Aku tebaring di kubangan darah
Merah, gelap, kental dengan aroma busuk yang menusuk.
Mataku menatap kosong pada bulan purnama malam itu.
Tak ada air mata yang menetes.
Bahkan untuk mengucap selamat tinggal pun, bibir pecah-pecah itu tak lagi sanggup.
Seribu tahun kemudian,
Aku merangkak naik dari lubang hitam
Dengan belatung-belatung menggerogoti tubuh dan jiwaku.
Tanganku meraih tanah berlumpur yang dulu kusantap tiap petang
Sambil berharap seorang penggali kubur mencangkul, memotong lepas leher dan isi kepalaku.
Andai, andai dulu aku tak dilahirkan.
Tak menanggung asa dan kuasa.
Tak hidup lalu berguling di bara api yang membakar tiap inci kulit yang sudah kurawat sepenuh hati.
Andai, andai aku tak pernah dilahirkan.
Bertemu manusia picik, licik, menggerisik.
Menjadi manusia cula mula bermuka dua.
Aku, gadis yang bangkit dari kematian.
Tanpa batu nisan.
Tanpa peti mati.
Aku, yang sudah mati hari itu.
•••
Ditulis di Serdam, 14 Agustus 2022