Kini di rumah, seperti seorang penganggur belum dapat kerja dan memimpikan mimpi sekali lagi yang masih bayang-bayang. Selimut yang lembut seperti tubuh bidadari yang tumbuh di imajinasi para orang-orang rajin berdoa, di suatu rumah ibadah yang melindungi tubuhku.
Di luar, kehidupan berada di ujung jengkal. Menunggu mati atau hidup berpanjang lagi. Tiada kudengar suara orang-orang biasa dan anak-anak kecil berteriak di taman. Aku tidak mendengar mereka.
Apakah wabah yang seperti hari akhir ini kau berselimut saja dan menonton film yang kau sukai? Dan kata-kata, alangkah liburnya ia di kepalaku, rehat dan minum dan merebah tidur.
Ia juga memintaku untuk tidak berpuisi sementara waktu, sebab katanya, "Aku harus terhindar dari penyakit, agar kata-kata ini tidak sakit dan abadi di setiap syair para penyair yang pandai bersedih."
Kini di rumah, aku di dalam kamar gelap. Orang-orang bagai hidup di penjara sementara waktu. Sementara para buruh diserang waktu kerja, tiada berlindung di rumah seperti kau dan aku: yang perih dari bahasa dan jauh dari perpisahan pelukan.
16 Maret, 2020