oranment
play icon
Cakap Angin Diyat
Cerpen
karya @ainnn
Kutipan Cerpen Cakap Angin Diyat
Karya ainnn
Baca selengkapnya di Penakota.id

"Saya sumpah ustadz, enggak minjem uang lagi sama mereka, saya janji berhenti jadi preman, saya berhenti malak. Tapi, tolong saya bayar hutang ini, saya di kejar terus," mohon Diyat, dengan wajah memelas. 


Seorang pemuda yang menjabat marbot, menatap Diyat sinis. "Duh, sumpah ke berapa kali itu?" sindir Aidan. 


Ustadz Gugum, yang sejak lima belas menit terus dibujuk Diyat akhirnya luluh. 


"Dan, tolong ambil dompet saya!" titah ustadz Gugum, dijawab anggukan oleh Aidan. 


"Minta tolong lagi, janji tobat lagi, terus bikin salah lagi, terus balik lagi." Aidan tak berhenti mengomel saat berjalan mengambil dompet. 


"Jauhin mereka, jangan gaul lagi sama mereka, kamu tinggal aja di mesjid, temenin Aidan!" ujar ustadz Gugum bernada perintah, sambil menyodorkan uang pecahan lima puluh ribu. 


"Iya ustadz, Diyat enggak akan berurusan lagi sama mereka, Diyat janji!" ucap Diyat sambil mengacungkan jari kelingking.


"Halah, besok lusa juga balik lagi ke pasar, malak lagi, tawuran lagi, ngutang lagi," ledek Aidan.


"Dan, sekarang saya kan sudah janji, saya enggak bohong." Diyat menjelaskan. 


"Kemarin-kemarin juga udah janji, ujung-ujungnya gitu lagi dan minta tolong ustadz lagi. Mentang-mentang ustadz baik," balas Aidan sengit. 


"Iri ya?" Diyat tersenyum sinis, lalu memakai sepatunya. 


Aidan hanya mendecak sebal, sambil menatap tajam kearah Diyat. 


"Tatonya kapan mau dihapus Yat?" tanya ustadz Gugum, sambil memperhatikan kedua tangan Diyat yang penuh tato. 


"Belum ada uang tadz," Diyat menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. 


"Loh, saya kan pernah kasih uang buat hapus tato, kemana uangnya?" ustadz Gugum mengerutkan keningnya. 


"Biasalah, makan-makan, traktir temen, pasang tato baru." Aidan yang menjawab, dibalas tatapan sengit dari Diyat. 


"Fitnah itu dosa Dan!" sahut Diyat.  


"Terus dipake apa uangnya?" selidik Aidan.


"Urusan." Diyat segera pamit pergi, tidak mau menjawab lagi pertanyaan-pertanyaan Aidan. 


"Nanti sore datang lagi Yat, bantu-bantu buat buka bersama!" seru ustadz Gugum, pada Diyat yang masih di gerbang mesjid. Diyat mengacungkan kedua jempol.


"Ustadz, kenapa masih tolongin Diyat? Omongan Diyat enggak bisa dipercaya, bohong semua. Saya enggak yakin, dia bener-bener mau berubah," ucap Aidan, setelah Diyat pergi jauh. 


"Husnudzon aja Dan, mungkin kali ini dia bener-bener mau berubah." ustadz Gugum bangkit

berdiri, lalu berjalan memasuki mesjid.


"Husnudzon sama Diyat?" gumam Aidan sambil menyeringai.


***


"Hey Diyat, jangan ikut bukber!" kata Aidan, yang sedang menyiapkan takjil bersama Diyat.


"Terserah saya lah, setiap yang datang boleh ikut makan, apalagi saya bantu siapin takjil," sahut Diyat. 

"Yang enggak puasa jangan ikutan," ujar Aidan. 


"Saya kan puasa Dan!" Diyat mendelik kearah Aidan. 

"Terus, yang nyobain kolak di cup itu siapa?" tanya Aidan sambil menyeringai. 


Diyat tidak menjawab lagi, dia pergi masuk ke mesjid. 


"Saya tobat ustadz." Aidan berbisik memeragakan Diyat. 


"Tobat, tobat, halah!" gerutu Aidan. 


***


"Baru tiga hari rajin kesini, udah ilang lagi aja dia tadz," celoteh Aidan. 


