

Langit sore itu tampak muram, seolah tahu ada sesuatu yang berubah di dalam diriku. Hujan turun perlahan, membasahi jalan yang dulu begitu sering kulalui dengan langkah ringan—kini terasa asing, berat, dan tak lagi punya arah.
Kadang hidup memang seperti itu. Kita berjalan dengan keyakinan, percaya bahwa kita tahu ke mana tujuan akhir. Tapi tanpa sadar, satu keputusan kecil, satu kata, satu kejadian, bisa mengubah seluruh peta.
Aku masih ingat hari itu. Telepon yang membuat semuanya berhenti. Suara di seberang sana datar, tak beremosi, tapi menghantam lebih keras daripada apa pun yang pernah kudengar.
“Kita nggak bisa lanjut, maaf.”
Hanya empat kata. Tapi cukup untuk membuat dunia yang kubangun selama bertahun-tahun runtuh tanpa suara.
Aku menatap jendela yang berembun, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Semua rencana, mimpi, bahkan doa yang pernah kupanjatkan—tiba-tiba terasa sia-sia. Seperti berjalan jauh hanya untuk menemukan bahwa jalan itu bukan milikku sejak awal.

