Dalam Kobaran Api: Novela yang Mengisahkan Bangsatnya Manusia
Resensi
Kutipan Resensi Dalam Kobaran Api: Novela yang Mengisahkan Bangsatnya Manusia
Karya aflaharizal
Baca selengkapnya di Penakota.id

Dalam setiap kisah, permasalahan seperti ketidakadilan atau kebangsatan manusia selalu terlukis di tiap kisah-kisah fiksi, salah satunya adalah novela yang ditulis oleh Tahar Ben Jelloun, yang diterjemahkan oleh Nanda Akbar Ariefianto, berjudul Dalam Kobaran Api. Kisah dibuka lewat karakter bernama Mohamed yang mulai meninggalkan makam Ayahnya yang telah meninggal. Mohamed membawa sebagian beban yang berat, di mana ia mulai berganti posisinya untuk bertanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga bagi Ibunya dan ketiga adiknya: Nabile, Nourredine, dan Yassine.


           Pada bagian awal berkisah, hidup akan terasa sama saja. Kemiskinan, penindasan, kehilangan, dan kesedihan. Mohamed membanting setir dan mulai membawa gerobaknya sebagai penjual buah-buahan. Setelah ijazahnya ia bakar dan tidak berguna dipakai sebagai lulusan mahasiswa Sejarah. Dalam novela ini saya mempercayai, bahwa apa yang diusahakan keras dalam mencari pekerjaan demi menyambung hidup, bukan perkara belum beruntung. Ketidakadilan manusia itu sendirilah yang bermain peran dalam kisah ini. Menyambung di tiap adegan-adegannya.


           Kisah ini diambil dari kisah nyata bernama Mohamed Bouazizi, seorang pria timur tengah Tunisia yang membakar dirinya sendiri untuk memantik perlawanan dari setiap ketidakadilan yang dilakukan negara. Tentu, Tahar sendiri menulis kisah ini lewat permasalahan kawasan manusia Arab yang kita pikir berbeda dengan kenyataan yang ada. Jika kita memandang orang Arab adalah seorang yang berketurunan agama baik bahkan masih ada asal riwayat Nabi, berbeda jika menilik kisah timur tengah yang penuh kedegilan ini. Sudah tentu pasti akan kaget mengenai kerasnya dunia manusia yang kian hari kian mudah menindas siapapun.


           Di setiap hidup Mohamed sebagai penjual buah, ia selalu dihadapi oleh abdi negara yang bernama Polisi. Yang datang mencegat dan meminta surat-surat sebagai sebuah syarat untuk berjualan buah. Jika tidak, maka akan bermasalah dan akan memutuskan rantai hidupnya dan menjadi pengangguran. Mohamed mencari siasat sendiri untuk menyambung hidup, agar tidak diganggu oleh para abdi negara itu yang setiap hari datang bagai neraka, mencari-cari masalah. Novela ini berhasil mengungkap permasalahan yang akan membawa seorang pembaca ikut emosi. Seakan-akan manusia-manusia yang menganggu manusia lain, seperti orang miskin, adalah manusia bangsat yang nyata. Selain berpihak kepada yang kaya dan pemimpin negara. Dalam kisah ini peran orang-orang miskin menjadi sentral, seperti penindasan yang tidak pernah berhenti.


           Mohamed sendiri menjadi salah satunya, membakar ijazah dan berjualan buah dengan rintangan yang ada. Rintangan yang membuatnya berat adalah menghadapi polisi-polisi setempat, yang selalu menjadi agenda untuk mengganggu setiap manusia yang tidak patuh lewat surat-suratnya. Namun, ada satu karakter yang memantik kemarahan lagi atas ketidakadilan lewat kisah ini, bernama Bouchaib, seorang yang berpengaruh besar atas penjualan buah-buahan. Lewat tindakannya, ia selalu menaiki bunga agar orang-orang yang dekat dan meminta bantuan padanya, beban tiada kepalang. Termasuk hutang Ayah Mohamed sendiri, dengan meminta diri untuk menikah dengan adiknya. Meski hutang-hutangnya sudah dibayar Ayahnya dengan usaha pontang-pantingnya.


            Kisah-kisah ketidakadilan manusia terlukis di sini, atas permainan mereka yang membuat dunia begitu kejam. Penindasan tidak hanya terjadi pada negara dan kepolisian terhadap orang miskin, melainkan rakyat sipil sendiri yang hidup dalam kompetisi demi menyambung hidup, termasuk karakter Bochaib. Mohamed menjadi salah satu karakter yang melakukan bunuh diri sebagai perlawanannya, dengan membakar dirinya sendiri, dan mengundang orang-orang untuk berdemonstrasi menentang ketidakadilan.


           Saya berpikir bahwa manusia-manusia bangsat ini selalu memiliki peran untuk menjatuhkan orang lain, bahkan mematikan rezeki orang lain. Saya bertanya-tanya pada kisah ini, yang notabene menyorot kaum Timur Tengah. “Kalau mereka mayoritas Islam, kenapa salah satu di antara mereka yang menyembah Tuhan yang sama menindas manusia lain, mematikan rezeki orang lain, bahkan orang miskin yang menjadi sasaran. Kenapa?”


           Pertanyaan demi pertanyaan masuk setelah saya membaca kisah Dalam Kobaran Api ini. Bahkan kutipan yang memukul diri saya sendiri: apa gunanya bergantung pada sehelai kertas yang takkan bisa membawanya ke mana-mana? Kutipan ini merujuk pada ijazah yang telah diusahakan manusia saat mengeyam pendidikan, yang tidak berpengaruh apa-apa dalam mencari pekerjaan. Bahkan dari semua ketidakadilan yang termaktub lewat novela ini.  


 

26 Jun 2020 20:33
275
Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Indonesia
9 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: