Badanku yang kini bermandi cahaya lampu jalan temaram redup
di bawah markahnya yang tak pernah tidur
merekam laju rantau meregang waktu
menyaksikan dunia yang sibuk teramat khusyuk menyusun hari depan gemilang terlanjur kusut.
Di sampingku tapak kaki pejalan papa
belum siuman dari luka
terukir pulas di bangsal trotoar
dengan gagah enggan beringsut ia tadah runcingnya hujan-badai yang menampar,
Sementara tubuhku terkapar basah
belum habis menekuri jejak kaki para musafir
kini melangkah melipat seribu arah dengan menjungkir.
Aku yang limbung terlontar ke simpangan
di atas genangan menelentang ke langit malam yang bergambar wajah seorang perempuan
menimang bocah dalam kelambu masa silam
O, aku mabuk sejadi-jadi dalam hujan ciptaanku sendiri
lalu tenggelam jauh di kelamnya.
Aku yang menggigil berdiang pada mata terbakar haru
tak kuasa menahan kubonceng lara
lintang pukang menyusuri jejak kembara semerbak sajak
O, aku mabuk sejadi-jadi dalam hujan ciptaanku sendiri
sebelum akhirnya terdampar di atas ranjang bekas aku bermimpi dan menyusu
di gigir ia yang tak pernah selesai menyulam doa seharu ibu.
Tangerang-Bogor
April, 2019