

Jangan percaya kebohongan itu- sebuah kata-kata halus yang membenarkan segala usaha dan rasa saling melengkapi. Mengapa? Mengapa harus diserahkan pada hal yang bukan ditanganmu ataupun di tanganku?
Telah kutenggelamkan rasa dan napasku dalam perjuangan kesendirian yang tidak seorang pun tahu,- namun kuyakin semua manusia lainnya juga mengalami hal-hal tersebut dengan ceritanya sendiri.
Kubentuk kembali hati yang hancur- yang tidak sengaja aku tarik- dari panah yang telah Kau tancapkan dalam-dalam.
Saat itu Aku tahu! Aku tahu! Tidak ada Semesta!
Aku bangun dan hadir menggantungkan pada diri sendiri, memeluk luka dan segera bangkit dari kekalahan telak sekalipun. Datang kembali menjadi bahasa yang tenang dan tidak khawatir akan bencana dari masa depan. Memberikan kejernihan untuk bisa menuntaskan segala tantangan tanpa air mata dan rasa ketakutan sekecil apapun.
Kini Aku tidak takut bahkan kehilanganmu, karena Aku.... Aku telah kehilangan diriku dan menjelma menjadi penjelajah semesta yang begitu lemah dan tidak sempurna.
Namun, perjuangan haruslah dikejar hingga akhir- hingga darah penghabisan. Katakan dan lantunkan segala perasaan yang ada jika kesempatan menghampiri walaupun jiwa dan raga sudah hampir meninggalkan rasa itu sendiri. Lakonilah sikap lembut yang selalu ditujukan dan didambakan di malam-malam delapan tahun lalu itu. Hingga akhir, untuk menyerap segala resah dan pedih duniamu.
Aku genggam Semesta bagianku! Juga sedikit Semestamu! Iya, Semesta kita!
Namun, ternyata telapak tangan kecil ini tidak cukup terbuka secara sempurna- kecuali dengan sentuhan, peluk dan tenangmu.
Untuk terakhir kalinya, Aku yakin dalam dirimu terlihat dengan jelas Aku yang hancur- Aku yang tidak ingin untuk Kau tahu. Secercah cahaya telah terlihat di ujung mataku. Tak lagi ada semesta yang kupertahankan karena sumbuku telah habis. Bergarak berharap pada jalan yang tidak memotong pada persimpangan yang sama dan menikmati kesendirian hingga titik hakikatnya.
Melebur pada Semesta.

