HUMANIORA
25 Oct 2017 11:00
750
Tiga Penulis Raih Kusala Sastra Khatulistiwa Ke-17

Penakota.id - Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) baru saja umumkan tiga pemenang, masing-masing kategori prosa, puisi, dan karya perdana atau kedua, pada rabu (25/10) di Atrium Plaza Senayan, Jakarta.

Novel Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu karya Mahfud Ikhwan berhasil menjadi pemenang kategori prosa. Sementara, untuk kategori puisi, Di Ampenan, Apa Lagi yang Kau Cari? karya Kiki Sulistyo juga terpilih menjadi pemenangi. Selain dua karya dari dua kategori tersebut, kali ini KSK juga mengumumkan pemenang untuk kategori barunya, yakni karya perdana dan kedua yang berhasil didapatkan oleh penulis Nunuk Y, Kusmina lewat karyanya berjudul Lengking Burung Kasuari.

“Sastra sejak dahulu selalu bercermin pada masyarakat dan membongkar berbagai sosial yang mendesak. Kita berharap lebih banyak penulis kita melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah gerakan perubahan dan mengukuhkan budaya dan kesenian kita sebagai ekosistem yang kritis, memberi harapan pada sebuah masa depan yang akan memayungi sebuah masyarakat cerdas, berbudaya, bahu-membahu menghadapi kendala-kendala yang menghadang perkembangan,” kata Richard Oh, salah satu penggagas penghargaan KSK dalam pidato sambutannya.

Mahfud dengan Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu di kategori prosa sebelumnya bersaing dengan empat karya finalis lain yakni, Bakat Menggonggong karya Dea Anugrah, Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al- Bayqunie, Lengking Burung Kasuari karya Nunuk Y. Kusmiana dan Telembuk, dangdut dan kisah yang keparat karya Kedung Darma Romansha.

Sementara itu, Kiki Sulistyo lewat buku puisinya berjudul Di Ampenan, Apalagi yang Kau Cari? berhasil mengalahkan empat finalis kategori puisi lainnya, seperti Badrul Mustafa, Badrul Mustafa, Badrul Mustafa karya Heru Joni Putra, Penyair Revolusioner karya Deddy Arsya, Rahasia Dapur Bahagia karya Hasta Indriyana dan Tamasya Cikaracak karya Toni Lesmana.

Untuk kategori baru, karya perdana atau kedua, walau tidak berhasil unggul di kategori prosa, Lengking Burung Kasuari karya Nunuk Y. Kusmiana berhasil ungguli karya-karya seperti, Badrul Mustafa, Badrul Mustafa, Badrul Mustafa karya Heru Joni Putra, Pertanyaan-Pertanyaan tentang Dunia karya Mutia Sukma, Pledoi Malin Kundang karya Indrian Koto dan Seikat Kisah Tentang Yang Bohong – kumpulan cerpen karya Berto Tukan.

Diakui oleh ketua juri KSK ke-17 Geger Riyanto, bahwa dewan juri KSK tahun ini mencoba menelusuri karya-karya yang memperlihatkan keandalan dalam “menyiksa bahasa”. Bagi Riyanto, dalam kerja kepengarangannya, pengarang melakukan tindak kekerasan, ia adalah pendobrak serta segala hal yang menunaikan segala definisi seorang penghancur. Akan tetapi, Riyanto menambahkan bahwa perbuatan yang dilakukan pengarang itu tidak semata ditujukan kepada pembaca atau berakhir meninggalkan mereka dalam kehampaan. Pengarang melakukan kekerasan kepada sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri atau pembaca-bahasa, ideologi, kekuasaan-yang mengubur kenyataan, kerawanan, serta potensi-potensi mentransformasi tatanan yang jumud. Dan di ujung dari kekerasan yang dilakukan pengarang, apa-apa yang terpendam tersebut mengemuka.

“Karenanya, tidak ada ungkapan yang lebih padan untuk menggambarkan tanggung jawab pengarang dibandingkan apa yang pernah disampaikan oleh Elfriede Jelinek, bahwa ‘bahasa’, menurut Jelinek perlu disiksa agar kebenaran tercapai. Chairil Anwar adalah seorang penyiksa bahasa. Tetapi, dengan menyiksa pula, ia memunculkan cara memikirkan, menghayati, dan menjad ‘aku’ yang terbayangkan sebelumnya,” tutur Riyanto pada pidato pengantarnya.

KSK menurut Riyanto ingin membantu menyampaikan atau mengekspos karya-karya semacam itu-mengeksposisi secara lebih memadai apa yang disebut Focault sebagai un livre-experience atau buku pengalaman.

Bagi Riyanto, pengarang sastra adalah figur yang berbeda dari ilmuwan. Mereka tidak diamanahi kewajiban mencari teori yang paling dekat dengan kebenaran lewat pengujian-pengujian laboraturium. Mereka berbeda pula dengan filsuf yang melakukannya dengan kerja-kerja spekulasi pikiran yang ketat. Tetapi, kata Riyanto, ia mempercayai bahwa kebenaran adalah wilayah kerja mereka-suatu lokus di mana mereka berkutat. Dengan cara-caranya sendiri, pengarang sastra berkomitmen kepadanya.

(penakota.id - fdm/fdm)