pembunuh bayaran disewa untuk menghabisi nyawa seseorang. Ia menghabiskan waku seribu tujuh puluh hari enam hari sampai akhirnya dia menemukan bahwa targetnya ternyata sudah mati dan menjadi hantu. Wajah hantu itu sangat mirip dengan wajah nenek si pembunuh yang dicintainya – yang sudah wafat bertahun lalu. Pembunuh itu pensiun dari pekerjaannya lalu menetap di sebuah pedesaan dan menjadi penulis sampai meninggal. Kisah-kisah dalam buku ini ditemukan di pondok tempat tinggalnya.

Kiranya begitulah kalimat yang tertulis dalam sinopsis buku karya R. E. Hartanto. Guys, satu buku ini mungkin yang paling recommended buat dibaca di akhir pekan kalian, syukur-syukur semua endorphin kalian terkuaras deras (anjay). R. E. Hartanto sebetulnya adalah seorang seniman rupa. Belio genks, lahir di Bandung tahun 1973. Lulusan Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain atau yang sering kita dengar istilah kerennya dengan FSRD di Institute Teknologi Bandung. Gile bener ga tuh? Selain melukis, Hartanto diketahui juga sering menulis artikel tentang seni rupa dan berbagai cerita fiksi singkat. Kegemarannya berkarya seni rupa dan menulis pada akhirnya melahirkan sebuah komik yang mulai booming pada 2015. Dalam Endorphin, Hartanto seperti sedang mengajak pembacanya rehat sejenak atas keseharian duniawi. Kalian dijamin akan tertawa melihat goresan 22 cerita plus gambar-gambar yang belio buat sendiri. Misalnya saat membaca salah satu ceritanya yang menceritakan tentang Sulaiman, seorang mantan preman Tanah Abang yang tergusur dan pada akhirnya, lantaran bosan menganggur, ia mengambil kuliah S2 jurusan Kebatinan dengan beasiswa tanpa ikatan dari Lulung Foundation. Hayo, dari nukilan cerita itu inget siapa tuh? Hahaha

Buku Endorphin menjadi salah satu dari 5 buku terbaik Indonesia pilihan Rolling Stone tahun 2016.

3. Misa Arwah

Bagi ciwi-ciwi lucu dan imut yang kutu buku dan gemar membaca pwissie pasti akan menjerit-jerit histeris melihat satu penulis ini karena sekilas diteropong dari lubang pintu bagai pisang dibelah dua dengan Lee Min-Ho. Taraaaa Dea Anugrah. Dea Anugrah adalah salah satu penulis muda yang Indonesia punya selain Romo Mario F Lawi, Dewi Kharisma, Bernard Batubara, Sabda Armandio, Norman Erikson, Faisal Oddang, dan Ni Made Purnama Sari. Dea sudah melahirkan dua buku yang bukan sekedar buku main-main. Untuk taraf kesusastraan, Dea telah mampu menyihir penulis kawakan As Laksana untuk mengaguminya. Karya Dea itu adalah Misa Arwah (2015) dan Bakat Menggonggong (2016). Misa Arwah adalah kumpulan puisi yang diterbitkan oleh penerbit Indie Book Corner kepunyaan kerajaan Mas Irwan Bajang yang kece itu.

Membaca Misa Arwah seolah membawa kita ke sebuah ruangan yang suci dan agung, ubin-ubin keristal, dan pigura lukisan-lukisan para nabi bercokol di dinding. Namun sebelum itu semua bisa dilihat, kalian akan merasakan cemas berlebih terhadap kematian. Haha lebay yak, maapkeun yaw. Intinya puisi-puisi yang berjumlah 28 puisi itu sangat patut untuk dibaca oleh kalian. Berbeda dengan Endorphin, buku Misa Arwah karya Dea ini berhasil masuk 10 besar puisi terbaik Kusala Sastra Khatulistiwa pada 2016 kemarin. Pada penghargaan tersebut, Dea membuktikan kalau dirinya mampu berkompetisi dengan nama-nama penulis kece seperti  Esha Tegar, Mario F Lawi, Mardi Luhung, Avianti Armand, Benny Satriyo, M. Aziz Manna, Norman Erikson, Ni Made Purnama Sari dsb.

4. Kolam Darah

Pada salah satu jurnalnya, Eka Kurniawan pernah menulis:

“Jika saya harus menyebut tiga novelis terpenting dalam kesusastraan Indonesia, saya akan menyebut Pramoedya Ananta Toer, Asmaraman S. Kho Ping Hoo, dan Abdullah Harahap. Membaca semua karya mereka, saya pikir sudah cukup untuk memasuki rimba kesusastraan, dan menjadi yang paling gila di antara orang-orang gila. Saya pernah bertemu dengan Pramoedya, tapi pertemuan dengan Abdullah Harahap barangkali merupakan yang paling ajaib. Sejujurnya, sebelum benar-benar bertemu dengannya, saya berpikir bahwa penulis ini sudah lama tiada. Pikiran ini barangkali dibawa oleh kenyataan bahwa saya (kita), tak pernah menemukan apa pun yang tertulis mengenai riwayat hidupnya. Seolah-olah sejak lama memang ia tak pernah ada di dunia ini. Di sebagian besar buku-bukunya, kita tak pernah menemukan sebaris pun informasi mengenai sang penulis.”

Abullah Harahap adalah salah satu penulis favorit Eka Kurniawan. Ia terkenal dengan cerita-cerita horor yang mungkin berhasil membuat para pembacanya di tahun 1970-1980 merinding. Bahkan untuk mengenang sosok Abdullah Harahap, Eka bersama teman-temannya, Intan Paramatidha dan Ugoran Prasad membuat kumpulan cerita yang dibukukan menjadi Kumpulan Budak Setan di tahun 2010 silam. Buku tersebut didedikasikan untuk penulis kecintaannya itu. Kata Eka, sosok Abdullah Harahap sama misteriusnya dengan karya-karyanya. Sebagian besar novelnya diterbitkan oleh penerbit-penerbit kecil. Eka menambahkan, novel-novel Abdullah Harahap tampak lebih seperti brosur daripada sebagai karya kesusastraan. Novel-novelnya tak dijual di toko buku besar semacam Gramedia (kecuali belakangan hari), tapi di kaki lima dan di atas bis dan kereta, disodorkan oleh pedagang asongan, bersama Teka-Teki Silang, novel porno dan jam tangan palsu.

Kolam Berdarah adalah salah satu novelnya yang dicetak ulang oleh pihak Gramedia pada tahun 2013. Novel ini berkisah tentang Hantu, pembunuhan dan persetubuhan. Bagaimana memecahkan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh makhluk bercitra hantu.

(penakota.id - fdm/fdm)