oranment
play icon
aku dan cerpenku
Cerpen
Kutipan Cerpen aku dan cerpenku
Karya ahmadsofyan
Baca selengkapnya di Penakota.id

Perkenalkan namaku Marijo Subagio aku adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Ibuku adalah seorang buruh di pabrik timah. Sedangkan ayahku adalah seorang guru di Sekolah Menengah Pertama desa kami. Desa Kebun Karet, di sinilah semua keluarga kami dilahirkan desa yang berada di belantara Pulau Jawa ini merupakan daerah yang jarang sekali para elit pemerintah tengok walau hanya sekadar membenahi jalan yang sudah berlubang.

Sekarang umurku sudah beranjak tujuh belas tahun itu menandakan bahwa diriku harus mempunyai pegangan apakah aku akan lanjut kuliah atau langsung mencari pekerjaan sekaligus membantu ekonomi keluarga kecilku. Tapi, pekerjaan apa yang nanti akan aku kerjakan menjadi seperti ibu sangatlah berat bagiku karena aku tidak suka waktu istirahatku diatur, atau menjadi guru seperti ayah juga sangatlah sulit bagiku karena saat aku sekolah pun nilai dan kehadiranku selalu mendapat nilai di bawah rata-rata. Tapi, aku ingin sekali untuk menjadi penulis yang terkenal karena kurasa itulah bidang yang aku bisa daripada pekerjaan yang lainnya, namun aku takut apakah nanti ayah dan ibu akan setuju dengan pilihanku itu karena menjadi seorang penulis tidak mempunyai penghasilan yang tetap. Atau apakah ayah dan ibu menyuruhku untuk kuliah lagi. Aku tidak tahu.

**

“Bunuh aku Yuniar!” pinta Marhalih.

“Aku tidak akan membunuhmu Marhalih,” balas Yuniar.

“Dasar manusia biadab.”

“Terserah kamu mau bilang apa Marhalih.”

“Brengsek,” tukas Marhalih.

Begitulah kehidupan seorang petinju ilegal masing-masing kampung mereka rela bercucuran darah di atas ring demi nama baik kampung yang mereka bawa. Salah satunya adalah Marhalih dialah petinju kawakan dari kampung lempar cakram, Marhalih sendiri sudah banyak meraih medali dalam perlombaan antar kampumg tersebut namanya sudah sanagat tenar hingga luar kampungnya sendiri. Bahkan kalau dia yang bermain para penonton langsung merapatkan diri mereka untuk melihat kemenangan Marhalin dan melihat nasib sang musuh setelah bertarung melawannya.

**

Tidak disangka ternyata ayah dan ibu menerima keinginanku untuk langsung bekerja dan mereka sangat senang saat mendengar keinginanku untuk menjadi seorang penulis. Tapi katanya mereka tidak akan membiayaiku karena menjadi penulis itu tidak banyak butuh uang kecuali aku ingin memasukkan karyaku ke dalam toko buku. Karena saat ini aku hanya mengirim karyaku ke koran-koran lokal saja. Aku sempat ingin menyerah karena sudah beberapa kali aku mengirim hasil karyaku selalu ditolak. Mungkin penulisanku masih ada yang salah dalam tanda baca atau ejaan katanya.

Ayah dan ibu sempat tidak percaya ketika aku memberitahu bahwa tulisanku sudah dimuat di laman koran lokal, di kampung kami. Ketika aku tunjukan koran yang memuat tulisanku mereka tampak sangat terkejut apa yang dlihatnya, terpampang nama dan wajahku di dalamnya, mereka langsung lari keluar rumah dan membawa korannya seraya berteriak kepada seluruh warga desa memberi kabar bahwa anaknya kini telah menjadi penulis hebat yang akan terkenal di kemudian hari.

Sebenarnya aku malu ketika ayah dan ibuku melakukan hal seperti itu karena aku takut jika di kemudian hari sudah tidak ada lagi satupun koran yang mau memuat tulisanku lagi di laman koran mereka. Tapi, apa boleh buat aku tak bisa berbuat apa-apa mungkin ini adalah suatu kabar yang sangat menggembirakan bagi mereka berdua karena menurutku di desa ini jarang sekali yang bisa sepertiku ini bahkan bisa dibilang tidak ada sama sekali.

**

Walaupun Marhalih sudah berumur orang tua yang berkepala empat dan bercucu lima, dia masih aktif menjadi petimju antarkampung itu. Karena baginya membela desa kelahiran itu sangatlah berharga dan dia tidak mau pensiun sebelum dia benar-benar dibuat lumpuh oleh musuhnya. Musuh itu bagi Marhalih adalah “domba-domba yang berkeliaran dan siap untuk disembelih dan disantap satu kampung.”

“Mas mau sampai kapan menjadi petinju ilegal begini?” tanya Sumarti, isterinya.

“Sampai aku menemukan musuh yang bisa membuatku lumpuh,” jawab Marhalih dengan santai.

“Pak, aku sedih setiap liat bapak pulang dengan luka memar baru disekujur badan bapak,” tutur Marto, anak laki-lakinya.

“Kamu tenang aja, To, bapakmu ini kuat seperti Hercules yang kamu baca dibuku ceritamu,” sahut Marhalih.

Yuniar adalah petinju dari desa Cipalimis. Dia juga seorang petinju yang sudah kawakan tetapi yang membedakan Marhalih dan Yuniar itu, kalau Yuniar sempat absen sementara dari dunia tinju karena dia pernah patah tulang tangannya saat melawan petinju dari desa lain.

Dia juga pernah sekali bertemu dengan Marhalih di dalam ring tinju yang pada akhirnya dimenangkan oleh Marhalih dan dari pertandingan tersebut meninggalkan patah tulang hidung Yuniar. Dari pertandingan tersebut menyisakan dendam terdalam di hati Yuniar untuk membalasnya kalau dia berdua bertemu lagi di dalam ring.

Marhalih terkapar tak berdaya di atas ring. Kali ini sekujur tubuhnya diselimuti oleh lebam akibat serangan bertubi-tubi yang dilakukan oleh Yuniar. Hidungnya sudah tidak berbentuk dan hancur tulangnya. Matanya mengeluarkan banyak darah. Dan banyak giginya yang rontok berserakan di atas ring.

“Dengar, Marhalih, aku tidak ingin membunuhmu, aku hanya ingin melihatmu cacat dalam menjalani hidup besok,” tutur Yuniar.

“Kumohon langsung bunuhlah aku di atas ring ini agar aku tidak menjadi beban keluargaku,” balas Marhalih.

**

Ini adalah hari minggu terbaikku, keluargaku, dan warga desa Kebun Karet. Karena tepat pada hari ini aku menjuarai lomba menulis cerita pendek yang diadakan oleh koran harian Kompas dan aku mendapatkan medali, sertifikat, dan uang tunai sebesar lima juta rupiah. Berkat lomba ini aku mendapat banyak undangan untuk mengisi seminar, televisi, atau diskusi-diskusi lainnya. Mereka sangat tertarik kepadaku, karena menurut mereka aku menulis sebuah cerita pendek yang menjadi model baru dalam dunia kepenulisan cerita pendek. Aku menulis dengan judul “Aku dan Cerpenku”.

“Aku menjadi sukses karena karir kepenulisanku,” tutur Marijo.

**

“Aku terkapar tak berdaya. Bunuh sajalah aku,” pinta Marhalih.


calendar
18 Apr 2020 13:13
view
118
wisataliterasi
No.164 1, Jl. H. Dulgani No.RT.5, Krukut, Kec. Limo, Kota Depok, Jawa Barat 16514, Indonesia
idle liked
2 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig