Sudut kota pukul dua belas dini hari
Aku sedang khusyuk meramu doa
diantara bola matamu—
yang sayu itu.
Barangkali lembut doaku
adalah memintamu kembali
Barangkali Tuhan berbaik hati
menyatukan lagi.
Bait-bait sajak ini masih sering menyeru namamu
setelah malam minggu itu
kau mengucap pamit dengan suara yang nyaris tak terdengar
Ini kisah dua manusia yang memeluk duri mawar
yang satu menggenggam,
satunya lagi melepaskan.
Lalu kita pamit pergi menyerok takdir masing-masing
Kau ke utara berjalan penuh tawa
Sedang aku di selatan
Menyengap, merangkul lara.
Sejak kepergianmu,
aku belajar menjadi sunyi
yang tidak bertanya apa-apa
saat pagi tiba.