Meng-abang-kan bibirmu, manakala jam melurus di angka sembilan
Menyanggul mahkotamu, saat-saat tiba menuju jalan nasib
Dua belas kilo, disepanjang umpatan yang melempar duri-duri sakit
.
Kau benar sakit
Yang ada hanya sakit hati, dengan semangkuk resah yang kau punya
Bahan bakar harapan
Yang mampir punya heran, melihat tangan menengadah sedang ia habis bertelanjang ria
Masih pantaskah kau berdoa?
Dalam gumammu “Tuhan, aku punya dua orang yang kukasihi, setidaknya sampai mereka mandiri, aku terus begini”
Merapal beribu-ribu bacaan yang salah-salah
Akankah dikabulkan doamu?
Berdoa ialah milik setiap hamba yang masih percaya Tuhannya
Dentang subuh melangkah pulang
Dengan semangkuk nasi yang ia dapatkan
Bahan bakar cinta
RI