HUMANIORA
31 Oct 2017 11:00
734
Puisi "Definisi Sumpah: 2017" Hasil Kolaborasi Penulis

Penakota.id - Dalam rangka mengapresiasi Bulan Bahasa dan hari Sumpah Pemuda, sejak dua minggu sebelum 28 Oktober kemarin, Paviliun Puisi bekerja sama dengan Penakota.id mengajak orang-orang di seluruh Indonesia untuk berkolaborasi menulis satu buah baris puisi yang mendefinisikan arti Sumpah Pemuda di web Penakota.id.

Baris-baris tersebut kemudian dikurasikan oleh penulis sekaligus kritikus sastra Mikael Johani menjadi satu buah puisi utuh dan dibacakan di acara puncak Paviliun Puisi bertajuk #SumpahSerapahPemuda di Pavilliun 28, Petogogan, Jakarta Selatan, pada hari Sabtu (28/10). Pada akhirnya, puisi hasil kurasi itu dibacakan oleh perwakilan dari Paviliun Puisi (Mikael Johani, Anya Rompas, Utari Intan dan Rendy) dan Penakota (Fadli).

Selain mendefinisikan Sumpah Pemuda, agar apresiasi atas Bulan Bahasa yang digaungkan terasa semakin esensial, para penulis juga dianjurkan untuk memasukan satu kata dari daerahnya masing-masing. Hasilnya, dari 80 partisipan, satu puisi utuh berjudul Definisi Sumpah: 2017 lahir. Berikut satu puisi setelah dikurasikan oleh Mikael Johani ini:

 

Baca juga: Penulis Mahfud Ikhwan Ucapkan Terima Kasih Pada Buruh Migran

 

Definisi Sumpah: 2017

Jancuk! Definisi paling sederhana perihal sumpah itu sendiri, seumpama ngarai di pipi.
Apakah sumpah sudah kehilangan makna, karena banyak yang hanya mengumbar janji?
Seakan sumpah tra lagi kata bernyawa!
Indonesia is a myth. Discuss.

Jancuk!
Ini sumpah, bukan sampah yang bisa kamu buang dan tendang.
Sumpah demi kerang ajaib, semoga kita pemuda makin ajib.
Yang bukan sampah adalah yang bersumpah dengan tekad, bukan untuk akhirat.
Sumpahlah, Raden. Urip iku ojo lali eling lan waspada!

Jancuk!
Pernah sekali, aku pernah bersumpah untuk tidak pernah bersumpah lagi.
Sampai hari ini, masih banyak yang menggunakan sumpah untuk berlagak songong.
Arah tiada lagi menjadi petunjuk, semuanya menjadi jauh dan kehilangan harapan.
Kemanakah lagi harus kurindukan? Bumi pertiwiku yang hilang ditelan zaman?

Jancuk!
Apakah sumpah, tidak ada lagi maknanya jika tanpa diikuti oleh serapah?
Sumpah yang bersimbah dengan darah, masih tersisakah di dalam jiwa?
Mamasepi dewata-e, sumpah hidup sepanjang hirup!
Beda jaman bukan berarti beda semangat juang jadi pemuda.

Jancuk!
Sumpah pemuda wajib dibuktikan jika kau tak ingin dicap sampah pemuda.
Sebab kamu bersumpah layaknya lodeh di tanggal tua, hambar.
Torang so ba sumpah, mo kase jaga Bhinneka Tunggal Ika.
Karena sejatinya, mereka yang berbisik pun akan jadi berisik bila serentak bersuara…

Jancuk!
Sumpah tidak perlu ditulis, direkam. Tapi perlu dibuktikan.
Sumpah yang kesepian kasiang rupa pigura kosong di ngana pe dinding rumah.
Sumpah bukan sekedar ucapan, melainkan doa dalam ikatan penuh keyakinan.
Satu bahasa yang lantang menyatu jelma dhere.

Jancuk!
Sumpah Pemuda hanya mengunyah janji, sampai pencernaan jadi sebentuk mencret; sisanya sepi.
Padahal yang bilang itu abang-abang jaman dulu. Kok malah aku?
Tanpa disadari, kita terlalu jauh berlari, tanpa peduli dengan negeri sendiri.
Sumpah pemuda kau biarkan, yang kau pikirkan hanya sumpah serapah orang lain.

Jancuk!
Jadi, ke mana arahnya tulisan ini? Mungkin ke mimpi para pahlawan kami.
Sumpah pemuda adalah awal impian, tentang Indonesia yang saling berjabat tangan.
Sebermula sumpah ialah wadah, dan pemuda ialah isi yang mudah dipindah.
Sumpah, barangkali kata-kata itu ialah antara bohong dan benar.

Jancuk!
Sumpah adalah janji-janji yang lebih mendalam.
Sumpah, aku takut bersumpah. Karena kesetiaan pada sumpah sesok ditagih oleh-Nya.
Pasti kan direalisasi namun nggak setiap hari, karena lelah tersita kesibukan.
Namun dalam sumpah, harapan tetap bernyawa, tansah ana.

Jancuk!
Tutup usia wahai penerus. Kita adalah pelurus.

(penakota.id - fdm/fdm)