

Hai, kamu.
Terima kasih sudah bertahan di hari-hari yang bahkan matahari pun enggan bersinar.
Aku tahu, kamu sempat merasa kalah —
sampai lupa, bahwa diam pun bisa jadi bentuk perlawanan paling lembut.
Sekarang lihat,
betapa jauh kamu melangkah tanpa perlu berteriak.
Betapa kamu tumbuh tanpa harus membuktikan apa pun.
Waktu tidak hanya menjawab lukamu,
ia juga menenun ulang hatimu,
menjadi sesuatu yang lebih tenang, lebih bijak, lebih lembut.
You’re not the same person anymore —
you’re quieter,
but in that quiet, there’s strength.
Ada kedewasaan yang tumbuh dari air mata,
dan ketenangan yang lahir dari kehilangan.
Jangan takut mencintai lagi,
tapi kali ini, mulai dari dirimu sendiri.
Peluk dirimu seperti kau dulu menunggu pelukan orang lain.
Senyumlah pada luka yang telah pergi,
karena ia pernah mengajarimu tentang arti bertahan.
And if one day the pain tries to come back,
smile — and whisper,
“I’ve met you before,
and I survived.”

