Bagi saya, cerita adalah kompleksitas hidup manusia yang paling detail. Membaca cerita-cerita juga bukan hanya sekadar mengeja kata per kata yang ditulis oleh pengarang, tapi lebih dari itu. Di dalamnya, dijabarkan beragam kedinamikan masalah yang ada—entah tidak sengaja atau sengaja dilupakan eksistensinya. Kali ini, Faisal Oddang ingin mengangkat kembali “kedinamikan masalah” tadi lewat cerita singkat Sawerigading Datang dari Laut.
Kumpulan cerita Sawerigading Datang dari Laut memiliki 15 cerita yang beberapa di antaranya sudah saya baca. Kelima belas cerita tadi berkaitan satu sama lain lewat karakter yang khas Oddang alias Sulawesi banget ngga sih! Entah dari pendeskripsian penyokong latar cerita, nama-nama tokoh yang terlibat, plot yang membuat saya penasaran, ataupun ihwal lain antara batas riil dan bukan riil.
Cerita-cerita Oddang
Saya amat sangat memaklumi Faisal Oddang yang memilih Sawerigading Datang dari Laut sebagai cerita utamanya. Selain karena ceritanya yang unik, logis-tidak logis, menentang hukum alam, dan di luar batas, Oddang mampu “mendobrak” kebiasaan primitif suatu masyarakat yang mengekang kebebasan orang tidak waras—alias gila. Dikisahkan bahwa Zelle adalah gadis muda yang hilang akalnya. Atas inisiatif masyarakat setempat, ia dikurung di ruang sempit di atas menara. Di sana ia menunggu pangerannya datang yang tidak lain tidak bukan adalah orang yang muncul dari laut bernama Sawerigading; singkatnya Weri. Dari Zelle dan Weri lahirlah I La Galigo. Padahal, ada sebuah rahasia besar di balik lahirnya I La Galigo yang disembunyikan.
Selain Sawerigading Datang dari Laut, cerita lain yang tidak kalah “beda” adalah Yang Terbaring di Rumah Arun, Pagi Itu. Tidak, cerita ini tidak berkisah tentang supranatural ataupun absurditas, tetapi tentang perempuan. Diceritakan dengan sudut pandang aku dan kamu, cerita seperti mengalami flashback. Perempuan bernama Isuri yang mengalami pelecehan seksual dari tuannya harus menurunkan takdir buruknya kepada anaknya yang juga mengalami hal yang sama. Isuri yang hanya budak tidak bisa menuntut pertanggungjawaban.
Ada juga Kapotjes dan Batu yang Terapung yang bercerita tentang jugun ainfu alias perempuan pemuas nafsu di zaman penjajahan Jepang. Lewat sudut pandang yang berganti-ganti, cerita mengangkat bagaimana suara perempuan yang digambarkan lemah dan tidak berdaya. Hingga akhirnya, tidak ada yang tahu nasib perempuan bernama Hana ini.
Pertanyaan yang Tidak Perlu Dijawab
Kira-kira begitulah sebagian besar yang ingin disampaikan Faisal Oddang melalui cerita pendeknya. Dengan mengedepankan visi “ada banyak hal di dunia yang bisa digali lebih dalam”, ia meramu cerita dengan segar dan tidak biasa. Tentunya, hal ini tidak terlepas dari kepekaannya terhadap hal-hal minor yang sebenarnya cukup bagus untuk ditunjukkan sebagai sebuah cerita pendek.
Akhirnya, selamat membaca dan temukan yang beda dari yang paling beda!