oranment
play icon
Takaran
Resensi
Kutipan Resensi Takaran
Karya Ahmad_Ibrahim15
Baca selengkapnya di Penakota.id

Manusia adalah mahluk sebagai pemimpin di dunia ini. Tentu banyak sekali Sejarah perjuangan dan kekalahan umat manusia di dunia ini. Sejarah telah mencatat, bagaimana Hitler sebagai pemimpin nazi yang gagah dan dicintai banyak rakyatnya, yang telah menundukkan Spanyol, Italia, Polandia di bawah kekuasaan jerman. Seolah juga hendak menundukkan dunia internasional melalui perang dunia II. Tetapi tanpa disangka, siapa pula akan mengira, Hitler mati bunuh diri di basemen Gedung pemerintahannya di Jerman. Tentaranya banyak yang mati bunuh diri maupun mati ditembaki tentara Uni Soviet. Tank-tank jerman yang terbuat dari baja itu luluh lantah dibombardir oleh Soiviet. Pengikut dan sekretaris Hitler banyak yang putus asa sehingga mengikut pemimpin mereka untuk mati bunuh diri dengan obat dosis tinggi.

Tidak ada yang tahu, anak miskin dari Jerman itu memiliki keberanian untuk jadi pemimpin negara besar. Tidak ada yang tahu bahwa orang yang bukan siap-siapa seperti Hitler akan jadi tokoh dunia yang disegani sekaligus menorehkan Sejarah kelam nan kejam pembantaian kaum Yahudi. Berjuta-juta jiwa kaum yahudi, dibantai oleh pasukan nazi. Kaum nazi melakukan propaganda bahwa hanya ras Arya lah yang dapat menguasai dunia. Kaum Yahudi seakan hanya jadi korban dan buron dari tentara nazi. Seberapa menakutkannya Hitler, tidak ada seorangpun dari penduduk dan tentara Jerman yang berani untuk menghianatinya, seberapa besarkah keagungan seorang Hitler. Pidatonya yang penuh mimik ekspresif, secara tersurat dan berapi-api sebagai orator di podium, ditunggu oleh ribuan rakyat Jerman sebagai sebuah perintah sekaligus sabda.

Memang jalan hidup manusia tidak ada yang tahu. Mati, hidup, jodoh, cobaan, ujian, melarat-kaya, jelek-ganteng, memang tidak ada yang tahu sejauh mana itu menjadi sebuah pencapaian. Saya sendiri seakan putus asa pada diri saya sendiri. Padahal sudah saya berdoa ribuan kali-setiap usai solat setiap hari-meminta supaya jadi perwira, berpangkat, kaya, ganteng, punya istri cantik-tapi toh nyatanya nihil. Saya tidak punya pacar-bahkan tidak punya istri cantik dan seksi yang bisa menggairahkan hidup saya, tidak ada sama sekali kenikmatan soal Wanita dalam duniawi saya. Saya bahkan belum pernah merasakan perawan Wanita, sementara banyak teman-teman dan orang sekeliling saya sudah kehilangan perawan sejak SD, SMP-bahkan SMA, lebih parahnya lagi saat kuliah. Saya tidak bisa menjadi perwira seperti Lenin dan Hitler, saya tidak bisa menjadi seorang pemimpin yang berani dan jago ngomong yang disegani oleh banyak orang seperti Bung Karno, Lenin, bahkan Stalin. Saya merasa gagal terus dalam hidup saya. Bahkan saya jadi penulis, lebih tepatnya mencoba, tulisan saya selalu gagal diterima redaksi Kompas, tempo, maupun horizon. Memang banyak kekalahan dalam diri saya, saya bukakan jelas dan nyata penuh kejujuran dalam esai saya ini.

