Hai Bulan, masihkah kau bergelantung diam di antara kelam langit malam?
Apa kabar redupmu yang kini tak serupa dulu?
Kenapa sinarmu terasa samar—seperti ragu untuk bersinar penuh?
Adakah awan-awan tebal mencuri ruang cahayamu?
Atau hatimu sedang lelah, kehilangan percaya diri
menjadi sang pengganti matahari, yang selalu dielukan dengan gegap gempita?
Mari kemari, Bulan, duduklah di sisiku.
Akan ku seduhkan secangkir kopi hangat—
tak perlu manis, cukup jujur rasanya, seperti perasaanmu malam ini.
Kita bicara tentang luka yang tak sempat kau pantulkan pada danau.
Di mana gemerlap bintang yang dulu ramai mengitarimu?
Apakah malam terlalu sunyi, atau hanya hatimu yang mulai sepi?
Kau pasti merasa sendiri, meski tetap setia di langit tinggi.
Tak apa, Bulan.
Ada aku di sini—yang tak buta oleh silau,
yang melihatmu bukan karena terangmu,
melainkan karena tenangmu yang setia.
-a.peace