Anjing yang Menjagaku saat Hujan
Cerpen
Kutipan Cerpen Anjing yang Menjagaku saat Hujan
Karya apparecium
Baca selengkapnya di Penakota.id
Ini bukan pertama kalinya penjagaku mati lagi. Lagi-lagi penjagaku sudah terbujur kaku di depanku. Lagi-lagi aku harus menangis karena ia pergi dengan mengenaskan seperti penjagaku sebelumnya. Aku harus membungkusnya dengan baju bekasku yang sebenarnya masih layak dipakai, aku harus menggali tanah sedalam mungkin agar bangkainya tidak beraroma menyedihkan dan menggangguku setiap malam. Karena dulu, aku sempat mengubur penjagaku dengan lubang yang dangkal, tapi aroma busuknya terus menusuk hidungku dan aroma itu membuatku sesak karena membuatku teringat kepadanya.

"Kalau kau bukan penjagaku, tidak akan sudi aku mengurusi kematianmu seperti ini." Aku memarahi penjagaku yang sudah tak bernyawa itu. Wajahnya tidak menampakkan rasa bersalah, padahal karena ia mati, aku yang harus repot-repot mengurusnya.

Langit sepertinya ikut berduka atas kepergian penjagaku. Warna awan sangat kelam, seperti kain pembungkus yang kugunakan untuk membungkus mayat di depanku. Lambat laun beberapa tetes air hujan membasahi wajahku, tetesan air itu seolah balapan dengan keringat dan air mataku yang tidak bisa kutahan karena kesal harus mengubur penjagaku untuk ke sekian kalinya.

Hujan semakin deras, tetesannya terus menyerangku. "Apa maumu? Kau menyerangku juga? Kau ingin aku mati seperti bangkai ini?" Aku berteriak pada awan hitam itu. Tidak tahu malu. Harusnya ia memberikan ucapan bela sungkawa, bukannya malah menyerangku seperti ini. Membuat hatiku terasa sesak, tiap tetesannya sangat menusuk-nusuk perasaanku.

"Tidak apa-apa. Ini bukan pertama kalinya penjagaku mati. Silakan serang saja aku! Aku tidak akan kalah olehmu!" Aku berteriak lagi pada awan hitam. Kusimpan cangkul yang sudah kugunakan untuk menimbun penjagaku. Aku berjalan dengan amarah. "Aku harus mencari penjaga lagi," ucapku sambil sedikit berlari menghindari hujan sialan ini.

***

"Masuklah, udara di luar sangat tidak bersahabat," ucapku pada seekor anjing yang sangat setia.

Ia mendekatiku dengan ekor yang terus bergerak ke sana ke mari, moncongnya mengendus-endus kakiku, lidahnya terjulur, terkadang ia mencakar-cakar manja kulitku, terlihat ia sangat menyukaiku.

"Kau jangan menyukaiku," ucapku pada anjing manja yang berputar-putar di sekitar kakiku.

Ia malah menjilat.

"Aku hanya mengajakmu masuk, aku tidak ingin kau kehujanan saja. Sesama anjing, kita harus saling melindungi." Aku berkata sembari menghisap rokok. Rokok memang teman yang baik di saat kedinginan.

Aku menggendong anjing manja itu. Lalu aku letakkan ia di pangkuanku. Tingkahnya semakin menggemaskan, ia tidak berhenti menjilati tanganku. Rasanya tanganku sangat basah seperti air hujan di luar menembus rumahku dan berjatuhan ke tanganku. Ternyata, bukan air hujan, tapi air liur. Aku tertawa saat menyadari itu.

Aku mengelus anjing manja itu. "Kenapa kau menyukaiku? Kata orang aku itu anjing juga sepertimu. Tapi aku kejam. Kau tak merasa takut?" tanyaku.

Ia menjilatku.

"Jangan sering menjilat. Seperti manusia saja kau ini."

Ia menjilatku lagi.

Aku melemparkan ia dari pangkuanku. "Sudah kubilang jangan menjilat! Kau bukan manusia."

Ia akhirnya menggonggong, sepertinya sekarang ia sudah merasa kesal kepadaku. Gonggongannya terdengar saling bersahutan dengan bunyi hujan di luar.