Saya berharap jadi PNS, tapi alhasil saya gagal dalam tes-sampai sekarang saya masih menganggur belum dapat pekerjaan selama 7 tahun lulus dari kuliah. Saya masih sering minta uang orangtua, buat keperluan hidup saya berbulan-bulan, bahkan saya sering mencuri uang ayah-ibu saya, pernah jutaan saya curi, karena ditipu oleh oknum yang telah menjanjikan saya ilmu ragasuka, terawangan, rengkah bumi, dan pengobatan, saya harus nyetor uang 5 juta dulu-tapi hasilnya saya dikibulin, bahkan saya dituduh oknum yang telah menipu saya itu untuk dipenjarakan. Saya tidak bisa hidup bebas, berani, punya banyak kawan dan pandai bergaul-semua itu nihil dalam tangkapan dan jangkauan tangan saya-nihil dalam hidup saya. 

Memang seseorang pernah mengatakan pada saya “hidup itu punya takarannya masing-masing, rejekinya masing-masing”. Tapi saya tak bisa menerima itu, saya jujur-sangat kecewa pada takdir dan kecewa berat pada Tuhan. Seolah saya dibikin sengsara, hidup melarat, jadi anak durhaka, dan hanya menyusahkan orang tua saya, seolah di depan mata saya hanya azab dan siksa bakalan memegang saya. Saya tak bisa menerima segala itu-walau takdir mau berkata dan berkehendak bagaimana pada jalan hidup saya.

Atau mungkin karena saya orang yang berkepanjangan angan-angan, atau mungkin saya adalah warga negara Indonesia. Cak Nun pernah berkata, “kalau kamu hidup di negara demokrasi kamu bebas mengkritik pemerintah tapi uang cari sendiri, kalau kamu hidup di negara komunis kamu tidak boleh mengkritik pemerintah tetapi uang sudah diberi, tapi kalau kamu jadi warga negara Indonesia kamu tidak boleh mengkritik pemerintah dan uang harus cari sendiri”. Saya merenung, mungkin karena ini saya nulis tentang saya pernah ditipu oknum silat, saya malah dituduh balik dan hendak dipenjarakan. Mungkin ini juga, saya hidup dalam kemelaratan. Bagi orang yang pernah merasakan titik nol dalam hidup, “hidup-mati sama saja, berkawan-atau tidak sama saja, senang-susah sama saja”.

Tapi kalau kita bandingkan hidup dengan Bung Karno, orang tampan, pandai, polyglot, orator ulung, istrinya banyak-cantik semua pula, hartanya melimpah, tanpa cacat tanpa kurang suatu apapun. Kita pasti meradang dan sesak dalam dada. Sedangkan kita, yang sama-sama manusianya, dia manusia-kita pun manusia. Tapi kita atau saya, hanya miskin, jelek, istri jelek, tak ada peluang. Sumpek rasanya dalam hidup.

Gus Dur sendiri pernah berkata, “Tuhan tidak perlu dibela, yang kita bela adalah orang-orang yang lemah”. Saya ketika menulis tentang kebenaran saya ditipu oknum pencak silat, saya malah dituduh, hendak dipenjarakan, hendak diajak sambung sampai mati, ayah saya bahkan sampai dipermalukan. Mulut saya dibuat bisu, saya diteror anak buahnya melalui pesan WA. Padahal saya adalah orang lemah, saya orang yang perlu dibela. Ketika saya membela diri saya yang lemah dan hina ini, timbul keberanian dalam melangkah maju, tetapi juga timbul ambigu-nanti kalau saya mati dikeroyok oknum silat itu, bagaimana nasib saya? Sedangkan tidak ada yang berani dan tidak ada yang mau membela saya sama sekali.

Orang-orang mengatakan pada saya, “kamu punya mimpi terlalu ketinggian, tidak mungkin berhasil cita-citamu”. Itu menghentak dada saya, menyadarkan pikiran saya yang terlalu membandingkan diri dengan orang sukses dan berhasil. Memnag hidup punya takaran masing-masing, baik rejeki atau hal sebagainya, tetapi maukah kita menerima kekalahan dan kemiskinan dalam hidup. Kalau saya sendiri tidak, bagaimana anda?


Pati, 10 Mei 2024

calendar
10 May 2024 15:40
view
20
idle liked
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig