

Kini, awan itu tak kuasa lagi membendung.
Pasukan air itu terjun dengan bebasnya,
berlepasan tanpa henti,
seakan mengasihi dirgantara
Yang sejak lama menahan beratnya sendiri,
hingga akhirnya jatuh
ke bumantara Malang
yang diam-diam menunggu.
Ia membasahi bumantara dengan penuh kasih,
merata—
seperti rasa yang tak pernah memilih
kepada siapa ia harus tinggal.
Dinginnya malam setelah hujan itu
serupa dengan atmosfer malam yang senyap,
namun menyimpan gema
dari segala yang pernah dipendam.
Air netra yang tersimpan kala itu,
kini telah siap berjatuhan,
walau sudah bukan saatnya lagi
untuk rapuh,
bukan pula waktunya
untuk meminta kembali.
Apakah ini secercah rindu
yang frontal melanda,
Atau perasaan lama
yang terlalu lama teredam
hingga tak kunjung tersiratkan?
Entah fatwa apa
yang hendak kau jatuhkan
atas segala yang pernah kita jaga diam-diam.
Aku ingin pulang.
Atau mungkin,
aku hanya ingin kembali pulang
ke rumah yang dulu—
bukan sekadar bangunan,
melainkan seorang insan
yang pernah menjadi tempat singgah,
saat dunia masih sederhana
dan pulang tak perlu banyak alasan.

