GAYAHIDUP
04 Dec 2017 12:00
750
Pertunjukan Berkesan Dari Gardika Gigih di IFI

Penkaota.id - Institut Francais d’Indonesia (IFI) bekerja sama dengan SRM, Blank  Orb Recording dan Sorge Record telah mempersembahkan SUPERSONIK #22 : Gardika Gigih Live in Concert kemarin, Sabtu (2/12/2017) di IFI, Jl. M. H Thamrin No. 20, Jakarta Pusat.

SUPERSONIK #22: Gardika Gigih Live in Concert  juga merupakan sebauh momentum komponis sekaligus pianis Gardika Gigih meresmikan perilisan album perdananya yang bertajuk Nyala. Album yang dirilis dalam format digital dan CD pada 6 November 2017 lalu ini adalah album perdana Gigih didukung oleh Sorge Record, sebuah label berbasis koperasi asal Bandung.

Ada 13 lagu yang diciptakan oleh Gigih yang termaktub dalam album ini. Tidak hanya sendirian, pada album perdananya Gigih juga banyak berkolaborasi dengan para musisi ternama diantaranya, Suta Suma Pangekshi (biola), Dwi Ari Ramlan (viola), Alfian Aditya (cello), Wasis Tanata (drum), Febrian Mohammad (gitar akustik), Desti Indrawati (mezzo sopran), Nurhan Aziza (sopran), Damar Sasodor (gitar elektrik), Rara Sekar (vokal), Ananda Badudu (vokal).

Bukan hanya dengan banyak musisi ternama, Gigih pada Nyala juga bekerja sama dengan seorang illustrator dan animator Gata Mahardika. Gata telah berhasil menginterpretasikan setiap nuansa-nuansa yang terdapat dalam setiap lagu dalam Nyala. Selain Mahardika, Mufqi Hutomo, seorang illustrator asal Bandung juga turut andil bekerja sama dalam pembuatan desain sampul dan kemasan CD di album Gigih tersebut.

Pada SUPERSONIK #22: Gardika Gigih Live in Concert kemarin, Gigih berkesempatan mendengarkan secara langsung kepada penggemarnya lagu-lagu yang dia instrumentkan. Gigih membuka konser dengan sebuah instrument improvisasi dan dilanjutkan dengan lagu ‘Ibu’ yang juga merupakan sebuah soundtrack dari film Lemantun karya Wregas Bhanuteja.

Pertunjukan konser Gigih makin terasa syahdu saat Ananda Badudu dan Monita Tahalea dipanggil untuk naik ke atas panggung. Di sana mereka berdua berduet menyanyikan lagu ‘Dan Hujan’ dari album Nyala dan salah satu lagu spesial Banda Neira yang belum pernah sama sekali dipanggungkan, ‘Sampai Jadi Debu’.

“Kesan saya di konser Nyala Gardika Gigih, memang bener kata dia sih ya, penuh dengan kecanggungan. Tapi canggungnya bukan dalam artian buru ya, dalam arti canggung itu karena semua orang begitu ingin mencapai sesuatu yang baik bersama-sama. Jadi pengen rasanya sampai, pesannya sampai, pengen mainnya juga bener, pengen mainnya enak, pengen semua yang denger meras nyaman, bisa pulang dan bawa lagunya sesuai dengan imajinasinya masing-masing. Jadi canggungnya canggung yang baik. Saya hari ini senang banget bisa ikut merasakan kecanggungan tersebut,” kata Monita Tahela setelah konser selesai.

Menurut Ananda Badudu, konser Gigih sangat berkesan bagi dirinya. Alasannya karena menurut dia jarang sekali ketika konser yang 50% instrumental ini diminati banyak orang. Dengan adanya konser ini membuat mantan personel Banda Neira itu menjadi lebih terinspirasi dan percaya diri dalam bermusik.

“Konser instrumental seperti ini kan jarang yah. Jadi ini kaya berkesan banget bagi saya. Kaya 50% instrumental tapi pemintanya tinggi. Orang-orang juga terlihat senang. Makin pede gitu jadinya untuk bermusik ke depannya,” kata Ananda Badudu.

Selain dua musisi di atas, Gigih mengajak juga sahabatnya yang lain yang dinamai 'Peristiwa Indonesia Ambiens 2017', ia berkolaborasi dengan Remedy Waloni (The Trees and The Wild), Luthfi Kurniadi (Elemental Gaze), Febrian Mohammad (Layur), Suta Suma, dan Jeremia Kimosabe sebelum akhirnya konser ditutup dengan tepuk tangan yang meriah dari penonton.

Kemeriahan konser Gigih bukan hanya dimeriahi oleh para musisi yang menyanyikan beberapa lantunan nada dan lagus aja, dalam SUPERSONIK #22: Gardika Gigih Live in Concert keamrin penonton atau pengunjung juga bisa melihat karya-karya milik Gata Mahardika, seniman di balik artwork-artwork album Nyala Gardika Gigih yang dipamerkan di luar auditorium.

 

(penakota.id - fdm/fdm)