Mak, di bawah tapak kakimu yang surga
Aku bersimpuh
Sebab tatap limbungku tiada kan sanggup
menembus tandus padang ini
Apatah sampai pada puncaknya
Sedang Ia bersemayam di sana?
di hutan;
yang menumbuhkan pohonan
di tapakmu;
yang menampung rindu-dendam
Bila kan benar Ia di sana
maka restuilah ritus khayaliku ini
Menempuh arah kepulangan
membenamkan mahar pada hutan kerinduan
Ke sana aku ingin kembali,
Sekali lagi
Di sana tak bakal kujumpai kertas-kertas hologram yang menghiasi perayaan-perayaan kasat mata
Sekali lagi, mak
Aku ingin kembali
Membawa sejengkal saja tapak kakimu yang surga ke muasalnya
menyaksikan asmaralokaNya tumbuh seluruh
tanpa dipaksa tenggelam-kelam
ke dalam rupa pura-pura
Ketahuilah, Hai Awang!
Rindu telah tersusun rapi sebelum sumsum melingkar dalam perut swargalokaku
Katamu, mak
Tapi di tapakku kian mengepul kepedihan meruang-mewaktu
Serupa Halimun melingkari kesenyapan Salaka
Sanggupkah Ia menerima kepulangan yang berlumuran itu?
***
Bogor,
27 Januari 2024