"Diyat?" tanya ustadz Gugum sambil tersenyum tipis.


"Iya, baru juga sebentar belajar ngaji sama saya udah berhenti aja. Kemarin, padahal dia bilang datangnya bakal tepat waktu."


"Mungkin, belum sempat Dan," ucap ustadz Gugum. 

"Dia enggak ada kerjaan tadz, enggak sempat gimana coba?" tanya Aidan, dengan tatapan tak suka, seolah Diyat ada di hadapannya.


"Kita harus sabar sama Diyat, kita juga harus sering tolong Diyat. Dia sebatang kara, dari kecil hidupnya enggak berarah. Wajar, kalau sulit banget ajarin dia," papar ustadz Gugum. 


"Nah justru itu, dia enggak punya siapa-siapa. Seharusnya, Diyat itu nurut sama orang yang baik sama dia. Minimal, dia itu mau diajak buat jadi 

baik." Aidan mengembuskan napas kasar. 


"Iya kita harus sabar Dan, semua berproses."


Aidan mengangguk pelan, memilih setuju dengan pernyataan ustadz Gugum. 


"Ustadz?" seru seseorang dari pintu mesjid. Wajahnya babak belur, celananya sobek, rambutnya berantakan. Keringat bercucur deras di pelipisnya.


"Iya Yat? Loh kamu kenapa?" sahut ustadz Gugum, lalu segera menghampiri Diyat. 


"Saya minta maaf ustadz." Diyat menunduk. 


"Drama dimulai," celetuk Aidan, dari kejauhan. Kemudian, Aidan mengikis jaraknya dengan ustadz Gugum dan Diyat. 


"Ini bener-bener terakhir saya minjem uang ustadz, saya ditagih hutang sampai di pukulin tadz, sumpah ini terakhir tadz, saya janji enggak akan ke pasar lagi ketemu preman-preman itu." papar Diyat panjang. 


"Saya enggak akan kesana lagi, saya mau belajar aja di mesjid tadz. Saya mau memperbaiki diri," lanjutnya. 


"Tiga hari yang lalu, bukannya udah janji?" sindir Aidan. 


"Saya enggak bicara sama kamu Dan!" balas Diyat. 


"Ustadz, tolongin saya ya?" mohon Diyat. 


"Demi Allah, saya janji mau berubah tadz," lanjutnya. 


"Jangan bawa-bawa Allah, nih bayar hutang kamu yang enggak lunas-lunas itu. Enggak terhitung berapa kali janji, berapa kali sumpah, tapi ustadz harap kali ini kamu sungguh-sungguh sama ucapan kamu." ustadz Gugum menyodorkan sejumlah uang. 


"Cukup?" tanya ustadz Gugum. 


"Cukup ustadz," jawab Diyat. 


"Beneran? Cepet lunasin, jangan berurusan lagi sama mereka, jangan balik lagi ke pasar, jangan malak lagi, jangan berantem-berantem lagi." papar ustadz Gugum. 


"Jangan bohong lagi!" lanjut ustadz Gugum penuh penekanan. 


Diyat mengangguk. 


"Udah sana, nanti sore balik lagi!" 


"Ada acara buka bersama lagi ustadz?" tanya Diyat. 


"Belajar bersama," jawab ustadz Gugum, lalu masuk kembali ke mesjid. 


"Saya pamit ustadz, terima kasih, assalamualaikum." Diyat pamit, lalu berjalan pergi. 


Aidan yang sedari tadi hanya menyimak, akhirnya masuk kembali ke mesjid. 


"Ustadz, kayaknya sia-sia aja kita bikin Diyat berubah, Diyat itu enggak pernah mau berubah," ucap Aidan, setelah duduk disamping ustadz Gugum. 


"Terserah Diyat mau berubah atau enggak, tugas kita ajak dia, tolong dia, dukung dia," jawab ustadz Gugum. 


"Kita enggak tahu kedepan bagaimana, do'ain aja Diyat, jangan diambil pusing sabar aja." ustadz Gugum bangkit berdiri, lalu menuju wc mesjid. 


Aidan tertegun, dia memikirkan perkataan ustadz Gugum. 


"Diyat meresahkan," gumam Aidan, lalu menyusul ustadz Gugum. 

calendar
06 Aug 2021 14:48
view
55
idle liked
2 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig