Sebelas, dua belas,
seperti hari yang biasanya.
Dua belas, dua belas,
...
Secantik-cantiknya angka kecil itu menganga
seraya menggoda akal sehat.
Perkara sepele macam-macam dipikirkan
dari keberanian hingga ketakutan.
Berebut pujian
di balik jiwa yang menghitam.
Kalau ditanya, cuma ingin berbunga-bunga
ala picisan tak apa, atau
mengulum ria
yang terbalut tipis dengan riya.
Baiklah.
Tanggal cantik hari ini diakhiri oleh perasaan
yang carut marut sekaligus
membabi buta.
Ketika ironi dan kemelut hatiku berbaur dengan
keangkuhan yang dinamai: harapan.
Padahal aku seharusnya
menamakan dia sebagai bentuk kecewa.
Akan tetapi, aku berkeras
membelanya atas kata cinta.
Sebelas, dua belas,
seperti hari yang biasanya.
Dua belas, dua belas,
kali ini kututup tanpa asa.
Apalagi rasa.
Biar tidak lagi dibuai tudingan
pihak-pihak yang cuma segan
mengusirku dari lingkaran kesempurnaan
buatannya.