"Jangan menyukaiku. Aku ini anjing. Tapi bukan anjing sepertimu."

Ia berhenti, lalu menjilatku lagi.

"Bukan, bukan, aku bukan anjing. Kau jangan menjilat, kau bukan manusia." Aku menjauhkan kakiku darinya.

Anjing itu menggonggong lagi. Kubiarkan saja dia, lagi pula tidak terlalu buruk mendengarkan gonggongan anjing yang bersahutan dengan bisiknya air hujan.

Aku menghela napasku. "Baguslah jika kau sudah diam."

Aku beranjak dari kursi coklat yang beralaskan bantal dari kapuk, itu adalah kursi kesayanganku. Di kursi ini semua anjing mulai menyukaiku. Semua anjing menjilatku, padahal mereka anjing. Aku tidak terlalu suka penjilat. Aku lebih suka penjaga, maka dari itu aku selalu membawa anjing-anjing dan kuangkat mereka menjadi penjaga. Mereka memang penjaga yang baik, aku tidak perlu menyewa satpam atau semacamnya, rumahku selalu aman.

Bukan karena aku tidak normal, tapi memang aku merasa lebih nyaman hidup bersama penjaga-penjagaku ini. Mereka selalu membereskan semua permasalahanku, meski pun anjingku tidak pernah bertahan lama hidup denganku, tapi aku sangat menyayanginya. Dan semuanya sudah sangat berbakti kepadaku. Pantas saja aku disebut anjing, aku memang terlalu dekat dengan anjing, jadi aku seperti anjing.

Aku mengambil sedikit makanan untuk anjing baruku. Ia terlihat sangat menyayangiku, aku pun harus menyayanginya. Tidak masalah jika memberinya sedikit makanan sisa penjagaku.

"Hey, Anjing, makanlah!" ucapku sembari melemparkan sesuatu yang dapat ia makan. Semua anjingku menyukainya. Daging segar.

Anjing itu menggonggong, ekornya kembali bergoyang-goyang. Ia langsung melahap makanan yang kulemparkan tadi.

"Makanlah dengan lahap, kau harus menjagaku. Penjaga-penjagaku sudah mati. Kau kan menyukaiku?" tanyaku.

Anjing itu tetap asyik dengan makanannya.

"Kau akan kuberi tahu satu hal, kau akan kuangkat menjadi penjaga, jadi kau tidak boleh menjilat. Karena penjagaku adalah seekor anjing yang baik, bukan manusia. Kau paham?"

Anjing itu tetap asyik dengan makanannya.

"Baiklah, makan dulu saja. Nanti kau akan tahu, kau harus menjaga apa."

Suara hujan di luar masih tetap bersahutan dan mengeluarkan suara yang bising dan mengganggu. Dingin menusuk-nusuk tulangku, tapi si anjing itu tampak masih asyik dengan makanannya. Daging segarnya masih ada, belum habis. Sepertinya bulu anjing sangat tebal, sehingga dingin ini tidak menusuknya.

Aku tidak menyukai dingin. Aku selalu teringat manusia-manusia yang memanggilku anjing. Mereka semua selalu datang di saat hujan seperti ini. Mereka selalu datang dan menjilat.

Hari ini entah siapa yang akan datang, tapi aku merasa tenang. Karena aku sudah memiliki penjaga. Penjilat itu tidak bisa menggangguku.

"Hey, Anjing. Bagaimana? Daging segar itu enak? Nanti kau akan memakan lebih banyak daging segar itu. Tunggu saja. Kau harus siap."

Anjing itu menjilat.

"Hey! Sudah kubilang jangan menjilat. Kau bukan manusia!"

Anjing itu menjilat lagi.

"Baiklah, baiklah, terserah kau saja. Yang terpenting saat ini kau harus menjagaku. Mengerti?"

Anjing itu menjilat lagi.

"Ah, dasar!"

Tok... tok... tok... pintu rumahku diketuk seseorang.

"Baiklah, hey, Anjing! Dengarkan aku," ucapku sambil mengeluarkan jurus pamungkasku. Mengelus leher bawah anjing, itu akan membuat anjing menuruti perkataanmu, mungkin lebih tepatnya perkataanku. Aku tak tahu hal ini akan berhasil atau tidak jika kau ikuti.

