Langit sore begitu cantik kala itu. Bias jingga senja memancar ke seluruh penjuru langit, angin sepoi menabrak rambutku dengan lembut. Aku rasa sungguh tenang sore itu, menikmati lanscape hijau gunung sembari menyeruput teh yang menghangatkan tenggorokan. Aku tatap lama langit yang memerah itu dengan harapan; amarah bisa sejenak rehat dari tempatnya.
Kadang aku berpikir bahwa harap yang terlalu tinggi, hanya akan mencetus sakit di kemudian hari. Sejenak kuturunkan ego, kutundukkan kepala, dan mencoba meresapi setiap ambisi yang aku letakan di tempat yang begitu tinggi. Ternyata benar, harap terhadap sesuatu yang tak tampak arahnya hanya akan melahirkan banyak tanya dalam pikiran.
Detik itu aku berusaha untuk memberi jalan pada kata "maaf pada diri". Mencoba kembali untuk menjadi seorang pejuang. Kembali mencari diri dalam ramainya benak dikepala, dan berharap semuanya bisa sedikit mernbaik. Aku rasa, aku terlalu keras dan begitu takut dengan kehilangan. Karena itu, kesalahan kecil saja akan berdampak besar pada amarah.
Malam dengan gelapnya menutup keheningan hari itu. Terselip sebuah doa untuk jalan cerita yang lebih baik di kemudian hari. Di sudut tempat tidur. Aku memesan sebuah mimpi indah, sebagai pemanis untuk menuntaskan rasa-rasa bersalah yang sempat mengisi hari-hari sebelumnya.