GAYAHIDUP
17 Oct 2017 11:00
1421
Berpuisi dalam Melodi

Puisi terkadang begitu lekat dengan musik. Karena memang, kata yang indah sangat cocok untuk  ‘disandingkan’ dengan nada yang indah pula. Dan musikalisasi puisi adalah istilah kerennya.

Penakota.id - Menurut Wikipedia, kata adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti, sedangkan nada adalah bunyi yang beraturan dan memiliki frekuensi tunggal tertentu. Apabila dua komponen itu digabungkan maka akan tercipta keindahan yang seperti apakah jadinya? Semua punya jawaban indahnya masing-masing. Tapi yang jelas, musikalisasi puisi memang sememesona itu kawan.

Pesona itu kian bertambah apabila artis yang memainkannya juga begitu sejuk untuk dipandang. Nada merdu sang artis dan kata indah sang penyair menjadikan tiap waktu yang ada menjadi begitu tenang, nyaman dan menyenangkan untuk dihayati. Ya, seperti itulah kiranya sisi lain sastra, bisa dinikmati dengan segala cara.

Namun saat jenuh sedang hinggap di tepian atau mungkin di dalam pikiran, maka membaca puisi saja sepertinya belum cukup untuk menjadi penawar kejenuhan itu. Di saat seperti itulah musik dan puisi layak disandingkan dalam suasana yang tak terhindarkan.

Atau mungkin, musikalisasi puisi dapat dihadirkan setiap waktu? It’s up to you.

Nah, kalo kalian butuh info puisi-puisi keren apa saja yang pernah dilagukan, kami punya beberapa list-nya nih. Berikut daftar manusia-manusia kece yang mencoba memanjakan indra penglihatan dan pendengaran kalian lewat musikalisasi puisi. 

1. Sky Sucahyo

Manusia berjenis kelamin perempuan ini memang sangat memesona. Selain look-nya yang memang begitu rupawan, ia juga mempunyai suara yang begitu menawan. Soloist yang juga merupakan seorang vokalis band Nasadira ini memang dikenal sangat mencintai dunia sastra. Sky terlihat sering meng-upload musikalisasi puisi di akun Soundcloud miliknya. Beberapa diantaranya ada puisi dari Chairil Anwar, Dudih Amir Zuhud, hingga Taufiq Ismail yang sudah pernah ia lagukan. Dan semuanya keren!

Anyway, Sky juga memiliki single andalannya yang berjudul Lejar. Sebuah lagu yang bercerita tentang lika-liku kehidupan semasa perkuliahannya dulu. Hmm, sesuai yah dengan judul single-nya yang berarti lelah hehe. 

2. Banda Neira

Band keren, bagus dan luar biasa ini, kini memang hanya tinggal nama. Karena salah satu personilnya, Rara, memutuskan untuk meneruskan sekolahnya ke luar negeri. Dari keputusan Rara itulah tercetus istilah ‘bubar’ untuk duo yang lebih senang disebut sebagai sebuah band ini. Umur Banda Neira memang tergolong pendek, namun karya-karyanya bisa hidup sampai waktu yang tidak dapat ditentukan.

Di umur Banda Neira yang terbilang singkat, Rara dan Nanda cukup rajin dalam menetaskan karya-karya yang ear-catching di telinga. Tercatat sudah dua album yang sudah pernah mereka rekam. Dan di setiap albumnya itu selalu terselip musikalisasi puisi yang menggetarkan jiwa. Adalah Rindu (puisi Subagio Sastrowardoyo) dalam album Berjalan Lebih Jauh. Dan lagu Derai-Derai Cemara (puisi Chairil Anwar) dalam album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti. Bahkan di salah satu lagunya yang berjudul Mawar, mereka berdua membacakan puisi Wiji Thukul yang berjudul Sajak Suara.

3. AriReda

Bisa dibilang duo ini adalah ‘rajanya’ musikalisasi puisi. Karena memang mereka menikmati puisi dengan cara bernyanyi, maka tak heran sudah berapa banyak puisi yang telah mereka lagukan. Tak tanggung-tanggung, sudah tiga album ‘musikalisasi puisi’ yang pernah mereka rilis. Di antaranya album Becoming Dew, Gadis Kecil dan Menyanyikan Puisi.

Beberapa sajak yang pernah mereka lagukan pun berasal dari para sastrawan Indonesia ternama. Mereka adalah Joko Pinurbo, Acep Zamzam Noor, Abdul Hadi WM, Hartojo Andang Jaya, Toto Sudarto Bachtiar, Goenawan Mohamad dan khususnya Sapardi Djoko Damono. Ya, khusus sajak-sajak Sapardi Djoko Damono memang diakui AriReda seperti mempunyai semacam kedekatan khusus dengan mereka berdua dalam melagukan puisi.

Seperti yang dikutip dari BBC.com, bagi Ari Malibu dan Reda Gaudimo, musikalisasi puisi adalah sebuah cara lain untuk menikmati dan menyampaikan puisi. “Ada yang mendeklamasikannya, ada yang membacakannya, ada yang menampilkannya dalam aksi teatrikal. Dan kami melalui musikalisasi, melagukannya” tutur Ari.

4. Fajar Merah

Adagium buah jatuh tidak jauh dari pohonya sangat kentara dengan musisi ini. Fajar Merah, melihat ia mendendangkan lagu-lagu di panggung seperti melihat sang ayah yang juga seorang penyair sekaligus aktivis sedang berorasi di mimbar-mimbar. Darah seni yang dimilikinya sangat mafhum ketika kita mengetahui sosok sang ayah, Wiji Thukul yang progresif ketika bergerak membela kaum buruh melawan tiran penguasa Orde Baru dengan puisi-puisi pamflet yang ia buat.

Fajar Merah adalah anak bungsu sang penyair yang sampai saat ini belum diketahui rimbanya itu. Meneruskan perjuangan sang ayah, Fajar kerap menyuarakan lirik-lirik perlawanan dan kritik sosial atas tindakan-tindakan atau sistem yang dilihatnya tidak membela rakyat kecil. Lirik-lrik yang ia buat percis dengan puisi-puisi pamflet yang Thukul tulis. Selain itu, Fajar juga kerap melagukan puisi-puisi sang ayah demi mengingat perjuangannya di masa lampau. Bunga dan Tembok adalah salah satu puisi Thukul yang paling sering dibawakan oleh Fajar.

(penakota.id - mht/fdm)