"Yang akan masuk itu adalah daging segar. Kau harus memakannya agar kau semakin besar dan sehat. Dia adalah penjilat, maka kau jangan menjilatnya, kau bukan manusia! Kau harus menggigitnya, mencabiknya, kau harus memangsanya karena kau adalah anjing. Mengerti?"

Anjing itu diam. Ia sepertinya menikmati elusanku di lehernya itu.

"Hey kau lelaki gila! Bisa-bisanya kau bersembunyi setelah melakukan semua ini," ucap seorang wanita berbaju merah, ia basah kuyup. Sepertinya hujan sudah menyerangnya.

Aku tidak mengucapkan apa pun, aku masih mengelus leher anjingku.

"Bagaimana bisa kau lari setelah menanam benih ini?" Wanita itu membentakku. Napasnya tidak teratur. Wajahnya memerah hampir menyaingi pakaian merah yang ia kenakan.

"Kau harus... aaaaa... tolong, tolong aku," ia berteriak. Penjagaku menyerangnya. Berani sekali ia membentakku.

"Habisi saja dia, penjilat tidak pantas hidup. Memangnya bayi siapa yang ia kandung?"

Penjagaku terus menyerangnya, ia mencakar wajah cantik wanita itu. Sekarang wajahnya sudah penuh darah, sudah merah sempurna seperti pakaiannya. Penjagaku lalu menggigit telinganya, ia memakan telinga itu dengan lahap. Tapi wanita itu masih berteriak, ia masih hidup. Penjagaku lalu menggigit lehernya, wanita itu langsung tidak bergerak. Sepertinya penjagaku tidak sengaja menggigit urat nadinya.

Suara hujan di luar seolah memberikan semangat kepada penjagaku. Ia semakin lahap memakan wanita itu. Dan aku duduk santai dengan sebatang rokok, memang rokok adalah teman saat aku kedinginan, apalagi sekarang aku diberi tontonan yang amat menarik.

Penjagaku hampir menghabiskan tangan wanita itu. Aku melihat cincin yang ia kenakan. "Hey! Wanita itu pacarku bodoh!" Aku melemparkan rokokku. Kenapa penjagaku memakan wanitaku?

Aku teringat saat melihat cincin itu. Ia adalah wanita yang kucintai, kami pernah tidur bersama. Bahkan, kami akan hidup bersama karena ia sudah mengandung masa depan kami. "Hentikan, anjing bodoh! Jangan bunuh wanitaku!" teriakku sambil menendang anjing itu.

Anjing itu terus melahap wanitaku seolah ia sedang melahap daging segar. Aku berlari mengambil alat apa pun untuk melindungi wanitaku. Sebilah pisau tergeletak, itu alatku. Kuambil pisau itu dan aku berlari kembali untuk menyelamatkan wanitaku. Kulemparkan pisau itu dan pisau itu mendarat tepat di lehernya. Penjagaku mati.

Aku mengangkat penjagaku, kubungkusi dia dengan pakaianku. Aku membawanya ke belakang rumah. Aku menguburnya. Lagi-lagi aku harus mengurusi pemakaman penjagaku sendiri di saat hujan seperti ini. Menyebalkan.

"Hey, lelaki anjing. Kau membunuh anjing lagi?"

"Dia gila."

"Dia selalu berteriak 'jangan makan wanitaku' setiap hujan datang. Setelah itu ia pasti mengubur seekor anjing yang ia sebut penjaga."

"Dia memang gila. Lelaki anjing."

Napasku tak teratur. Aku menatap jijik ibu-ibu berpayung itu. Ia terus menatapku dan berbicara seperti itu. Aku melihat mereka dengan tatapan jijik. Mereka tidak mengerti perasaanku, mereka malah bergunjing di depanku.

Aku tidak menghiraukannya. Biarkan saja, aku harus mengubur penjagaku dengan benar, agar aroma busuknya tidak tercium dan membuatku sesak karena mengingatnya.

Aku sangat sedih, lagi-lagi aku harus mengubur penjagaku di saat hujan seperti ini.

Juni, 2018
10 Jun 2018 19:54
207
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: