" Terkadang kita tak benar-benar pergi

kita hanya tersesat di antara keinginan dan kenyataan;

-Hasbimuhammad

Ada kalanya hidup memaksa kita berjalan, bahkan ketika kaki belum benar-benar siap melangkah. Dan pagi itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Aku berjalan tanpa tahu arah, hanya membawa keyakinan samar bahwa sesuatu sedang menunggunya di ujung jalan.

Hujan baru saja reda. Jalanan di depan kedai kopi tempatku bekerja masih basah, memantulkan cahaya lampu kendaraan yang lalu-lalang. Bau tanah bercampur dengan aroma espresso yang masih tertinggal di telapak tanganku — aroma yang entah kenapa selalu terasa seperti rumah.

aku menatap papan kayu kecil bertuliskan “Namq Coffee ”. Tempat itu bukan sekadar tempat kerja. Itu adalah ruang di mana aku menambatkan diri ketika semua hal lain dalam hidupku berantakan. Di balik meja bar itulah aku belajar banyak hal: tentang rasa, tentang sabar, dan tentang cara bertahan ketika hari- hari tidak berpihak.

Namun pagi ini berbeda. Ada sesuatu yang berubah.

aku menatap ke dalam cangkir cappuccino yang baru saja ku buat Busanya bergelombang, tidak sempurna, seperti pikiranku. “Mungkin memang harus begini,” gumamku pelan.

Beberapa hari terakhir, kepala ku dipenuhi tanya. Tentang arah, tentang tujuan, tentang kenapa hidup rasanya berhenti di tempat yang sama. Pekerjaan sebagai barista memang menyenangkan, tapi di balik setiap cangkir kopi yang ku racik, ada perasaan kosong yang makin sulit aku abaikan.