GAYAHIDUP
24 Sep 2017 11:00
827
Perayaan 3 Tahun POST

Penakota.id - Di sebuah sore, tepatnya 23 September 2017. Dua orang dari tim kami berboncengan. Sebuah motor bebek dipaksa melaju kencang melewati jalanan yang penuh dengan kerikil dan lubang. Mereka terburu-buru, tanpa peduli dengan bensin yang hampir habis.

Untunglah, ketika melewati jalanan Cipulir, Jakarta Selatan, di depan sebuah gedung jaringan pusat perbelanjaan (ITC) mereka tidak terjebak oleh antrian mobil yang berdesakan. Sebab hari itu daerah tersebut lumayan lancar meraja. Hanya ada angin segar dan sedikit kepulan asap Metromini.

Salah satu dari mereka meracau sendiri saat melihat jarum jam di tangannya, "Sial, kayaknya kita sudah terlampau telat!"

"Memangnya saat kau melihat poster, acara di sana tertulis mulai pukul berapa?" sambut yang satunya lagi bertanya.

"Seingat saya pukul 16.00. Artinya kita sudah telat hampir setengah jam. Apalagi kita belum tahu kalau-kalau nanti di daerah Bulungan macet," jawab salah satunya kembali.

"Saya selalu sebal melintasi dan menunggu lampu merah di perempatan CSW! Bisa-bisa kita tidak bisa melihat Dea Anugrah baca puisi. Atau Kezia Alaia mungkin juga sudah tidak nampak di sana," sambungnya.

Mereka masih beruntung, ketika tiba di bilangan perempatan depan gedung CSW, jalanan terlihat cukup sepi. Dan yang menjadi keberuntungannya lagi mereka tidak pernah bertemu dengan cahaya merah di lampu yang mengesalkan bagi mereka tersebut.

Kurang lebih dua puluh menit dua orang dari tim kami itu pada akhirnya tiba di parkiran sebuah pasar di bilangan Cipaku 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Yak, Pasar Santa.

"Tunggu, saya beli roko dulu di sebrang," kata dari salah satu mereka sebelum pada akhirnya mereka berjalan cepat menuju lantai atas pasar.

Pasar Santa masih seperti biasa hari itu. Motor-motor masih ramai terparkir, dan harga prkiran masih juga sama, berapa lagi kalau bukan Rp.2.000 untuk kendaran beroda dua. Sambil berjalan, suasananya juga masih sama. Di dalam masih sering terlihat muda-mudi berlalu lalang dengan gaya khas indie, retro, dan 'artsy' yang lucu-lucu.

Tidak mau terlena dengan yang lucu-lucu, mereka langsung menuju ke tempat yang ingin mereka datangi, sebuah toko buku mungil bernama POST kepunyaan satu pasangan romantis Teddy dan Maesy.

POST, diketahui sore itu memang sedang melangsungkan sebuah acara. Acara tersebut merupakan sebuah perayaan ke 3 tahunnya berdiri menjadi sebuah toko buku indie dan sekaligus pembukaannya kembali pasca renovasi toko. POST terlihat lebih besar dari sebelumnya. Buku-buku terbitan POST Press pun terlihat memenuhi rak-rak terbaris rapih di ruang baru.

Walau di awal dua orang dari tim kami tadi berpikir kalau mereka sudah telat, nyatanya saat mereka datang acara masih terlihat baru dimulai (ternyata jam yang dilihat oleh salah satu dari mereka tadi mati). Terlihat Maesy sebagai salah satu empunya toko sedang berbicara mengenai POST dan sejarahnya sebagi pembuka acara.

Setelah Maesy selesai, pipi mereka terlihat berubah seperti isi buah semangka. Pasalnya sedang duduk di sebuah kursi di tengah menghadap ke para tamu seorang gadis cantik. Dibungkus dengan pakaian berwarna contaloupe, Kezia Alaia sebagai penampil pertama mulai membacakan karyanya.

Setelah Kezia, penulis Rizaldy Yusuf sebagai penampil kedua membacakan karyanya pula, yang salah satunya berjudul Perawat Kaktus Yang Berkhayal Hidup di Mars. Kemudian disusul oleh Windy Ariestanty yang dikenal sebagai editor dan penulis perjalanan yang mengusung genre narrative travel writing dengan narasi perjalanannya.

Tidak sampai di situ, Sabda Armandio dan Dea Anugrah secara bersamaan maju membacakan karyanya bergantian sebagai penampil keempat. Dio membacakan penggalan bakal novelet atau cerpennya, sementara Dea membacakan sepenggal dari karya yang ia katakan sebagai calon novel yang sedang ia garap tentang seorang penulis yang hilang.

Setelah Dio dan Dea, muncul Dewi Kharisma yang baru pulang pasca residensinya di Perancis tersebut turut meramaikan perayaan 3 tahun POST. Dewi Kharisma membacakan sedikit karyanya yang belum pernah dipublikasikan.

Dua orang dari tim kami melirik, membidik mata demi mata orang-orang yang ramai datang. Agaknya mereka tidak menemukan salah satu penampil, yakni Reda Gaudiamo. Penulis 'Na Willa dan Aku Meps dan Beps tersebut tidak terlihat di antara kerumunan. Walau begitu, sebelum penampilan 3 penulis tersisa, Mikael Johani, Gratigusti Chananya Rompas, dan Yusi Avianto Pareanom, ada satu penyair pendiam dan tampan macam Beni Satryo terlihat. Beni berhasil membuat para tamu tertawa geli saat mendengar pwissie-pwissie jailnya menggantikan panggung Reda Guadiamo.

Dua orang dari tim kami pun lantas ikut tertawa kesenangan walau tak punya uang.

 

sumber gambar: instagram Post Bookshop

(penakota.id - fdm/fdm)